-KESADARAN -SENSORIK: - KULIT - PANCA INDRA -MOTORIK: - MULUT, FARING, LARING - OTOT WAJAH, PANCAINDRA -UDEM JALAN NAPAS ATAS - ASPIRASI - PERDARAHAN - DISLOKASI FRAKTUR -MENGUNYAH -MENELAN -KELENJAR LIUR -ORGAN MATA,TELINGA, HIDUNG, LIDAH -PATAH TULANG, DISLOKASI - RETRAKSI BIBIR, KELOPAK MATA -KONTRAKTUR KULIT
JALAN NAPAS
JALAN CERNA
PANCAINDRA KOSMETIK
Pemeriksaan
lokal: dilakukan secara intraoral dan ekstraoral - inspeksi: asimetris muka, udem, hematom, trismus, nyeri spontan, maloklusi - palpasi: serentak, saksama, sistematis Pemeriksaan penunjang: foto rontgen posisi Waters
Penanganan: - fraktur maksila yang ekstensif perlu direduksi dan ditatalaksana bedah - oklusi normal dapat diperbaiki dengan menggunakan kawat interdental dan maxillomadibular fixation (MMF), sehingga higine oral dapat ditingkatkan,nutrisi lebih baik, jalan napas terjaga, serta kemungkinan infeksi berkurang. - fiksasi interna menjaga fragmen tulang yang sudah tereduksi tetap pada posisinya, resorbsi bone-graft berkurang dan fungsi dapat kembali normal lebih cepat. - bone graft juga dapat digunakan pada fraktur yang sangat kominutif untuk mencegah dismorfik wajah tengah. -fiksasi dan imobilisasi berlangsung selama enam hingga delapan minggu.
Pada
pemeriksaan fisik ditemukan: - pembengkakan - epistaksis - deviasi hidung - nyeri tekan - krepitasi - teraba garis fraktur Pemeriksaan Radiologis dari arah lateral memastikan tidak adanya fraktur pada tulang wajah lain disekitar hidung.
Penanganan:
Hematom septal dievakuasi segera dengan drainase untuk meminimalisasikan resiko infeksi dan nekrosis akibat tekanan. Pemasangan tampon paling sering dilakukan untuk menghentikan perdarahan setelah gagal dengan vasokonstriktor topikal. Tampon biasa diangkat dalam 2-5 hari dan pada saat yang bersamaan dapat dilakukan reduksi. Elevasi kepala dan kompres hidung dengan es dapat mengurangi udem dengan cepat sekaligus mengurangi nyeri.
Reduksi fraktur dilakukan pada hari ke 5-10 pada orang dewasa dan 3-7 pada anak-anak. Jika udem minimal, reduksi dapat segera dilakukan. Patahan dapat dilindungi dengan gips tipis berbentuk kupu-kupu untuk satu hingga dua minggu sambil mengatasi cedera lain yang mengancam jiwa.
Fraktur
zigoma meliputi cedera putusnya 5 hubungan zigoma dengan tulang-tulang kraniofasial didekatnya yaitu, sutura zigomatikofrontal, rima infraorbita, zigomatikomaksila, arkus zigoma dan sutura zigomatikosfenoid.
Pada
adanya udem ekimosis periorbita hematoma subkonjungtiva retraksi kelopak mata bawah unilateral akibat depresi os zigoma epistaksis unilateral maloklusi sisi yang terkena eksoftalmus
pada
Pada
rontgen foto posisi Waters, Caldwell atau submentovertex dapat memperlihatkan proyeksi arkus zigoma. Reduksi fraktur zigoma dilakukan melalui insisi kombinasi. Sebagai prinsip umum, kesegarisan (alignment) os zigoma harus ditetapkan pada setidaknya 3area dan difiksasi di setidaknya 2 area dengan miniplate dan sekrup.
GRUP I
Tidak ada pergeseran ( displacement) yang signifikan; fraktur terlihat pada foto rontgen namun fragme tetap segaris: 6% Fraktur arkus zigoma; dengan arkus melesak kedalam tanpa keterlibatan orbita atau bagian anterior: 10%
GRUP II
GRUP III
GRUP IV
Fraktur korpus; bergeser ke bawah dan ke dalam, namun tidak ada rotasi: 33%
Fraktur korpus zigoma dengan yang berotasi ke medial; bergeser ke bawah; ke dalam dan ke belakang dengan rotasi medial: 11% Fraktur korpus dengan rotasi ke lateral; bergeser ke bawah, belakang dan medial dengan rotasi zigoma ke lateral: 22% Semua kasus fraktur zigoma yang disertai dengan garis fraktur tambahan yang melewati fragmen utama: 18%
GRUP V
GRUP VI
NOE merupakan kompleks anatomi yang terdiri dari os frontal, nasal, maksila, lakrimal, etmoid, dan sfenoid. Fraktur NOE dapat disertai gangguan jalan napas, penglihatan, pendengaran, fungsi oklusi, dan gangguan saraf kranial. Harus dilakukan pemeriksaan visus, pupil, pergerakan otot-otot bola mata, serta fungsi lakrimal. Adanya cairan dari hidung harus dicurigai sebagai cairan serebrospinal. Terapi operatif harus dilakukan secepatnya, berupa fiksasi fragmen tulang dengan microplate, dan disertai kantopeksi jika terjadi avulsi ligamen kantus medial mata.
Pada pemeriksaan harus diperhatikan adanya asimetris dan maloklusi. Palpasi: teraba garis fraktur dan mati rasa bibir bawah akibat kerusakan pada n.mandibularis. Umumnya disertai dislokasi fragmen tulang sesuai dengan tonis otot yang berinsersi di tempat tersebut. Fraktur pada bagian tulang yang menyangga gigi dapat terfiksasi dengan kawat interdental untuk menjamin pulihnya oklusi dengan baik. Jika tidak dapat dilakukan pemasangan kawat, diperlukan reposisi dan fiksasi terbuka dengan osteosintesis.
Fraktur
yang mencakup:
Pemeriksaan
CT scan 3 dimensi, keparahan dan pola fraktur panfasial dapat ditentukan. Insisi yang sering digunakan adalah insisi koronal, karena menghasilkan visualisasi luas terhadap sepertiga atas area wajah. Kalau diperlukan, prosedur bedah saraf dilakukan dalam waktu bersamaan.
Terjadi
akibat trauma langsung pada tepi tulang orbita atau pada os zigomatikus. Trauma tidak langsung disebabkan oleh benda bulat misalnya bola yang menyebabkan tekanan besar sehingga timbul efek letupan dalam orbita yang merusak tulang dasar orbita. Sebagian isi orbita masuk ke sinus maksilaris. Kejadian ini disebut patah tulang letup keluar ( blow-out fracture)
Gambaran
klinis:
hematoma monokel yang dapat disertai diplopia, hemomaksila, mati rasa pipi akibat cedera n.infraorbitalis atau mati rasa dahi karena kerusakan n. supraorbitalis. Fraktur letup dapat menyebabkan enoftalmos dan sering disertai dengan terjepitnya m.rektus inferior di dalam patahan sehingga gerakan mata sangat terganggu dan penderitanya mengalami diplopia.
Digolongkan
Luka
bakar dapat terjadi akibat paparan bahan kimia yang bersifat asam atau basa. Pertolongan darurat dapat berupa irigasi segera dengan air bersih atau larutan garam 0,9% secara terus menerus sampai penderita tiba di rumah sakit. Mata tidak boleh ditutup agar bola mata dapat terus bergerak. Rangsangan sinar matahari, pantulan salju dan api pengelasan menyebabkan tukak kecil pada kornea (punktata). Radiasi atom dapat merusak retina dan pleksus koroideus.
Gejala:
Blefarospasme mata berair terus konjungtivitis sehingga penderita selalu mengucek matanya.
Pada
pemeriksaan tampak pembengkakan kornea, stroma bagian luar berawan, dan tampak sel-sel mengapung di kamar depan. Pupil semakin melebar dan tidak bereaksi.
Penyulit
berupa ulserasi kornea yang dapat berlanjut menjadi perforasi. Untuk mencegah infeksi diberikan tetes mata antibiotik, tetapi jika infeksi tetap terjadi, dapat disuntikkan antibiotika langsung ke subkonjungtiva untuk mencegah perforasi. Jika bahaya perforasi mengancam kornea maupun sklera, atau ulkus menunjukkan tanda meluas, sebaiknya diusahakan penutupan dengan flap konjungtiva atau cangkok kornea. Penyulit lanjut dapat berupa katarak, glaukoma sekunder, iridosiklitis dan simblefaron.
Trauma
tumpul dapat menyebabkan ekimosis, perdarahan subkonjungtiva, hifema, iris lepas dan luksasio lensa. Bila trauma hebat dapat terjadi perdarahan korpus vitreum. Trauma tajam berupa luka tembus cukup berbahaya dan menimbulkan kebutaan. Pemeriksaan dimulai dengan menilai visus. Kalau mata tidak dapat dibuka, sebaiknya diberikan anestetik yang diteteskan pada mukosa kelopak mata bagian bawah secukupnya.
Perdarahan
subkonjungtiva terbatas umumnya bukan disebabkan oleh cedera yang berarti, sedangkan hematoma subkonjungtiva yang luas menandai trauma berat. Benda asing di konjungtiva dapat ditemukan dan dikeluarkan setelah kelopak mata atas dibalik tanpa perlu anestetik. Sebaliknya, pengambilan benda asing dari kornea memerlukan anestesia sehingga sebaiknya penderita segera di rujuk.
Pada
trauma, gigi susu dapat masuk ke dalam rahang sehingga menjepit gigi tetap yang belum tumbuh keluar, gigi yang akan tumbuh nantinya mengalami malformasi dan gangguan erupsi. Trauma gigi-tetap dapat menyebabkan patah akar gigi atau bagian lainnya.