Anda di halaman 1dari 43

EPILEPSI

Agustina Tiaradita
DEFINISI

Epilepsi adalah manifestasi gangguan fungsi
otak dengan berbagai etiologi, dengan gejala
tunggal yang khas, yakni serangan berkala
akibat lepas serangan listrik neuron otak secara
berlebihan & paroksismal.
Menurut International League Against
Epilepsy (ILAE) danI n t e r n a t i o n a l Bureau
for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi
didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang
ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang
dapat mencetuskan kejang epileptik,
perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis
dan adanya konsekuensi sosial yang
diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan
sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi
sebelumnya.
Status epileptikus merupakan kejang yang
terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa
disertai pemulihan kesadaran diantara dua
serangan kejang.

Kelompok Glutamat dan Aspartat ;
Mendorong kearah aktivitas berlebihan / excitatory

Kelompok GABA ( gama amino butyric acid ) ;
Bersifat menghambat / inhibitory.

NORMAL ; Lau lintas pulsa antar neuron
berlangsung baik lancar
ANORMAL ; Lalu lintas antar neuron kacau.
Kejang Epileptik apapun jenisnya ; selalu disebabkan
karena transmisi impuls yang berlebihan didalam
otak yang tidak mengikuti pola normal

EPIDEMIOLOGI
Insiden epilepsi di negara maju ditemukan
sekitar 50/100,000 sementara di negara
berkembang mencapai 100/100,000.
Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih
banyak dibandingkan dengan perempuan.
Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di
bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan uisa
lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus
ETIOLOGI
Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak
diketahui, meliputi 50% dari penderita
epilepsi anak dan umumnya mempunyai
predisposisi genetik, awitan biasanya pada
usia > 3 tahun
Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh
kelainan/lesi pada susunan saraf pusat.
Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan
saraf pusat (SSP), gangguan metabolik,
malformasi otak kongenital, asphyxia
neonatorum, lesi desak ruang, gangguan
peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat),
kelainan neurodegeneratif.
Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik
tetapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk disini adalah sindrom West, sindron
Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik

KLASIFIKASI SERANGAN EPILEPSI
( ILAE )
I . Kejang Parsial (fokal)

A. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
1. Dengan gejala motorik
2. Dengan gejala sensorik
3. Dengan gejala otonomik
4. Dengan gejala psikik

B. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
a. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
b. Dengan automatisme
2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
a. Dengan gangguan kesadaran saja
b. Dengan automatisme

C. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang
menjadi umum (tonik-klonik, tonik atau
klonik)
1. Kejang parsial sederhana berkembang
menjadi kejang umum
2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi
kejang umum
3.Kejang parsial sederhana berkembang menjadi
parsial kompleks, dan berkembang menjadi
kejang umum

II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)
A. lena/ absens / petit mal
B. mioklonik
C. tonik
D. atonik
E. klonik
F. tonik-klonik

III. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan



Absence / lena / petit mal
Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran
mendadak (absence) dalam beberapa detik (sekitar
5-10 detik) dimana motorik terhenti dan penderita
diam tanpa reaksi.
Pada waktu kesadaran hilang, tonus otot skeletal
tidak hilang sehingga penderita tidak jatuh.
Saat serangan mata penderita akan memandang jauh
ke depan atau mata berputar ke atas dan tangan
melepaskan benda yang sedang dipegangnya.
Pasca serangan, penderita akan sadar kembali dan
biasanya lupa akan peristiwa yang baru dialaminya.
Pada pemeriksaan EEG akan menunjukan gambaran
yang khas yakni spike wave yang berfrekuensi 3
siklus per detik yang bangkit secara menyeluruh.

SPASMUS INFANTIL ( SINDROME WEST )


Epilepsi umum sekunder ( gangguan metabolik , anoksia dll.)

Gerakan fleksi atau ekstensi satu / lebih kelompok otot secara mendadak.

Serangan bisa beberapa kali sehari .

Usia onset 3 12 bulan

Penyebab keterlambatan perkembangan ment
Klonik
Kejang klonik fokal berlangsung 1 3 detik,
terlokalisasi , tidak disertai gangguan
kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase
tonik.
Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh
kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi
besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati
metabolik.

Tonik
Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan
tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai
Tonik-klonik /Grand mal
Secara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan,
pernafasan terhenti sejenak kemudian diiukti oleh kekauan
tubuh.
Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik (gerakan tonik
yag disertai dengan relaksaki).
Pada saat serangan, penderita tidak sadar, bisa menggigit
lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai mengompol.
Pasca serangan, penderita akan sadar secara perlahan dan
merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur
setelahnya.
Badan, anggota gerak kaku ( fase tonik ) <
1
/
2
menit ,disusul
kejang klonik selama 1 2 menit


-nafas mendekur mulut keluar busa, kadang
bercampur darah ( karena lidah tergigit )
-Dapat terjadi inkontinensia urine

Mioklonik
-Bangkitan mioklonik muncul akibat adanya
gerakan involuntar sekelompok otot skelet
yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya
hanya berlangsung sejenak.
-Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan
ekstensi dan fleksi lengan atau keempat
anggota gerak yang berulang dan terjadinya
cepat.
Atonik
- Bangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita
akan kehilangan kekuatan otot dan terjatuh
secara tiba-tiba.


SERANGAN EPILEPSI PARSIAL
1. EPILEPSI PARSIAL / FOKAL MOTORIK
Serangan pada salah satu sisi anggota gerak , secara tiba tiba ,
seperti mulut sisi kiri tertarik - tarik, disusul muka sebelah kiri,
kemudian terjadi kejang kejang lengan kiri.

Lama serangan 2 menit, selam serangan penderita tetap sadar

2. SERANGAN EPILEPSI KOMPLEKS

( Serangan epilepsi psikomotor / halusinasi , otomatisme )
Serangan berupa halusinasi bau, pendengaran dan penglihatan serta
otomatisme.

Kesadaran Menurun, mulut mengecap ngecap, lidah menjilat jilat,
penderita melakukan gerakan seperti menelan, meraba raba atau
meremas remas baju, wajah menjadi sianotik
Lama serangan + 5 menit
GEJALA
Kejang parsial simplek
-Serangan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan
mengalami gejala berupa:
- deja vu: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu
yang sama sebelumnya Perasaan senang atau takut yang
muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan
- Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk
jarum pada bagian tubih tertentu.
- Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh
tertentu
- Halusinasi

Kejang parsial (psikomotor) kompleks
-Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan
biasanya bertahan lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar
sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu
serangan. Gejalanya meliputi:
- Gerakan seperti mencucur atau mengunyah
- Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan
pakaiannya
- Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan
berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung
-Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang
- Berbicara tidak jelas seperti menggumam.

Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).
- Terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku
diikuti tahap klonik atau kelonjotan.
- Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya
mengalami tahap tonik atau klonik saja.
Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura.
dapat berupa: merasa sakit perut, baal,
kunang-kunang, telinga berdengung.
- Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan
kesadaran, kehilangan keseimbangan dan
jatuh karena otot yang menegang, berteriak
tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian
dalam atau lidah
- . Pada saat fase klonik: terjadi kontraksi otot
yang berulang dan tidak terkontrol,
mengompol atau buang air besar yang tidak
dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat,
pasien mungkin akan merasa lemas, letih
ataupun ingin tidur setelah serangan
semacam ini.


DIAGNOSIS BANDING EPILEPSI
Sinkope
Vertigo
Serangan iskemik otak sepintas (TIA)
Migrain
Narkolepsi
DIAGNOSIS
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis
dan pemeriksaan fisik dengan hasil
pemeriksaan EEG dan radiologis.
1. Anamnesis
menanyakan tentang riwayat trauma kepala
dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi
vaskuler dan penggunaan obat-obatan
tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekuensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
-Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan
yang berhubungan dengan epilepsi, seperti
trauma kepala, infeksi telinga atau sinus,
gangguan kongenital, gangguan neurologik.
Pada anakanak pemeriksa harus
memperhatikan adanya keterlambatan
perkembangan, organomegali, perbedaan
ukuran antara anggota tubuh dapat
menunjukkan awal gangguan pertumbuhan
otak unilateral.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
pemeriksaan penunjang yang paling sering
dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis
epilepsi.
Akan tetapi EEG bukanlah gold standard untuk
diagnosis. Hasil EEG dikatakan bermakna jika
didukung oleh klinis.
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya lesi struktural di otak,
sedangkan adanya kelainan umum pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik.
4. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah
neuroimaging bertujuan untuk melihat
struktur otak dan melengkapi data EEG.
Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl
lebih sensitif dan secara anatomik akan
tampak lebih rinci.
MRI bermanfaat untuk membandingkan
hipokampus kanan dan kiri serta untuk
membantu terapi pembedahan.

OBAT OBAT ANTIEPILEPSI
Karbamazepin
Fenitoin
Phenobarbital
Sodium valproat
Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:
- OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi
sudah dipastikan, terdapat minimal dua kali
bangkitan dalam setahun, pasien dan
keluarga telah mengetahui tujuan pengobatan
dan kemungkinan efek sampingnya.
Terapi dimulai dengan monoterapi
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan
dinaikkan bertahap sampai dosis efektif
tercapai atau timbul efek samping
Bila dengan pengguanaan dosis maksimum
OAE tidak dapat mengontrol bangkitan,
ditambahkan OAE kedua.
Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi,
maka OAE pertama diturunkan bertahap
perlahan-lahan.
Penambahan OAE ketiga baru dilakukan
setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi
dengan pengguanaan dosis maksimal kedua
OAE pertama.


Pasien dengan bangkitan tunggal
direkomendasikan untuk dimulai terapi bila
kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila:
dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG,
terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung,
riwayat trauma kepala disertai penurunan
kesadaran, bangkitan pertama merupakan
status epileptikus.

Anda mungkin juga menyukai