Anda di halaman 1dari 13

Drug Safety in Pregnancy

Disusun oleh :

Ovysta Darsono
1543050025
Shinta Putri Larasati
1543050042
Adilah Salamatunnisa 1543050043
Ayu Pravita
1543050057
Cahyani Susi Wigiyanti1543050059
Widayanti Ayuningtias 1543050094

Kehamilan merupakan kondisi dimana


seorang wanita memiliki janin yang sedang
tumbuh di dalam rahim. Kesehatan ibu
hamil adalah persyaratan penting untuk
fungsi optimal dan perkembangan kedua
bagian unit tersebut. Penggunaan obat yang
dapat menembus plasenta akan memberikan
efek negatif pada sistem perkembangan
tubuh dari janin (Briggs et al., 2002).

Penggunaan obat-obatan
selama masa kehamilan
biasanya digunakan untuk mengatasi penyakit-penyakit
kronis seperti diabetes, tuberculosis, penyakit jantung,
hipertensi, HIV/AIDS, epilepsi dan lain sebagainya.
Selain itu, ada pula obat-obatan yang memang
diindikasikan khusus untuk mengatasi keluhan-keluhan
yang terjadi selama kehamilan, seperti mual-muntah,
nyeri, konstipasi, dan sebagainya.
Pada kasus penggunaan obat-obatan selama kehamilan,
selain mempertimbangkan farmakokinetika ibu hamil,
perlu juga dipertimbangkan sifat fisiko-kimia obat,
terutama kemampuannya dalam menembus sawar
plasenta karena plasenta merupakan perlindungan utama
janin dari efek samping obat. Sebagai contoh, adalah
bentuk obat bebas dan obat terikat protein.

Kehamilan merupakan suatu kondisi khusus dimana


terdapat perubahan fisiologis yang melibatkan organorgan tubuh termasuk hati. Penyakit hati dapat
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
baik pada ibu hamil maupun bayinya.
Pada panduan mengenai hepatitis autoimun yang
dikeluarkan oleh EASL ataupun AASLD menekankan
bahwa kehamilan pada wanita dengan AIH aman baik
bagi ibu maupun bayi.
Azathioprine meskipun merupakan obat dengan
kategori kehamilan D namun dari beberapa penelitian
terdahulu didapatkan pemberian azathioprine tidak
berhubungan dengan keguguran ataupun komplikasi
kehamilan lainnya sehingga tetap boleh diberikan
pada wanita hamil.

Infeksi malaria pada kehamilan sangat merugikan baik


bagi ibu dan janin yang dikandungnya, karena infeksi
ini dapat meningkatkan kejadian morbiditas dan
mortalitas ibu maupun janin.
Pada ibu menyebabkan anemia, malaria serebral, edema
paru, gagal ginjal bahkan dapat menyebabkan kematian.
Pada janin menyebabkan abortus, persalinan prematur,
berat badan lahir rendah, dan kematian janin.
hal ini disebabkan oleh adanya perubahan sistim
imunitas ibu selama kehamilan, baik imunitas seluler
maupun imunitas humoral, serta diduga juga sebagai
akibat peningkatan horman kortisol pada wanita selama
kehamilan.

Pengaruh TBC pada kehamilan


Pengaruh TBC pada kehamilan tergantung dari
beberapa faktor antara lain: lokasi penyakit (intra
atau ekstrapulmonal), usia kehamilan, status gizi
ibu dan ada tidaknya penyakit penyerta.
Jika pemberian OAT dimulai pada awal kehamilan
akan memberikan hasil yang sama seperti pasien
yang tidak hamil, tetapi bila diagnosis dan
penanganan terlambat terjadi peningkatan angka
morbiditas bayi 4 kali lipat dan peningkatan
kelahiran preterm sebesar 9 kali lipat.

Efek samping utama dari penggunaan obat ini


adalah hepatitis, juga dapat terjadi nyeri sendi
dan kadang-kadang dapat menyebabkan
serangan arthritis gout yang kemungkinan
disebabkan berkurangnya ekskresi dan
penimbunan asam urat. Pemberian intermiten
dapat mengurangi kejadian tersebut.
Streptomisin melewati plasenta dengan cepat
sampai ke sirkulasi janin dan cairan amnion
serta mencapai kadar kurang dari 50%
dibandingkan kadar ibu.

Vaksinasi adalah cara terbaik untuk memberikan kekebalan


bagi manusia. Pemberian vaksin selama kehamilan harus
mempertimbangkan
risiko
dari
vaksinasi
dengan
keuntungan perlindungan pada situasi tertentu, walaupun
vaksin aktif atau tidak aktif yang digunakan.
Ada tiga macam vaksinasi selama kehamilan yaitu yang
direkomendasikan aman, tidak direkomendasikan selama
kehamilan dan rekomendasi khusus.
Tetanus Toksoid rutin direkomendasikan bagi wanita hamil,
belum ada bukti nyata yang menyatakan bahwa vaksin TT
teratogenik. Pemberiannya pada trimester kedua dalam
kehamilan. Wanita hamil yang tidak mendapatkan vaksin
TT dalam waktu 10 tahun terakhir sebaiknya di booster.
Wanita hamil yang tidak diimunisasi atau tidak lengkap
sebaiknya melengkapi imunisasi dasar.

Penggunaan antibiotika pada kehamilan bisa


dengan tujuan terapi ataupun profilaksis.
Untuk tujuan terapi sering dipakai pada kasus kehamilan
dengan tanda klinis adanya infeksi baik lokal maupun sistemik
kehamilan yang disertai dengan penyakit infeksi sistemik
misalnya typhoid, tuberkulose dan lain sebagainya.
Sedangkan infeksi lokal misalnya adanya tanda infeksi
genetalia, vaginosis bakteri, infeksi jamur atau infeksi
intrauterin sebagai akibat suatu persalinan yang lama (partus
kasep) akan tetapi bisa juga pada kasus dengan tanda
persalinan preterm yang membakat yang diduga disebabkan
oleh infeksi genetalia.
untuk tujuan profilaksis sering digunakan pada kasus
kehamilan dengan kelainan katub jantung, ketuban pecah dini.
perdarahan pada kehamilan dan eklamsia.

Dalam hal ini harus dipertimbangkan usia hamil


saat mendapatkan antibiotika, oleh karena pada
fase embrio (2-8 minggu) barier plasenta ini
sangat lemah (masa kritis) dan meningkat
sampai pada puncaknya pada waktu janin usia
21-28 minggu, setelah itu akan menurun lagi
sampai aterm.

Berbagai macam penyakit yang terdapat ibu hamil,


seperti malaria, hipertensi, hepatitis, hiperteroid, TBC,
penyakit jantung dan penyakit lainnya perlu
diperhatikan dengan baik agar penyakit tersebut tidak
menyebabkan kematian pada ibu hamil dan janin yang
dikandungnya.
Penggunaan obat juga harus diperhatikan selama
kehamilan contohnya antibiotik. Pada antibiotik perlu
dipertimbangkan risikonya terhadap kesehatan ibu
maupun hasil konsepsi didalam rahim.
Tidak hanya penggunaan obat yang harus
diperhatikan, senam juga dapat meningkatkan durasi
tidur ibu hamil sehingga dapat mengurangi tingkat
stress pada ibu hamil.

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai