Anda di halaman 1dari 44

Refrat & Case

Report
20 september 2016
Rehabilitasi medik pada penderita
paraplegia ec spondilitis TB

IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : Tn. P
Umur: 38 Tahun
Jenis |Kelamin : Laki - laki
Alamat : Jepon, Blora
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Menikah
No. Rekam Medis : 29XXXX
Tanggal Masuk : Selasa, 13 September 2016
Tanggal Periksa : Rabu, 14 September 2016

Autoanamne
sis
Anamnesis
Alloanamnesi
s

KELUHAN
KU: nyeri pada sendi lutut
dan sendi panggul sebelah
kiri dan kanan

Susah tidur, leher terasa pegal dan


cengeng, BAB (+), BAK (+), mual muntah
(-), pusing (-)

RIWAYAT PENYAKIT
Pasien datang ke rumah sakit Ortopedi Prof. DR. Soeharso
Surakarta dengan keluhan kedua kaki tidak bisa digerakkan.
Keluhan muncul selama 3,5 bulan terakhir. Pasien juga
mengeluh mulai dari perut sampai kedua kaki tidak terasa
saat disentuh, sehingga membuat pasien tidak bisa untuk
berjalan. Pasien kadang merasakan nyeri dipunggung,
keluhan nyeri disertai dengan kram pada kedua tungkai.
Pasien mengeluh secara tiba-tiba merasa kedua tungkainya
terasa berat dan tidak bisa untuk digerakkan, pasien
mengatakan masih dapat merasakan saat ingin BAK dan
BAB. Pasien kemudian dibawa ke dokter umum dan
disarankan untuk dibawa ke RSO Prof. dr. Soeharso Surakarta
untuk dilakukan tindakan selanjutnya.

Pasien kemudian dilakukan operasi, setelah

dioperasi keluhan mulai berkurang perut, paha,


juga sudah mulai terasa saat disentuh namun
kedua kaki masih tidak terasa bila disentuh dan
juga masih belum bisa digerakkan.
Riwayat batuk (+) namun hanya sekali-sekali dan

pasien dalam pengobatan OAT 1minggu, dahak


(-), sesak (-), demam (-), batuk darah (-), nafsu
makan menurun (-), berat badan menurun (-).

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat

trauma
: diakui
kelainan tulang bawaan : disangkal
hipertensi
: disangkal
DM
: disangkal
jantung
: disangkal
alergi
: disangkal

Riwayat
Riwayat

Pemeriksaan fisik
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum

Keadaan umum lemah, compos mentis GCS E4V5M6, gizi kesan cukup (berat badan 57
kg, tinggi badan 160 cm)
Tanda Vital

Nadi
: 94 kali/ mnt,isi cukup, irama teratur, simetris
Respirasi : 20 kali/ mnt, irama teratur, tipe thorakoabdominal
Suhu: 36,5C peraksiler
Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spider naevi (-),
striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-)
Kepala

Bentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam, tidak
mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).
Mata

Conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan palpebra (-/-), pupil
isokor dengan diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-).

Telinga

Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoideus (-).


Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi


pembau baik, foetor ex nasal (-).
Mulut

Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat (-), lidah
kotor (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-), luka pada
sudut bibir (-), foetor ex ore (-), gigi caries (+), karang
gigi (+).
Leher

JVP tidak meningkat , trachea ditengah, simetris,


pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical
(-).

Limfonodi

Kelenjar limfe retroaurikuler, submandibuler, servikalis,


supraklavikularis, aksilaris dan inguinalis tidak membesar.
Thorax

Bentuk simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi (-),


pernafasan toracoabdominal, sela iga melebar (-),
muskulus pektoralis atrofi (-), pembesaran KGB axilla (-/-).
Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak


Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal,

reguler, bising (-), gallop (-)

Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada simetris kanan kiri
Palpasi
: fremitus raba sama kanan kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
: SDV(+/+), Suara tambahan (-/-)

Punggung

: kifosis (-), lordosis (-), skoliosis(-),


nyeri ketok kostovertebra (-)
Abdomen
Inspeksi
: dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani, pekak alih (-)
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-). Hepar dan lien
tidak membesar.

Genitourinaria : ulkus (-), sekret (-), tanda-

tanda radang (-).

Status lokalis eks inferior


Status lokalis pada ekstremitas inferior
dextra et sinistra
a. Look
: edema (-), deformitas (-),
hematoma (-)
b. Feel
: NT (-) krepitasi (-)
c. Movement : ROM menurun

Tabel mmt

STATUS PSIKIATRI

Status Neurologis
1.
2.
3.
4.
5.

Kesadaran
: GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Fungsi vegetatif : IV line
Fungsi sensorik :
Fungsi Motorik & refleks :

Pemeriksaan penunjang

ASSESSMENT

Daftar Masalah

Tatalaksana
Medika

Impairment

: Kedua kaki tidak bisa


digerakkan,
nyeri, kaku, terasa tebal
Disability
: Mobilisasi terganggu, pasien
hanya
bisa berbaring.
Handicap
: Keterbatasan melakukan
aktivitas
sehari-hari, keterbatasan
menjalankan pekerjaan, kegiatan
sosial terhambat

Goal

Pendahuluan
Tuberkulosis dikenal sejak 1000 tahun sebelum Masehi

seperti yang tertulis dalam kepustakaan Sanskrit kuno.


Nama tuberculosis berasal dari kata tuberculum yang
berarti benjolan kecil yang merupakan gambaran
patologik khas pada penyakit ini
Spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan
granulomatosa yang bersifat kronis destruktif 2,3,7. Basil
ini sampai di dalam tulang belakang melalui penyebaran
hematogen dan menyerang satu atau lebih korpus
vertebra yang mengakibatkan destruksi tulang dan
menyebar ke semua jaringan artikulasi. Lokalisasi paling
sering ditemukan pada regio torakolumbal dan jarang
sekali pada regio servikal

Penyakit ini merupakan penyebab paraplegia

terbanyak setelah trauma dan banyak


dijumpai di negara belum berkembang 10.
Paraplegia dapat disebabkan oleh faktor yang
tidak dapat disembuhkan seperti penekanan
atau penarikan oleh gibus yang lama dan
faktor yang dapat disembuhkan seperti
penekanan oleh pus, massa kaseosa,
sekuester

Epidemiologi
Di negara yang sedang berkembang,

spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit


yang sering dijumpai pada anak-anak maupun
orang dewasa
Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari
seluruh tuberkulosis tulang dan sendi yang
terjadi Spondilitis ini paling sering ditemukan
pada vertebra T8 L3, dan paling jarang pada
vertebra C1-2.

Etiologi
Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi

sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di


tubuh, 90 95% disebabkan oleh
mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe
human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5 10%
oleh mikobakterium tuberkulosis atipik

Gangguan neurologis
Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat

kerusakan paraplegia, yaitu:


Derajat 1 : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi
setelah melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada
tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat 2 : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah
tetapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat 3 : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah
yang membatasi gerak/aktivitas penderita serta
hipoestesia/anestesia
Derajat 4 : Terdapat gangguan saraf sensoris dan motoris
disertai gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis
paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini
atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya

Gambaran klinis
Secara klinis gejala spondilitis tuberkulosa

hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada


umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu
makan berkurang, berat badan menurun,
suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama
pada malam hari serta nyeri punggung.
Gejala awal paraplegia dimulai dengan
keluhan kaki terasa kaku atau lemah, atau
penurunan koordinasi tungkai. Proses ini
dimulai dengan penurunan daya kontraksi
otot tungkai dan peningkatan tonusnya

Pemeriksaan
laboratorium
Peningkatan laju endap darah dan mungkin

disertai leukositosis
Uji Mantoux positif
Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin
ditemukan mikobakterium
Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe
regional
Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan
tuberkel

Pemeriksaan radiologis
Foto thorax
Ct-scan
MRI

Tatalaksana
Terapi konservatif
Rehabilitasi medik
Terapi operatif

Rehabilitasi medik pada paraplegi


ec spondilitis TB
Dari segi rehabilitasi medik, maka penanganan
terhadap paraplegia yang merupakan salah
satu komplikasi spondilitis tuberkulosa adalah :
1. Fisioterapi
Latihan pernafasan. Tujuan latihan pernafasan
adalah untuk :
Mencegah hipostatik pneumoni
Mencegah atelektasis dan fibrosis paru
Meningkatkan volume paru
Membersihkan sekresi paru

2. Koreksi posisi tidur (proper bed positioning /


alih baring tiap 2 jam) 21
Penderita dengan kondisi tirah baring sangat
penting untuk dilakukan koreksi posisi tidur
dengan tujuan :
Mempertahankan posisi koreksi tulang
belakang
Mencegah ulkus dekubitus
Mencegah kontraktur
Mencegah timbulnya spastisitas yang
berlebihan

3. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation


(TENS) 22,23,24
Pemberian TENS bertujuan untuk mengurangi
nyeri, baik yang akut maupun kronis. Cara
kerja TENS antara lain berdasarkan gate
control mechanism dari Melzack dan Wall
pada frekwensi tinggi intensitas rendah, dan
merangsang pengeluaran endorfin dan opiat
endogen pada frekwensi rendah intensitas
tinggi

4. Pemanasan 22,25,26,27
Terapi panas yang dapat diberikan berupa
pemanasan superfisial berupa infra red,
dengan tujuan untuk :
Meningkatkan aliran darah superfisial
Relaksasi kekakuan otot superfisial
Mengurangi nyeri

5. Stimulasi listrik 24,25,26,27


Tujuan pemberian stimulasi listrik adalah
menstimulasi otot untuk mencegah terjadinya
atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan
memperkuat otot yang masih lemah setelah
proses regenerasi saraf selesai.

6. Latihan lingkup gerak sendi /Range of Motion


exercise 20
Pada penderita dengan paraplegia, diberikan
latihan lingkup gerak sendi pasif untuk kedua
anggota gerak bawah. Latihan ini bertujuan untuk :
Merangsang sirkulasi darah
Mempertahankan LGS sendi yang penuh
Mempertahankan elastisitas otot-otot dan jaringan
lunak
Mencegah atrofi otot

7. Bladder dan bowel training 21,18.


Pada lesi di atas T10-11 refleks kandung
kemih masih ada. Berkemih terjadi apabila
kandung kemih terasa penuh, maka otot
detrusor akan berkontraksi dan sphincter akan
relaksasi. Refleks detrusor bisa dirangsang
dengan menepuk-nepuk paha sebelah dalam,
tapping yang ritmis pada daerah di atas
simfisis pubis atau dengan menarik rambut
pubes. Perangsangan ini dilakukan setiap 2
atau 3 jam sekali dan penderita dianjurkan
untuk minum 8 gelas sehari

8. Latihan mobilisasi, transfer dan ambulasi


9. Okupasi Terapi 29
Terapi okupasi bertujuan untuk meningkatkan
kemandirian dalam melaksanakan aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS) yang salah
satunya dapat dinilai dengan index Barthel.
Okupasi terapis melakukan evaluasi dan
modifikasi AKS serta menyelenggarakan
latihan-latihan dengan aktivitas atau
permainan

10. Ortotik Prostetik 30,31


Pemberian ortose bervariasi tergantung pada
tingkat lesi. Penderita paraplegia memerlukan
imobilisasi dengan menggunakan spinal
ortose untuk membatasi pergerakan tulang
belakang, mengontrol nyeri dan agar
destruksi tidak bertambah serta memakai
ortosis ekstremitas inferior agar dapat
ambulasi.

11. Psikologi 32
Semua jenis keadaan sakit akan menimbulkan
problem emosional bagi penderitanya karena
umumnya mereka akan menjadi lebih labil
emosinya. Hal ini akan mempengaruhi proses
penyembuhannya karena keadaan jasmani
sangat erat hubungannya dengan keadaan
psikis seseorang

12. Sosial Medik 12


Penderita paraplegi pada umumnya mempunyai
masalah emosional dan sosial akibat dari disabilitas
fisiknya. Setiap pasien harus dievaluasi sedini
mungkin oleh pekerja sosial medik. Setiap anggota
keluarga juga harus diwawancarai pada saat
permulaan dan akhir program rehabilitasi untuk
persiapan penderita saat di rumah nantinya. Selain
itu, sering diperlukan konsultasi di bidang
vokasional sehubungan dengan jenis pekerjaan
yang sesuai dengan keterbatasan fisik penderita.

Anda mungkin juga menyukai