Keragaman Model
Penentuan Awal Bulan di Indonesia
1. Penentuan dengan Rukyah
a. Rukyah dengan persyaratan imkan al-rukyah
b. Rukyah tanpa persyaratan imkan al-rukyah
2. Penentuan dengan Hisab
a. Hisab dengan kriteria wujudul hilal
b. Hisab dengan kriteria imkan al-rukyah
3. Mengikuti pemerintah Saudi Arabia
4. Penentuan model Thariqat Naqshabandiah di
Padang, An-Nadzir di Sulsel, Aboge di Banyumas
dll
Perkembangan Kriteria
di Muhammadiyah
Muhammadiyah memutuskan penggunaan
hisab sebagai metode penetapan awal bulan
baik Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah
Sejak tahun 1927 Muhammadiyah
menggunakan kriteria imkn al-ru`yah.
Tahun 1937, Muhammadiyah merubah
kriteria dari imkan al-ru'yat ke kriteria ijtima
qobla al-ghurub.
Sejak tahun 1969 hingga sekarang
Muhammadiyah meninggalkan kriteria qabl
al-ghurb, menjadi wujd al-hill.
Ijtim'
ijtim' (konjungsi atau batas dan tanda usia bulan
berakhir), yakni saat di mana antara Matahari,
Bulan dan Bumi mempunyai bujur langit yang
sama.
Inilah yang menjadi dalil Muhammadiyah dengan
wujd al-hill-nya bahwa ketinggian hilal itu tidak
menjadi masalah berapapun tingginya. Yang
penting hilal sudah wujud walau dalam ukuran
yang masih sangat kecil (urjunil qadim). Tidak
seperti metode imkn al-ru`yah yang
mensyaratkan ketinggian tertentu hilal sehingga
mungkin terlihat oleh mata telanjang.
Kerugian Hak-Hak
Konstitusional
Umat Islam yang ber-ied al-Fithri dan ber-ied al-Adha
di hari yang berbeda dengan hari yang ditetapkan
oleh pemerintah, mendapatkan kerugian
konstitusional seperti;
- dilarang menggunakan fasilitas pemerintah
- mendapatkan intimidasi
- tidak mendapatkan ketenangan dan kenyamanan
beribadah sebagaimana dijamin secara
konstitusional oleh UUD 45 pasal UUD 1945 tahun
2000, pasal 28E tentang Hak Asasi Manusia dan pasal 29
ayat 2 tentang jaminan mendapatkan kemerdekaan
beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu
Penyebab Kerugian
Hak-Hak Konstitusional
Ketidak tepatan sebagian pejabat
dalam memahami hasil sidang itsbat
dan perundangan yang ada terutama
yang terkait dengan hak-hak
konstitusional warga dalam masalah
kemerdekaan dalam beribadah
Rendahnya sikap mental hidup dalam
keberagaman
Belum ada kriteria yang disepakati
Acuan Solusi
1. UUD 1945 tahun 2000, pasal 28E tentang Hak Asasi Manusia hasil amendemen
menegaskan,(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya
2. UUD 1945 pasal 28J yang menegaskan: (1) Setiap orang wajib
menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, (2) Dalam menjalankan
hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
3. UUD 45 Pasal 29 ayat (2) menegaskan, Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya
4. Fatwa MUI 2004 yang dipadukan dengan amanat UUD 45, terutama pasal-pasal
di atas
5. Kemaslahatan bersama
Opsi-Opsi
1. Merumuskan kriteria penentuan awal bulan Ramadhan
dan Syawal yang disepakati seperti yang diminta
dalam fatwa MUI tahun 2004
2. Selama kriteria awal bulan Ramadhan dan Syawal yang
disepakati belum ditemukan, dalam ketetapan
pemerintah mengenai hari raya, perlu ada penegasan
bahwa pemerintah menjamin keamanan dan
kenyamanan umat Islam yang berlebaran di hari yang
berbeda dengan hari yang ditetapkan oleh pemerintah
3. Pemerintah tidak menetapkan hari berlebaran. Yang
ditetapkan oleh pemerintah adalah hari libur terkait
dengan hari lebaran