Anda di halaman 1dari 46

GANGGUAN

KESADARAN

Dr. Rizal Tumewah, Sp.S


BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO

Pendahuluan

Kasus neurologi yang berat selalu disertai dengan


gejala terganggunya kesadaran . Ini merupakan
kasus kedaruratan neurologi.
Dibidang neurologi kesadaran bersifat kuantitatif
mis; seorang penderita stroke perdarahan
kesadarannya bisa menurun sampai koma.
Dibidang psikiantri bersifat kualitatif mis; seorang
psikosis akan dinilai dengan istilah berkabut. Antara
kedua bidang neurologi dan psikiatri terdapat suatu
keadaan yang merupakan kombinasi yang disebut
sindroma otak organik.
Ringkasnya koma merupakan keadaan gawat yang
dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit.
Menentukan penyebab, memberikan terapi kausal,
terapi suportif serta perawatan umum yang adekuat
merupakan kunci utama dalam menanggulangi
penderita koma.

Pengertian

Kesadaran:
Kemampuan mengenal dirinya dan
sekitarnya. Dapat bereaksi sepenuhnya dan adekwat
terhadap rangsang visual, auditoar (bunyi) dan sensibel
(nyeri).
Arousal (Waspada):
Termasuk kesadaran normal/ sadar sepenuhnya dari
berbagai stimuli dari pancaindra (aware) dan bereaksi
secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar
maupun dalam (wakefulness = alertness)
Koma ringan:
Penderita dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri yang
sedang antara lain: jarum, cubitan, tekan dasar kuku,
tulang diatas mata dll.
Koma dalam:
Penderita tak memberi respons motorik apapun terhadap
rangsang nyeri yang kuat, visual dan auditoar. Refleksrefleks batuk, fisiologis dan patologis hilang.

Koma harus dibedakan dengan:

Tidur: A changed state of consciousness,


dengan ciri-ciri didapati; denyut nadi, frekwensi
pernapasan dan tensi menurun; bola mata
keatas; refleks tendon menghilang. Tidur secara
fisik mirip koma, dapat dibangunkan dengan
rangsang cukup.

Anastesi: Waktu operasi terjadi penurunan


kesadaran artifisial karena obat-obatan anastesi.

Hipersomnia: Keadaan ngantuk berlebihan,


sukar dibedakan dengan koma ringan.

Patofisiologi 1

Dalam otak manusia, dikenal serabut-serabut assosiasi


primer dan sekunder yang menghubungkan pusat-pusat
dalam otak yang mengalirkan berbagai fungsi luhur
secara terkoordinasi dengan sangat baik.
Moruzi dan Magoun (1949) menemukan struktur
anatomi yang bertanggung-jawab terhadap sistem
pengelolah dan pengatur kesadaran. Bangunan tersebut
terletak di bagian tengah batang otak dan memanjang ke
hipotalamus dan talamus. Bangunan itu kemudian disebut
dengan ARAS (Ascending Retikular Activating System)
atau lazim disebut Formatio Reticularis atau Midbrain
Reticular Formation = MRF.
Penelitian neurofisiologi membuktikan, jika ARAS dirusak
akan terjadi koma yang ireversibel. Koma tidak timbul
apabila dibuat lesi destruktif pada medula spinalis,
medula oblongata, serebelum dan pons inferior.
Plum dan Posner (1989) menetapkan secara oprasional,
dua pusat anatomi yang mengatur kesadaran adalah
korteks serebri dan batang otak.

Patofisiologi 2

Posner (1922) : batang otak atau ARAS mengatur tinggirendah kesadaran (on-off quality) sedang korteks serebri
mengatur isi (content) dari kesadaran. Secara fisiologik,
keadaan bagian dari otak ini saling isi mengisi dan saling
mengaktivasi (reciprocal activation and stimulation) yang
mengatur secara optimal fungsi masing-masing.
Jadi kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang
berada di kedua hemisfer serebri dan ARAS pada batang
otak. Dimana terdapat neurotransmiter yang berperan pada
ARAS antara lain kolinergik, monoaminergik dan GABA.
Mekanisme terjadinya koma (Satyanegara); Pusat
pengontrolan terletak pada ARAS dan Hipotalamus serta juga
diatur secara langsung atau tak langsung oleh seluruh korteks
serebri (pusat kesadaran sekunder).
Pengontrolan tersebut diatur melalui 2 sistem yaitu:

Ascending reticular
Hypothalamic activating.

Apabila terjadi gangguan total maupun parsial dari


mekanisme pengontolan ini, maka akan menyebabkan
terjadinya gangguan kesadaran (sistem motorik dan sensorik)

JENIS JENIS KEADAAN KOMA


1

Resistent Vegetative State


Disebut juga sindrom vegetatif atau vegetative survival. Merupakan
keadaan koma dimana penderita tidak ada kontak (berpikir, berbicara
dan bergerak) dengan sekitarnya, inkontinensia urine dan alvi serta
tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Keadaan pada penderita ini
hidupnya bagaikan tanaman.

Apalic Syndrome
Pertama kali dilaporkan Kretschmer (1940): Penderita hanya diam
dengan anggota badan dalam keadaan fleksi dan spastik serta timbul
refleks-refleks primitif seperti refleks memegang, refleks isap dll.
Keadaan ini terjadi akibat kerusakan korteks serebri yang luas
sehingga walaupun kesadaran penderita ada tetapi tidak mampu
untuk bergerak, merasa maupun kontak dengan sekelilingnya.

Akinetik Mutism
Pertama kali dilaporkan Cairns (1941). Keadaan ini disebabkan akibat
kerusakan di talamus, hipotalamus, batang otak bagian atas, girus
singuli, dan korpus kalosum. Sehingga menyebabkan gangguan
fungsi korteks. Biasanya tidak merusak n. Okulomotoris sehingga
bola mata masih dapat bergerak tetapi penderita tidak dapat
bergerak ataupun berbicara. Penderita biasanya hanya tidur,
berkeringat dan kencing banyak, serta adanya gangguan suhu tubuh.

JENIS JENIS KEADAAN KOMA


2

Locked In Syndrome (The afferented state):


Pertama kali dilaporkan Plum & Posner (1966 ) dimana kelumpuhan
n. Abducens kelumpuhan sensorik serta gangguan bicara.
Tetraplegia, tidak bisa bergerak, tak bisa bicara, tetapi pasien sadar,
mengenal keadaan sekelilingnya, berkomunikasi dengan gerakan
mata. Kerusakan pada batang otak.

Koma Vigil: mata berkedip-kedip, mulut bergerak-gerak


(mengunyah) tapi tak dapat berkomunikasi, gerakan-gerakan
tersebut merupakan refleks batang otak sehingga kesadaran sangat
menurun. Kerusakan luas di korteks.

Brain death = coma de passe = kematian otak


Pertama kali dilaporkan oleh Hirntod. Merupakan keadaan koma
yang terberat dan ireversibel dimana pupil sudah midriasis, refleks
batang otak sudah tidak ada, pernapasan sudah berhenti (harus
dengan alat respirator), tekanan darah rendah, suhu tubuh rendah,
dan rekaman EEG sudah flat.

Defini
si

Banyak sarjana mengunakan formulasi dari Plum:


Coma is unarousable unresponsiveness = the
absence of any psychologically
understandable response to external stimulus
or inner need.

Jadi koma merupakan tanda kegawatan yang harus


segera didiagnosa penyebabnya dan diatasi secara
tepat.

Umum: Keadaan tak sadar dan tidak memberi


respons atau reaksi terhadap rangsang apapun.
Klinis praktis: Penurunan tingkat kesadaran
dengan GCS total skor 8 atau lebih kecil.

ETIOLOGI
1

1. Lesi Intrakranial :
1.1. Strok :
1.1.1. Hemorrhagik :
Epidural hematom
Subdural hematom
Subaraknoid
Intraserebral
Intraventrikuler.
1.1.2. Infark
1.2. Trauma kepala.
1.3. Infeksi.

1.4. Epilepsi :
1.4.1. Pasca serangan grand mal

1.4.2. Status epileptikus


1.5. Neoplasma
1.6. Edema Otak.

2. Gangguan Metabolik Toksik


2.1. Exogen :
2.1.1. Alkohol
2.1.2. Barbiturat
2.1.3. Salisilat
2.1.4. Phenothiazin
2.1.5. Heroin
2.1.6. Insulin
2.2. Endogen :
2.2.1. Hiperglikemia : Ketotik
Nonketotik.
2.2.2. Hipoglikemia
2.2.3. Koma Uremia.
2.2.4. Koma Hepatikum.
2.2.5. Gangguan elektrolit :
Heat stroke
Dehidrasi
Drug induced
2.2.6. Penyakit sistemik.
2.2.7. penyakit endokrin:
nekrosis pituitari
nekrosis adrenal
hipotiroidism

3. Anoksia/ Hipoksia
3.1. Penyakit Paru berat.
3.2. CO
3.3. Anemia berat
4. Iskemik
4.1. Perdarahan
4.2. Gagal jantung.
4.3. Syok anapilaktik atau hipovolemi.
5. Gangguan Mental.
5.1. Malenggering
5.2. Histeria
5.3. Psikosis.

Klasifik
asi

Sampai saat ini klasifikasi


berdasarkan Koma berdasarkan :
1.

Anatomi dan patofisiologi

2.

Gambaran klinik.

Klasifik
asi

Anatomi dan patofisiologi


Koma kortikal-bihemisferik (Bihemisferik difus/
ensefalopati)
Gangguan fungsi/ lesi struktur korteks bihemisferik.
Jenis koma ini disebabkan oleh kelainan metabolisme
ke 2 neuron hemisfer serebri. Faktor penyebabnya
antara lain: sinkop, renjatan, hipoksia, gangguan
cairan dan elektrolit, uremia, hipo/ hiperglikemia,
intoksikasi, demam tinggi dll.
Koma diensefalik.

Dapat bersifat supratentorial/ infratentorial dan


kombinasi keduanya. Terjadinya koma melalui
mekanisme herniasi unkus, tentorial atau sentral.

Faktor penyebabnya antara lain: strok, tumor/ abses/


edema otak, perdarahan traumatik, hidrosefalus
obstruksi, meningitis dan ensefalitis.

Klasifik
asi
Lesi supratentorial

Contoh: Koma terjadi oleh adanya herniasi yang timbul karena proses
desak ruang intrakranial sehingga mendesak hemisfer kearah bawah
dan menekan batang otak.

Herniasi Transtentorial: substansi supratentorial terdesak secara


rostrocaudal sehingga menekan mesensefalon dan pons.

Herniasi lobus temporal: adanya pendesakan supratentorial mendorong


unkus dari lobus temporal masuk kesalah satu lubang tentorium
sehingga menekan N.III dan batang otak.

Biasanya dimulai dengan gejala fokal berupa hemiparesis,


hemihipestesia, hemianopia, disatria dst.
Lesi infratentorial
Ada 3 jenis kelainan infratentorial yang menimbulkan koma:

Lesi dalam batang otak akibat oklusi arteri serebeli superior, yang
merusak formasio retikularis.

Proses patologik diluar batang otak seperti: hematom, tumor fosa


posterior atau cerebellopontine angle, yang menimbulkan kompresi
terhadap tegmentum pontis.

Herniasi serebelum ke rostral sehingga menekan mesensefalon.

Gejala yang dijumpai dapat bilateral, sering dijumpai parese saraf


kranial, gerakan bola mata dan refleks pupil dan otot mata ekstraokuler
tidak terganggu.

Klasifik
asi
Gambaran klinik
1. Koma dengan defisit neurologi fokal (lateralisasi).
Ciri khas: Lumbal puksi: tidak dapat dilakukan karena bahaya
herniasi
Fungsi batang otak: terganggu.
CT Scan: abnormal

Strok (Perdarahan/ infark otak)


Tumor otak.
Infeksi ( abses otak, ensefalitis)
Trauma kepala (kontusio serebri , perdarahan epi/ subdural)

2. Koma dengan tanda rangsangan meningeal tanpa defisit


neurologi fokal.
Ciri khas: Lumbal punksi: abnormal
Fungsi batang otak: normal
CT Scan: normal atau abnormal

Infeksi (meningitis, meningoensefalitis)


Strok (perdarahan subaraknoid).
Tumor pada fosa posterior.

Klasifik
asi
3. Koma tanpa defisit neurologi fokal/
rangsangan meningeal.
Ciri khas:
Lumbal punksi: liquor normal
Fungsi batang otak normal
CT scan : normal

Intoksikasi (alkohol, barbiturat, opiat dll)


Gangguan metabolik (anoksia, asidosis diabetik,
hipoglikemia, uremia, koma hepatikum dll)
Kolaps sirkulasi ( sinkop, syok hipovolemi, sepsis dan
decom kordis)
Infeksi sistemik (malaria otak)
Hipertensi ensefalopati dan eklamsia.
Epilepsi
Hiper/ hipotermia
Concussion/ komosio serebri.

Diagno
sa

Diagnosis penderita koma sebaiknya


melalui pemeriksaan yang sistematis,
dimana pemeriksaan harus
mencakup:

Anamnesis.
Pemeriksaan fisis umum.
Pemeriksaan fisis khusus neurologis.
Pemeriksaan penunjang

Anamne
sis

Biasanya melalui alo atau heteroanamnesis dari: suami,


isteri, anak atau keluarga yang mengantar atau orang yang
dekat dengan penderita.
Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya : hipertensi,
jantung, strok/ TIA, DM, ginjal, hepar, epilepsi, keracunan/
ketergantungan obat, alkohol, dll.
Keluhan sebelum koma: nyeri kepala, pusing, mual, muntah,
kejang, melihat ganda (diplopia), mono/hemi/tetra- parese,
dll.
Obat yang diminum sebelumnya: anti depresan, tranquilizer,
oral anti- diabetik, anti koagulan, inj. Insulin, morfin, dll.
Apakah terdapat sisa obat: dalam mulut, guzi, lidah, celah
gigi, baju, sprei untuk keperluan laboratorium.
Terjadinya koma: mendadak, gradual, disertai kejang,
teriakan karena: sakit, takut, gelisah, dll.
Apakah ada inkontinensia urine et alvi .
Apakah ada surat perpisahan.

PERIKSAAN FISIK
UMUM.

Tanda-tanda vital:
Tensi:

respon refleks terhadap TIK


refleks) atau iskemia batang otak.
syok, sepsis atau infark jantung.

Nadi:

Hipertensi:
(Cushing
Hipotensi:

Bradikardia: kompresi batang otak, herniasi


transtentorial.

Suhu tubuh:

Hipotermia: overdosis obat.


Hipertermia:
meningitis.

PERIKSAAN FISIK
UMUM.
Respirasi:
Pola pernapasan dapat membantu mengetahui letak lesi.
Cheyne-Stokes: Pola: apneu napas dangkal napas
cepat apneu.
Lesi: pada hemisfer bilateral, bagian atas batang otak.
Hiperventilasi neurogen sentral (Central Neurogenic
Hyperventilation) = Kusmaul:
Pola: napas cepat dan dalam.
Lesi: tegmentum batang otak (mesensefalon pons).
Apnestik (apneustic breathing) / klaster (cluster
breathing):
Pola: Inspirasi dalam ekspirasi apneu (2-3 detik)
Lesi: pons.
Ataksik = ataxic = Biot (ireguler):
Pola: Pernapasan dangkal, cepat dan tidak teratur.
Lesi: formasio retikularis dorso medial medula oblongata

PERIKSAAN FISIK
UMUM.

PERIKSAAN FISIK
UMUM.

Pemeriksaan fisik tambahan penderita


koma

Bau nafas:
foetor breath hepatic, fruity smell
(ketoasidosis), aseton, urino smell (amoniak),
alkohol, dll.

Kulit:
ikterus, sianosis, pucat (anemis), bekas
suntik, luka
tusuk, sayat, tembus peluru,
hematom, penonjolan,
hematom dll.

Turgor kulit: dehidrasi.

Darah/ liquor keluar: mulut, hidung, telinga.

PEMERIKSAAN KHUSUS
NEUROLOGIS
1. Observasi umum.
2. Pemeriksaan tingkat kesadaran.
3. Periksaan pupil dan bola mata.
4. Refleks batang otak (sefalik)
5. Pemeriksaan motorik (fungsi traktus
piramidalis).

1. Observasi
umum.

Bila terdapat gerakan otomatisasi al: menelan,


membasahi bibir, menguap hal ini menunjukkan
fungsi nukleus batang otak masih baik dan
mempunyai prognosis relatif baik.
Kejang mioklonik multifokal berulang kali
menunjukkan adanya gangguan metabolisme sel
hemisfer.
Lengan dan tungkai dalam posisi fleksi
menunjukkan lesi di hemisfer.
Ke2 lengan dan tungkai dalam keadaan ekstensi
atau disebut decerebrate rigidity berarti
prognosis jelek.

2. Pemeriksaan tingkat
kesadaran.
Vinken & Bruyn 1969:

Subkoma:
Dengan menusuk jarum, penderita berteriak (memanggil
nama) dapat membuka mata dan mengeluarkan suara-suara
yang tak dapat dimengerti.

Koma:
Dengan rangsangan apapun, reaksi motorik (-), namun refleks
tendon, kulit dan kornea (+)

Koma dalam:
Reaksi motorik, semua refleks (-) dan terdapat insufisiensi
fungsi vital.

Mati otak:
Pernafasan dipertahankan secara artifisial dan obat-obatan.

2. Pemeriksaan tingkat
kesadaran.
Plum & Posner 1966:

Alert/ wake fullness/ komposmentis:


Keadaan normal dengan reaksi wajar, segera dan penuh.

Lethargy/ letargi:
Ngantuk, kurang aktif dan indiferen terhadap reaksi,
rangsang lambat dan tak sempurna. Diperlukan rangsangan
lebih kuat untuk mendapat respons.

Obtundasi:
Lebih berat dari letargi. Dengan rangsang kuat masih dapat
dibangunkan.

Koma:
Dengan rangsang sangat kuat, tidak ada reaksi fisiologik dan
motorik.

2. Pemeriksaan tingkat
kesadaran.
Kedua pembagian penurunan tingkat kesadaran
tersebut diatas sangat subyektif dan kwalitatif.
Untuk memonitor/ follow up penderita dengan
gangguan kesadaran harus obyektif dan
kwantitatif sehingga dipakai Glasgow Coma
Scale (GCS) yang direkomendasi oleh Jennet
1974 dan Teasdale 1977 berdasarkan 3 penilaian
atas respon/ tanggapan dari RS di Glasgow serta
univ. Erasmus di Rotterdam dan Groningen.
Bila merangsang penderita dengan nyeri maka ada
3 cara yaitu: menekan pada jaringan dibawah
kuku, menekan suprorbita dan menekan
sternum.

2. Pemeriksaan tingkat
kesadaran.
1.

Membuka mata (Eye opening)

2.

Spontan.......................4
Perintah.......................3
Rangsang nyeri...........2
Tidak ada reaksi.........1

Kemampuan bicara (Best verbal


response)

3.

Orientasi baik.............5
Kebingungan..............4
Ucapan kata salah......3
Kata tak dimengerti....2
Tak ada suara..............1

Aktivitas motorik (Best motor


response)

Perintah.......................6
Menunjuk lokasi.........5
Abduksi.......................4
Fleksi...........................3
Ekstensi.......................2
Tak ada gerakan..........1

Penilaian
E+M+V = 15
Normal
E+M+V = 3
koma dalam
E+M+V = 7 koma
(+)
E+M+V = 9
koma (-)
GCS.
Mudah digunakan.
Dapat dilakukan oleh:
dokter & perawat.
Dapat dipercaya.

3. Pemeriksaan
pupil

Yang penting adalah ukurannya bila melebar (midriasis) dan


bila mengecil (miosis) kemudian bandingkan kiri dan kanan.
Harus diingat stimulasi saraf simpatis midriasis dan
stimulasi saraf para-simpatis miosis.

Obat-obat yang dapat menyebabkan miosis stimulator


parasimpatis (heroin, bromida, physostigmine, neostigmine,
pilocarpine, nicotine) atau inhibitor simpatis ( guanethedine,
reserpine, - methyldopa, priscolin)

Obat-obat yang mengakibatkan midriasis inhibitor


parasimpatis (atropin, scopolamine, tofranil, sinequan,
benadryl, toksin Botulinum) atau stimulator simpatis
(cocaine, ephedrine, adrenaline, neosynepherine, tyramine)

Bila ref. Kornea dan gerakan bola mata ekstraokuler (-) tapi
ref. Pupil normal gangguan metabolik (hipoglikemia) atau
intoksikasi (barbiturat).

3. Pemeriksaan
pupil

Sindroma Horner:
pupil miosis, enoftalmus, ptosis dan anhidrosis.
Tanda lesi pada sistem simpatis.

Batang otak: Tumor intrinsik (glioma); lesi vaskuler;


seringobulbi.
Med.Spinalis cervicalis: Tumor intrinsik (glioma); seringomyeli.
Fossa media: Tumor, granuloma.
a.carotis interna: trauma dan atau oklusi.
Trunkus simpatis servicalis: Ca apex paru, Sindroma Pancoast
tumor.

Gangguan N. III.: pupil midriasis, ref.cahaya (-). Tanda


dini akan terjadi herniasi tentorial prognosis jelek.

3. Pemeriksaan
pupil
INTERPRETASI PEMERIKSAAN PUPIL
Ukuran Pupil

Refleks Cahaya

Interpretasi

Dilatasi unilateral

Lambat atau
negatif

Paresis N.III. akibat kompresi sekunder


herniasi tentorial.

Dilatasi bilateral

Lambat atau
negatif

Perfusi otak tidak cukup. Paresis N.III


bilateral.

Dilatasi unilateral/ Reaksi menyilang


ekual
(Marcus-Gunn)

Lesi pada N.II parsial.

Konstriksi
bilateral

Sulit dinilai

Obat (opiat), ensefalopati metabolik,


lesi di pons.

Konstriksi
unilateral

Positif

Lesi pada saraf simpatis: mis cedera


sarung karotis.

3. Pemeriksaan gerakan
bola mata

Deviation conyungee (deviasi konjugat):


Gerakan konyugat adalah gerakan kedua BM kearah
yang sama pada garis horizontal secara sinkron.

Jika deviasi konjugat kearah anggota gerak yang


mengalami kejang Lesi daerah frontal kontralateral dari
arah deviasi mata.
Jika deviasi konjugat berlawanan dengan sisi tubuh yang
paresis lesi paralitik di hemisfer ipsilateral dari arah
deviasi mata.
Jika deviasi konjugat kearah sisi tubuh yang paresis lesi
di pons kontralateral dari arah deviasi mata. Atau lesi di
hemisfer kontralateral yang bersifat iritatif.

Lesi di putamen:
besar dan bentuk pupil normal, ref. Cahaya (+).

3. Pemeriksaan gerakan
bola mata

Lesi di talamus:
Kedua BM melihat hidung, tak dapat melihat keatas,
pupil miosis, ref. Cahaya (-) sering disertai distonia
postur dan hemianastesia.

Lesi dipons:
Kedua BM di tengah.
Bila kepala digerakkan kesamping tidak diikuti oleh
gerakan BM kesamping.
Keadaan ini disebut Dolls eye manuver abnormal. Pupil
pin point dan ref.cahaya (+).

Lesi diserebelum:
BM sulit melihat kesamping (paresis kearah lateral),
kearah fokus.
Sering disebabkan oleh perdarahan gangguan N.VI;
TIK ; pupil normal dan ref. Cahaya (+)

4. Refleks batang otak


(sefalik)

Di batang otak banyak nukleus nervus kranialis, setiap


nukleus mempunyai refleks terten tu sehingga dapat
diketahui letak lesi dan menentukan diagnosis.
Ref. Pupil: Bila (-) lesi setinggi mesensefalon.
Dolls eye manuver: Bila (+) lesi setinggi pons/ lesi
unilateral batang otak. Lihat gambar 3
Ref. Okulo-auditorik: telinga dirangsang dengan suara keras,
bila mata menutup (auditory blik refleks) lesi di pons.
Ref. Okulo-vestibuler/ tes kalori: Meatus akustikus eksterna
dirangsang dengan air panas (44C) maka nystagmus kearah
telinga yang dirangsang. Bila refleks ini (-) lesi di pons.
Lihat gambar 4.
Ref. Kornea: kornea dirangsang dengan kapas yang sudah
dipelintir maka kelopak mata menutup. Bila refleks ini (-)
lesi di pons.
Ref. Muntah/ gag: dinding faring posterior dirangsang
dengan spatel yang dibungkus. Bila refleks ini (-) lesi di
medula oblongata.

4. Refleks batang
otak

4. Refleks batang
otak
SKORING BATANG OTAK PITTSBURG
Sebagai skor tambahan pada GCS.
1. Refleks bulu mata
Ya
=
2
Tidak
=
1
2. Refleks kornea
Ya
=
2
Tidak
=
1
3. Refleks mata boneka/ tes kalori.
Ya
=
5
Tidak
=
1
4. Pupil kanan: reaksi terhadap cahaya
Ya
=
2
Tidak
=
1
5. Pupil kiri: reaksi terhadap cahaya
Ya
=
2
Tidak
=
1
6. Refleks muntah atau batuk
Ya
=
2
Tidak
=
1

Total PBSS:
Baik: 15.
Buruk: 6.

5. Pemeriksaan
Motorik

Flaksid dan arefleks: lesi batang otak terutama fase


terminal.

Respons dekortikasi/ fleksor: lesi hemisfer (depresi


metabolik sel otak).

Respon decerebrate/ ekstensor:

Lesi destruksi pons superior dan medial. Dapat juga


terjadi pada gangguan metabolik yang reversibel.

Konvulsi fokal: lesi kortikal (hipoglikemia atau


intoksikasi).

5. Pemeriksaan
Motorik

PEMERIKSAAN
PENUNJANG

Laboratorium:

Kadar gula darah sewaktu, fungsi ginjal, fungsi


hati dan elektrolit darah.

Funduscopi
Lumbal puksi: bila tak ada papil edema
EKG
EEG.
Radiologik:

Foto Kepala.
Foto Thorak.
CT. Scan kepala.
MRI
Angiografi

PERBEDAAN KOMA DIENSEFALIK


DAN KOMA BIHEMISFERIK
Pemeriksaan

Koma Diensefik

Koma bihemisferik

Tekanan darah

Meningkat

Menurun

Respirasi

Ataksik

Regular atau pola ritmik

Suhu badan

Meningkat

Normal atau menurun

Pupil

Asimetris

Normal, biasanya reaktif, bila


terjadi penekanan batang otak

Ref.okulosefalik/
okulovestibuler

Asimetris atau (-)

Biasanya normal

Postur tubuh

Asimetris

Simetris

Fundus kopi

Papiledema

Biasanya normal

Refleks

Asimetris

Simetris

Rangsang menings

(+) atau normal

Normal

Myoklonus

Jarang

Sering

PENATALAKSANAA
N
UMUM.

Basic life support yaitu dengan 5 B/ 6 B, Dengan prinsip


tindakan segera/ cepat, tepat dan akurat.

Breathing.

Bebaskan jalan napas: bila perlu intubasi dengan endotrakeal


tube, trakeostomi, bersihkan jalan napas. Pemberian oksigen.
Pastikan penderita dapat bernapas spontan.

Brain.
Pastikankan perfusi otak baik dengan cara:
Perhatikan tekanan darah , jangan rendah sebaiknya
moderat hyper- tension
untuk menjamin cerbral
bood flow yang mengandung cukup O2 dan glukosa untuk
metabolime sel otak yang baik.
Nadi bradikardia tanda TIK pada trauma kepala.

Atasi edema otak dan hentikan bila ada kejang


Blood
Kadar: PO2 atau PCO2 darah.
Elektrolit serum
Kimia darah: GDS, fungsi hati, fungsi ginjal
pH darah.
Kebutuhan cairan

PENATALAKSANAA
N

Bladder
Pemasangan foley kateter intermiten.
Tampung volume urine 24 jam (hitung keseimbangan cairan)

Bowel (Gastro-intestinal)
Pemasangan NGT (nasogastrik-tube) untuk menjamin
intake cairan/
kalori dan vitamin.
Defikasi harus teratur, Lavamen/klisma bila ada obstipasi.

Bed positioning/ mobilisasi


Posisi lateral kanan lateral kiri terlentang masing selama 2
jam untuk mencegah dekubitus, pneumonia ortostatik, dsb.

KHUSUS.

Pengobatan kearah etiologi/ kausa

Anda mungkin juga menyukai