Sebelumnya
/
Berikutnya
By Maximillian / Maret 16, 2008 / Supply Chain / 27 komentar
Menilik dari sejarahnya, sebenarnya industri farmasi kita berasal dari berkembangnya Pedagang Besar Farmasi (
PBF ) dan Importir di masa lalu. Jadi, kalau kita menyaksikan industri farmasi yang memiliki fasilitas manufaktur
seperti sekarang ini, sebenarnya hal itu baru berkembang sekitar tahun 1970-an.
Ketidakseimbangan ini semakin mendorong tidak efisiennya biaya operasional pendistribusian obat. Kecilnya
volume yang didistribusikan oleh satu PBF, bukan saja tidak efisien, juga tidak ekonomis, sehingga tidak dapat
bersaing secara baik. Dampaknya, obat-obat yang telah diproduksi mengikuti CPOB (cara pembuatan obat yang
baik) tidak dapat disimpan dan didistribusikan dengan baik. Begitu juga kualitas obatnya pun tidak lagi terjamin
oleh distributor, karena PBF tersebut tidak sanggup melaksanakan GDP (good distribution practice).
Berdasarkan regulasi pemerintah, setiap pabrik obat dalam mendistribusikan produk obatnya harus
menggunakan jalur PBF. Saat ini jumlahnya sudah mencapai 2.250 distributor. Sedang jumlah retailer-nya:
sekitar 5.695 apotek dan 5.513 toko obat besar dan kecil.
Perusahaan-perusahaan distributor dari negara- negara maju, yang memang telah terdukung oleh aplikasi TI,
mereka dapat lebih efisien. Selain itu, skala ekonomisnya sangat baik terpenuhi, karena volumenya sangat
besar, sehingga meski mendapatkan margin penjualan yang tipis, yakni antara 3-4% dari penjualan, hal itu
masih sangat menguntungkan.Di Indonesia rata-rata besar marginnya masih antara 11-12% dan tergantung
pada beberapa faktor lainnya, sehingga dalam konteks ini kemampuan distributor nasional untuk bersaing
semakin kecil alias tak mampu bersaing dengan baik.Pada tahun 2003, pasar produk-produk farmasi
diperkirakan tumbuh sekitar 20%, namun daya beli masyarakat sudah sangat menurun. Produk obat-obatan
yang selama ini diproduksi oleh 196 pabrik obat, 4 di antaranya merupakan 4 BUMN, 31 perusahaan PMA, dan
sisanya adalah PMDN.
Hanya saja, 31 pabrik obat yang berstatus PMA ini tak kurang menguasai sekitar 50% pangsa pasar farmasi
nasional. Hal ini masih ditambah lagi dengan terjadinya merjer dan akuisisi sejumlah pemain regional dan
global, sehingga semakin menyulitkan perusahaan-perusahaan lokal untuk bersaing di pasar yang diperkirakan
sebesar 17 triliun rupiah itu. Belum lagi, kalangan pabrik
obat nasional pun masih besar ketergantungannya
terhadap impor bahan baku obat mancanegara, yang
berarti semakin meningkatkan tekanan terhadap pabrik
obat dalam upaya menyediakan obat-obatan yang
terjangkau.
Pada sisi pandang masyarakat luas ( konsumen), Konsumen obat di Indonesia selama ini tidak pernah
mendapat informasi jelas mengenai harga obat. Pasien selalu hanya menerima secarik kertas resep dari dokter
yang tulisannya tak terbaca kemudian harus menukarkannya dengan obat di apotek dan diharuskan
membayar sejumlah uang. Tidak pernah ada perincian harga obat dengan jelas. Dari satu apotik ke apotik lain,
harga obat bisa berubah-ubah. Maka tak heran kalau banyak yang lari ke pasar obat bebas alasannya, di sana
lebih murah.
Obat dalam pandangan masyarakat merupakan suatu produk sosial yang harus berharga murah dan pihak
industri tidak boleh mengambil untung terlalu banyak. Namun apa mau dikata, pada kenyataannya di
Indonesia, obat justru suatu produk yang kadang hanya bisa dijangkau oleh lapisan tertentu. Kalaupun ada obat
yang murah meriah terbukti tidak semujarab obat yang berharga mahal. Penyakit-penyakit berbahaya yang
butuh penanganan khusus seperti kanker justru memerlukan obat impor yang harganya mahal.
India, kendati tergolong negara berkembang sama seperti Indonesia, terdapat sekira 13.000 pabrik farmasi
yang mendapat subsidi pemerintah sebanyak 30-40 persen. Jumlah pabrik obat di Indonesia hanya sekira 196
buah, termasuk empat perusahaan milik negara dan 34 perusahaan asing (PMA), sedangkan sisanya
merupakan perusahaan swasta lokal.
Pengumpulan data. Data diambil dari basis lapangan ( sales, saluran pemasaran, pemasok, riset
pemasaran perusahaan, asosiasi perdagangan), dari orang yang melakukan bisnis dengan
kompetitor, dan dari data yang dipublikasikan. Internet adalah senjata baru yang sangat ampuh
dalam pengumpulan data intelijen perusahaan.
Evaluasi dan analisa data. Pengukuran untuk validitas, tingkat kepercayaan. Interpretasi, dan organisasi
Pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Dengan sistem yang baik, manajer perusahaan
akan menerima informasi tentang kompetitor via email, telephone, buletin, koran, dan laporan.
Manajer dapat menghubungi intelijen perusahaan jika mereka ingin tahu kekuatan dan
kelemahan kompetitor serta berdiskusi untuk menentukan arah perusahaan
Mendesain strategi kompetisi adalah cara terbaik untuk mengetahui dan menempatkan level
perusahaan, apakah : pemimpin pasar ( market leader), penantang ( challenger ), pengikut ( follower),
atau sisa ( niche ).
Strategi Pemimpin Pasar ( market leader). Untuk produk farmasi yang telah menjadi pemimpin pasar,
maka perusahan akan menghadapi tiga hal secara bersamaan yaitu : Mencari cara untuk terus
meningkatkan permintaan market, kedua, perusahaan harus mampu mempertahankan bagian
pasar ( market share) dan ekspansi ke market lain, dan ketiga, perusahan harus mampu
meningkatkan pembagian pasar walaupun pangsa pasar tetap.
Strategi Penantang ( challenger). Ada dua hal yang harus diperhatikan oleh penantang, yaitu pertama,
mendefinisikan strategi pemasaran dan sasaran lawan, bisa dengan menyerang market leader,
menyerang perusahaan selevel yang memiliki kesulitan keuangan, atau menyerang perusahaan
lokal- regional yang kecil. Kedua, pilih pola penyerangan apakah frontal, pengepungan, potong
jalur, atau sporadis.
Strategi Pengikut ( follower). Kebanyakan produk farmasi adalah hasil copy. Namun bukan berarti tanpa
inovasi, follower harus mengetahui cara mempertahankan konsumen lama dan memenangkan
pembagian pasar (market sharei) yang adil. Follower harus mampu menurunkan biaya
manufaktur dengan tetap mempertahan kualitas terbaik dari produk.
Strategi Sisa ( niche). Strateginya adalah dengan menjadi pemimpin di pasar yang lebih kecil (small
market leader). Kunci penting dari strategi ini adalah menjadi produk spesifik dan spesialis.
Khusus untuk pengaturan rantai pasok ( Supply Chain Management), teknologi informasi (TI ) sangat
direkomendasikan. Persoalannya tak hanya menyangkut daya saing, melainkan bagaimana perusahaan dapat
mengelola sistem pendistribusiannya dengan efisien dan efektif. Selain itu, penerapan TI akan berdampak
pada meningkatnya kemampuan manajemen dalam mengambil berbagai keputusan strategis karena
berdasarkan data dan informasi yang akurat dan riil, yang dapat tersaji secara lebih lengkap, bervariasi dan
lebih cepat.
Penerapan TI di suatu perusahaan distributor obat, juga dapat sekaligus memantau peredaran dan
kemungkinan mengurangi beredarnya obat-obat palsu, karena setiap migrasi obat akan terpantau dengan baik
dan, bahkan, dalam hal-hal tertentu, secara real-time. Kemampuan bersaing juga ditentukan oleh dimilikinya
struktur SDM yang handal, dan mampu mengoptimalkan pemanfaatan TI yang sudah dimiliki. Karena pada
dasarnya, para distributor asing yang memasuki pasar Indonesia setidaknya membawa tiga faktor penting,
yakni teknologi informasi yang canggih, dukungan keuangan yang kuat, dan penawaran margin yang rendah.
https://bisnisfarmasi.wordpress.com/2008/03/16/strategi-marketing-obat-a-little-bit-of-writer
%E2%80%99s-stupid-talk/
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pembangunan sarana distribusi sediaan farmasi sebagai salah satu upaya pembangunan
nasional di arahkan guna mencapai terpenuhinya kebutuhan sediaan farmasi yang tepat untuk
setiap masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut di perlukan dukungan sumber daya manusia di
bidang kesehatan termasuk di dalamnya adalah tenaga farmasis.
Pedagang besar farmasi sebagai salah salah satu tempat pengabdian profesi seorang
asisten apoteker merupakan alur terpenting dalam mendistribusikan sediaan farmasi melalui
apotek, rumah sakit atau toko obat ke tangan konsumen. Perbekalan farmasi meliputi obat, bahan
obat,dan alat kesehatan. Obat adalah salah satu bahan atau paduan bahan yang di maksud untuk
di gunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menyembuhkan penyakit atau
gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan. Selain
menyalurkan obat-obatan, Pedagang besar farmasi juga menyalurkan kosmetik. Berdasarkan
permenkes RI NO. 445/Menkes/per/V/1998 yang di maksud dengan kosmetik adalah sediaan
ataun paduan bahan yang siap un tuk di gunakan pada bagian luar badan ( epidermis, rambut, kuku,
bibir,dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik,
mengubah, penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan
tetapi tidak di maksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Dengan demikian sebagai seorang asisten apoteker dirasa perlu membekali diri dengan
pengetahuan mengenai Pedagang Besar Farmasi dan cara pendistribusian obat.
1.Tujuan Umum
Memahami dasar-dasar pendistribusian obat dan sediaan farmasi lainnya di PBF selaku sebagai
Tenaga Teknis Kefarmasian sehingga mampu berperan sebagai mitra kerja tenaga kesehatan yang
siap pakai.
Mampu memahami proses pengelolaan obat dan pendistribusian sesuai dengan peraturan Perundang
Undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
Untuk meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan tentang pengadaan,
penyimpanan, dan pengelolaan distribusi dan pelayanan sediaan farmasi dan alat kesehatan di
Pedagang Besar Farmasi.
2.Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan atau menambah ilmu pengetahuan dalam hal mengelola obat, perbekalan
farmasi dan pemasarannya.
Meningkatkan pengetahuan tentang ruang lingkup tanggung jawab sebagai Tenaga Teknis
Kefarmasian dibidang kefarmasian di PBF, APOTEK.
Information, yaitu mengumpulkan informasi penting tentang konsumen dan pesaing untuk
merencanakan dan membantu pertukaran.
Promotion, yaitu pengembangan dan penyebaran komunikasi persuasif tentang produk yang
ditawarkan.
Negotiation, yaitu mencoba untuk menyepakati harga dan syarat-syarat lain, sehingga
memungkinkan perpindahan hak pemilikan.
Ordering, yaitu pihak distributor memesan barang kepada perusahaan.
Payment, yaitu pembeli membayar tagihan kepada penjual melalui bank atau lembaga keuangan
lainnya.
Title, yaitu perpindahan kepemilikan barang dari suatu organisasi atau orang kepada
organisasi / orang lain.
Physical Possesion, yaitu mengangkut dan menyimpan barang-barang dari bahan mentah hingga
barang jadi dan akhirnya sampai ke konsumen akhir.
Financing, yaitu meminta dan memanfaatkan dana untuk biaya-biaya dalam pekerjaan saluran
distribusi.
Risk Taking, yaitu menanggung resiko sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan saluran
distribusi.
Dalam dunia farmasi, segala tindak tanduk yang dilakukan selalu diatur oleh Undang
Undang.Kenapa?Karena farmasi bekerja dalam sektor yang tanggung jawabnya sangat besar yakni
keberlangsungan hidup seseorang.Suatu waktu obat bisa menjadi sesuatu yang menyembuhkan,
namun juga bisa menjadi racun bagi konsumennya. Selain Good Distribution Practice yang sering
disingkat GDP ada juga aturan main lain yang mengatur tentang tata cara bekerja di sektor
farmasi misalnya Good Pharmaceutical Practice (GPP) dan Good Manufacturing Practice (GMP).
Jika dibahasa Indonesiakan, GDP disebut juga Cara Distribusi Obat yang Baik. Pedoman ini
disusun oleh Badan POM RI Jakarta.
Ada beberapa tujuan BPOM RI menyusun pedoman ini. Tujuan yang tercantum dalam pedoman
CDOB adalah :
1. Untuk menjamin pemerataan distribusi obat sehingga obat akan tersedia ketika
dibutuhkan
2. Untuk pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat hingga ke pengguna sehingga
penggunaan obat dilakukan dengan tepat dan tidak terjadi penyalahgunaan obat ( Drug
Abuse)
4. Untuk menjamin bahwa obat disimpan dalam tempat yang sesuai dengan yang
disarankan oleh industri selama berada dalam proses transport.
Kenapa CDOB dinilai penting untuk disusun dan diterapkan?Hal ini dikarenakan praktik distribusi
obat dulunya cenderung dilakukan asal-asalan. Obat berbeda dengan komoditi lain. Distribusinya
tidak bisa diperlakukan sama dengan cara distribusi material bangunan atau tekstil. Misalnya
jika suhu tempat penyimpanan obat tidak diatur sebagaimana mestinya, hal ini akan merusak obat.
Banyak kemungkinan yang terjadi karenanya.Salah satunya, stabilitas obat terganggu sehingga
obat menjadi tidak manjur.
Manajemen mutu
Manajemen mutu adalah sistem manajemen yang berorientasi pada mutu produk.Dalam
manajemen mutu ada dua hal yang harus ada di lembaga distribusi obat.Pertama sistem mutu dan
kedua jaminan mutu. Dalam konteks sistem mutu, lembaga distribusi obat harus memiliki struktur
organisasi yang jelas (jadi personil yang bertanggung jawab dalam berbagai bidang dapat terlihat
jelas dari struktur organisasi ini), Standar Prosedur operasional (disusun dan diperbaharui oleh
Apoteker Penanggung Jawab), sistem dokumentasi (bisa secara manual atau terkomputerisasi)
dan sumber daya. Sedangkan pada konteks jaminan mutu, suatu lembaga distribusi harus
membuat sistem yang mengatur langkah sistematis yang menjamin kepercayaan bahwa produk
baik dari segi pelayanan maupun dokumentasinya mendukung kualitas.Jadi ada tuntutan kepada
lembaga distribusi untuk membuat sistem bagaimana caranya agar produk yang mengalir di
mereka terjamin kualitas, keabsahan, keamanan dan kemanjurannya.
Personalia
Singkatnya, dalam aturan tentang personalia ini suatu lembaga distribusi diwajibkan untuk
mempekerjakan orang-orang yang berkompeten di bidangnya.Dengan latar belakang pendidikan
atau pengalaman yang sesuai.Apoteker harus ada sebagai penanggung jawab.Apoteker penanggung
jawab dapat dibantu oleh Apoteker pendamping atau Tenaga Teknis Kefarmasian.Selain itu,
personil yang bekerja di lembaga distribusi ini diharuskan mengikuti pelatihan tentang CDOB
secara periodik untuk meningkatkan kompetensi.
Inspeksi diri
Introspeksi diri kerap dilakukan dalam lembaga-lembaga di farmasi baik di pabrik, lebaga
pelayanan farmasi dan lembaga distribusi.Inspeksi diri dilakukan untuk mengukur kinerja dan
mengetahui apakah sistem yang direncanakan dan dijalankan sudah memenuhi standar.Inspeksi
diri di lembaga distribusi dilakukan minimal setahun sekali.Hal hal yang diinspeksi diantaranya,
personalia, dokumentasi, sistem dokumentasi, bangunan dan peralatan.
Dokumentasi
Dokumentasi dilakuakn dengan tujuan menjamin semua pelaksanaan distribusi berjalan sesuai
dengan panduan mutu dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.Dari sistem dokumentasi
perjalanan distribusi dapat ditelusuri.Jika terjadi penyelewengan sistem, dapat diketahui dari
sini.Dokumen yang dibuat harus disimpan dalam waktu sekurang-kurangnya 5 tahun dari tanggal
pembuatan dokumen.Manfaat nyata yang dapat dirasakan dari sistem dokumentasi ini adalah bila
nanti BPOM atau industri farmasi menyatakan untuk menarik suatu produk dari pasaran, lembaga
distribusi dapat terbantu untuk menelusuri jejak transportasi produk yang dimaksud sehingga
tujuan objek penarikan dapat diketahui hingga ke tingkat konsumen.Setiap PBF (Pedagang Besar
Farmasi) harus melaporkan kegiatannya setiap 3 bulan sekali kepada BPOM.
(Pasal 35)
1. Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau
penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun
pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi
(Pasal 36)
2. Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari
Menteri
(Pasal 37)
3. Narkotika Golongan II (seperti petidin) dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik alami
maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri .
(Pasal 38)
4. Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.
(Pasal 39)
5. Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. (2)
Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari
Menteri
(Pasal 40)
tertentu; dan
d. rumah sakit.
b. apotek;
tertentu;
Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika
kepada:
(Pasal 43)
a. apotek;
b. rumah sakit;
e. dokter.
a. rumah sakit;
c. apotek lainnya;
d. balai pengobatan;
e. dokter; dan
f. pasien.
Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat
menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter dan Penyerahan Narkotika oleh
dokter hanya dapat dilaksanakan untuk:
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan;
atau
Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter hanya
dapat diperoleh di apotek.
.
1) Definisi PBF
Pedagang Besar Farmasi adalah suatu usaha berbentuk badan hukum yang memiliki
izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai
perundang-undangan yang berlaku.
MenurutSK Mentri Kesehatan no:243/MENKES/SK/V/1990 tentang PBF sudah tidak
sesuai lagi dengan keadaan kefarmasian dewasa ini, maka ditetapkan peraturan Kementrian
Kesehatan no:918/MANKES/PER/X/1993 bahwa PBF adalah badan hukum berbentuk persoraan
terbatas atau koperasi yang memiliki izin mengadakan penyimpanan dan penyaluran perbekalan
farmasi dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/ MENKES/
PER/ VI/ 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi yang dimaksud dengan Pedagang Besar Farmasi,
yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin
untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1 ayat 12 yang berbunyi Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan
berbentuk badan hukum yang memilki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan
farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Peraturan tersebut juga memberikan batasan terhadap beberapa hal yang
berkaitan dengan kegiatan Pedagang Besar Farmasi yaitu batasan mengenai :
v Perbekalan Farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan obat dan alat kesehatan.
v Sarana pelayanan kesehatan adalah apotik, rumah sakit, atau unit kesehatan lainnya yang
ditetapkan Mentri Kesehatan, toko obat dan pengecer lainnya.
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat.Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Beberapa hal berkaitan dengan Perizinan PBF dan/ atau PBF cabang adalah:
1. Izin PBF dikeluarkan oleh Dirjen Bidang Pembinaan dan Pengawasan
2. Izin PBF berlaku selama 5 tahun dan boleh diperpanjang
3.PBF boleh membuka cabang yang disebut PBF cabang
4. PBF cabang harus mendapat surat pengakuan dari Ka. Dinkes Provinsi setempat dimana PBF
cabang berada
5.Pengakuan PBF cabang berlaku selama izin PBF cabang berlaku.
Persyaratan Pedagang Besar Farmasi
Pedagang Besar farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Dilakukan oleh badan hukum, perseroan terbatas,Koperasi, Perusahaan nasional, Maupun
perusahaan patungan antara penanam modal asing yang telah memperoleh izin usaha industrial
Farmasi di Indonesia dengan perusahaan nasional.
2. Memiliki nomor wajib pajak ( NPWP)
3. Memiliki izin asisten apoteker yang bekerja penuh
4. Anggota di reksi tidak pernah terlibat pelanggaran ketentuan perundang-undangan di bidang
farmasi.
5. Pedagang besar farmasi / Pedagang Besar farmasi cabang wajib mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan perbekalan farmasi yang memenuhi syarat mutu.
6. PBF wajib melaksanakan pengadaan obat, bahan baku obat dan alkes dari sumber yang sah.
7. Bangunan atau sarana memadai untuk melaksanakan pengadaan , pengelolaan, penyimpanan, dan
penyaluran perbekalan farmasi.
a. Gudang di lengkapi dengan kelengkapan yang dapat menjamin mutu keamanan perbekalan
farmasi yang di simpan.
b. Gudang dan kantor dapat di pisah asal pengawasan intern direksi dan penanggung jawab tetap
efektif
c. PBF wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan dan penyaluran secara tertib
Izin PBF tidak berlaku bila:
1. Masa berlaku izin sudah habis dan tidak diperpanjang
2. PBF sedang dikenai sanksi penghentian sementara kegiatan
3. Izin PBF dicabut
Pengakuan PBF cabang tidak berlaku bila:
1. Masa berlaku izin PBF habis dan tidak diperpanjang
2. PBF cabang sedang dikenai sanki penghentian sementara kegiatan
3.Pengakuan dicabut.
PBF ada 2 macam yaitu PBF obat dan PBF bahan baku obat. Menurut PP no. 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud Fasilitas distribusi adalah sarana yang digunakan
untuk menyalurkan atau mendistribusikan sediaan farmasi dalam rangka perdagangan, bukan
perdagangan atau pemindahtanganan.
Kewajiban PBF dan PBF cabang
( Berkaitan dengan apoteker ) :
1. PBF atau PBF cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab dalam melakukan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat.
2. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang
undangan
3. Apoteker tidak boleh merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF cabang
4.Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF atau PBF cabang harus
melaporkan kepada Dirjen atau KA.Dinkes Provinsi selambat-lambatnya enam hari kerja.
( Berkaitan dengan CDOB)
5.PBF atau PBF cabang dalam melaksanakan Pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat atau
bahan obat harus menerapak CDOB yang ditetapkan oleh Menteri
6. Penerapan CDOB mengikuti pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh kepala badan
7. PBF atau PBF cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh kepala
badan
( Berkaitan dengan dokumentasi)
8. PBF atau PBF cabang wajib mendokumentasikan setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran
obat dan atau bahan obat sesuai pedoman CDOB
9. Dokumentasi boleh dilakukan secara elektronik
10. Dokumentasi harus dapat diperiksa setiap saat oleh petugas
( Berkaitan dengan larangan )
11. PBF atau PBF cabang dilarang menjual obat dan atau bahan obat secara eceran
12. PBF atau PBF canbang dilarang menerima/melayani resep
PBF dan PBF cabang hanya bisa menyalurkan obat kepada:
1. PBF lain
2. PBF cabang lain
3. Fasilitas pelayanan kefarmasian:
- Apotek
- Klinik
- Puskesmas
- Toko obat
- Praktek bersama
- Instalasi Farmasi Rumah sakit
4. Pemerintah, bila pemerintah membutuhkan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku
5.PBF cabang hanya bisa menyalurkan obat dialam batas wilayah provinsi pengakuannya
6. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Untuk PBF bahan baku obat memiliki kewajiban tambahan yaitu:
1. Laboratorium, yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pengujian bahan baku obat sesuai
ketentuan yang ditetapkan dirjen.
2. Gudang khusus tempat penyimpanan
PBF atau PBF cabang menyalurkan obat berdasarkan pesanan yang di apoteker pengelola apotek
atau apoteker penanggung jawab. Dikecualikan untuk pesanan untuk kepentingan lembaga ilmu
pengetahuan, surat pesanan ditandatangani oleh pimpinan lembaga. UNtuk peyaluran obat atau
bahan obat berupa obat keras, surat pesanan harus ditandatangai oleh apoteker penanggung
jawab atau apoteker pengelola apotik. PBF atau PBF cabang yang melakukan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran narkotik harus memiliki izin khusus sesuai peraturan perundang
undangan.PBF atau PBF cabang yang melakukan pegubahan kemasan dari kemasan aslinya atau
pengemasan kembali terhdap kemasan aslinya dari bahan obat wajib melakukan pengujian mutu
dan wajib memiliki ruang pengemasan kembali.
Penyelenggaraan
PBF hanya boleh melakukan pengadaan obat dari industri farmasi atau PBF lain
PBF hanya boleh melakukan pengadaan bahan obat dari industri farmasi atau PBF lain dan atau
melalui importasi. Importasi harus dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
PBF cabang hanya boleh melakukan pengadaan obat dan atau bahan obat dari PBF pusat.
PBF bisa berfungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
Gudang
Gudang dan kantor PBF atau PBF cabang boleh terpisah selama tidak mengurangi efektivitas
pengawasan internal oleh direksi /pengurus dan penanggung jawab, dan gudang tersebut harus
memiliki seorang apoteker penanggung jawab.
PBF boleh melakukan penambahan gudang atau perubahan gudang dengan syarat mendapat
persetujuan dari Dirjen Bidang Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan.Gudang tambahan hanya melaksanakan penyimpanan dan penyaluran sebagai bagian dari
PBF atau PBF cabang.
PBF cabang juga boleh melakukannya bila mendapat persetujuan dari Ka.Dinkes Provinsi
setempat.
Pelaporan
Setiap PBF atau PBF cabang wajib membuat laporan setiap 3 bulan sekali yang ditujukan kepada
dirjen dengan tembusan kepala badan POM, Ka. Dinkes Provinsi, Kepala Balai POM.
Kecuali untuk PBF atau PBF cabang yang menyalurkan Narkotika dan psikotropika wajib membuat
laporan bulanan penyaluran Narkotika dan Psikotropika sesuai peraturan perundang-undangan
Pembinaan
1. Pemerintah, Pemda, atau Pemkot melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang
berhubungan dengan peredaran obat dan bahan obat.
2. Pembinaan bertujuan untuk:
- Menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat atau bahan obat untuk upaya
kesehatan
- Melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat atau bahan obat yang tidak tepat, atau
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat.Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
B. Perundang Undangan
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disebut SIKTTK
adalah surat izin praktik yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat
melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
Fasilitas Distribusi atau Penyaluran sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan
untuk mendistribusikan atau menyalurkan sediaan farmasi, yaitu Pedagang Besar
Farmasi.
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang
diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Alat kesehatan adalah bahan, instrument aparatus, mesin, implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia
dan atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Izin usaha Pedagang Besar Farmasi akan dicabut jika, tidak mempekerjakan
Apoteker penanggung jawab yang memilki surat izin kerja ; tidak aktif lagi dalam
penyaluran obatselama satu tahun ; tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana
ditetapkan dala peraturan ; tidak lagi menyampaikan informasi Pedagang Besar Farmasi
tiga kali berturut turut ; tidak memenuhi ketentuan tat cara penyaluran perbekalan
farmasi sebagaimana yang ditetapkan.
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di PBF Asisten Apoteker Penanggung jawab PBF harus
memiliki surat izin kerja. Keputusan Mentri kesehatan Apoteker. :
1. Asisten apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah sekolah asisten apoteker atau
sekolah menengah farmasi, Akademi Farmasi, Akademi farmasi, dan Jurusan farmasi politeknik
kesehatan,akademi analisis farmasi dan makanan, Jurusan analisis farmasi serta makanan,
Politeknik kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atas kewenangan yang di berikan kepada
pemegang ijazah sekolah Asisten Apoteker atau sekolah menengah Farmasi dan jurusan farmasi
politeknik kesehatan, Akademi Analisis farmasi dan Makanan, Jurusan, Analisis Farmasi serta
Makanan Politeknik kesehatan untuk menjalankan pekerjaan Kefarmasian sebagai asisten
Apoteker.
3. Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis yang di berikan kepada pemegang Surat
Izin Asisten Apoteker untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di srana kefarmasian.
4. Sarana Kefarmasian adalah tempat yang di gunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian
antara lain industri farmasi, apotek, dan toko Obat.
Pasal 17
~Pasal 17 PP No.51 tahun 2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian
Pekerjaan kefarmasian yang barkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran sediaan
farmasi pada fasilitas Distribusi atau Pnyaluran sediaan farmasi (PBF) wajib dicatat oleh Tenaga
kefarmasian sesuai tugas dan fungsinya
Pasal 18
~Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan kefarmasian dalam fasilitas Distribusi atau
Penyaluran sediaan farmasi (PBF) harus mengikuti perkembangan IPTEK dibidang farmasi dan
penyaluran
PBF wajib membuat laporan pendistribusian obat pertriwulan, sehingga bila di lakukan
pemeriksaan dapat di pertanggung jawabkan.
Pencatatan jumlah obat pada kartu stock harus sesuai dengan jumlah barang yang masuk
atau keluar sesuai dengan faktur penjualan/ penyerahan barang. Jumlah penerimaannya harus
sesuai dengan dokumen penerimaan barang
1. PT. Saparindo
Contohnya : Amoxicillin
2. PT. Balatif
Contohnya : Arkavit dan Betalgin
3. Eritra farma
Contohnya : Etamol, Etagesik, Etaflusin
Alkes yang didistribusikan oleh PT. Medindo Surya Tama anatara lain ;
v Alat Glucosure
v Glucosure Touch in strip
v UA Sure Blood Urid Acid Strip
v Multicare Meter
v Handscun latex
v Dan alat-alat kedokteran linnya.
2. Lini Ethical
Lini Ethical mendistribusikan obat atau produk paten yang tidak dapat dijual dengan bebas
harus melalui resep dokter, apotek dan instalasi-instalasi farmasi rumah sakit.
2. Ethical Rajawali
Ethical Rajawali mendistribusikan obat-obat gastro, kardia, kulit atau kelamin.
4. Lini Instusi
Lini Instuti mendistribusikan dan mengadakan obat-obat pada instalasi-instalasi pemerintah,
berdasarkan tender yang didapat.Untuk melaksanakan tender ini harus ada Surat Perintah Kerja
(SPK).
Untuk obat narkotika, PT KFTD merupakan satu-satunya PBF yang diberi wewenang oleh
pemerintah dalam pendistribusian narkotika untuk apotek, rumah sakit dan balai-balai
pengobatan lainnya.
3.Antar medika sembada
PT NOVELL
PT PHAROS PT PYRIDAM FARMA
PHARMACEUTICAL
INDONESIA Tbk
LABORATORIES
PT.Sanbe farma(infus)
PT INMARK Pharmaceuticals
PT Pfizer Indonesia
PT Tanabe Indonesia
PT Merck Tbk
Definisi Apotek
Dalam rangka menunjang pembangunan nasional pada bidang kesehatan perlu dikembangkan iklim
baik mengenai pengelolaan apotek sehingga pemerintah dapat menguasai, mengatur, dan
mengawasi pensediaan, pembuatan, penyimpanan, peredaran dan pemakaian obat dan perbekalan
farmasi lainnya, sehingga perlu diadakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26
Tahun 1965. Sebagai gantinya mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 yang
merupakan perubahan atas perndang-undangan No. 26 Tahun 1965 tentang apotek.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 yang dimaksud dengan apotek adalah suatu
tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian, dan penyaluran obat kepada
masyarakat.Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah pembuatan, pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan dinamika kefarmasian, maka definisi apotek
diperbaharui kembali dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
(Permenkes RI) No. 922/MENKES/PER/X/1993, tentang definisi apotek diperbaharui dan tata
cara pemberian izin apotek. Penyelenggaraan pelayanan apotek yang tercantum pada Permenkes
RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan IPTEK, dan
kebutuhan masyarakat serta jiwa semangat otonomi daerah, sehingga dikeluarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI) Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002
tentang perubahan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Menurut Kepmenkes RI Nomor:
1332/MENKES/SK/X/2002, definisi apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada
masyarakat.
2.5.1 Lokasi
Menurut Menteri Kesehatan RI No. 278 Tahun 1981 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan
lokasi apotek adalah tempat bangunan apotek didirikan, lokasi apotek yang baru atau berpindah,
jumlah dan jarak minimal antar apotek ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Penentuan lokasi yang
harus menjadi pertimbangan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan adalah jumlah
penduduk, jumlah dokter yang praktek, sarana pelayanan kesehatan lainnya, hygiene lingkungan
dan faktor-faktor yang terkait setelah adanya otonomi daerah maka faktor jarak sudah tidak
dipermasalahkan lagi.
2.5.2 Bangunan
Bangunan apotek adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk mengelola apotek.
Berdasarkan Keputusan Menkes No. 278 Tahun 1981, bangunan apotek harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Bangunan apotek mempunyai ukuran sekurang-kurangnya 50 m2 terdiri dari ruang tunggu,
ruang peracikan dan penyerahan resep, ruang administrasi, ruang penyimpanan obat, tempat
pencucian alat dan toilet (WC).
b. Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a) Dinding harus kuat dan tahan air, permukaan sebelah dalam rata, tidak mudah mengelupas dan
mudah dibersihkan.
b) Langit-langit harus terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak dan permukaan sebelah dalam
berwarna terang.
c) Atap tidak boleh bocor, terbuat dari genteng, sirap atau bahan lain yang memadai.
d) Lantai tidak boleh lembab, terbuat dari ubin atau bahan lain yang memadai.
c. Apotek memiliki sumber aiar yang memenuhi persyaratan kesehatan.
d. Bangunan apotek harus memiliki ventilasi dan sanitasi yang baik, serta memenuhi persyaratan
hygiene lainnya.
e. Harus memiliki penerangan yang cukup sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi
apotek dengan baik.
f. Harus ada alat pemadam kebakaran sekurang-kurangnya dua buah dan masih berfungsi dengan
baik.
g. Apotek harus memasang papan nama yang terbuat dari seng atau bahan lainnya yang memadai
dengan ukuran minimal panjang 60 cm, tebal 5 cm, dan lebar 55 cm, papan nama harus memuat
nama apotek, nama APA, nomor surat izin apotek (SIA), nomor telepon apotek.
Salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis atau yang merawat penderita-
penderita sendiri dan petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-
undangan yang berlaku (contohnya petugas pengadilan bila diperlukan untuk suatu perkara).
Dalam hal ini resep terdapat beberapa pengaturannya, sebagai berikut:
a. Salinan resep harus ditanda tangani oleh apoteker
b. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dalam jangka waktu 3 tahun
c. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau merawat
penderita, penderita bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang
menurut undang-undang yang berlaku.
Tenaga Kesehatan
Disamping Apoteker Pengelola Apotek (APA), di apotek sekurang-kurangnya harus mempunyai
seorang tenaga kefarmasian. Bagi apotek yang Apoteker Pengelola Apotek-nya pegawai instalasi
pemerintah lainnya harus ada apoteker pendamping atau tenaga teknis kefarmasian.
4) Asisten Apoteker
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek, Apoteker Pengelola Apotek
dibantu oleh Asisten Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Kerja. Keputusan Menteri
Kesehatan No. 679/MENKES/SK/V/2003, tentang peraturan registrasi dan izin kerja Asisten
Apoteker :
a. Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah. Asisten Apoteker atau
Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi, dan Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan,
Akademi Analisis Farmasi dan Makanan, Jurusan Analisis Farmasi serta Makanan Politeknik
Kesehatan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
b. Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atas kewenangan yang diberikan kepada
pemegang Ijazah Sekolah Asisten Apoteker atau Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi
dan Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan, Jurusan
Analisis Farmasi serta Makanan Politeknik Kesehatan untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian
sebagai Asisten.
c. Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pemegang Surat Izin
Asisten Apoteker untuk melakuka pekerjaan kefarmasian disarana kefarmasian.
d. Sarana Kefarmasian adalah tempat yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian
antara lain Industri Farmasi termasuk obat Tradisional dan kosmetika, Instalasi Farmasi,
Apotek, dan toko obat.
Personalia
Sikap karyawan yang baik, ramah dan cepat melayani pembeli, mengenal pasien didaerah sekeliling
apotek sebanyak mungkin dapat membangkitkan kesan baik, sehingga peran karyawan sangat
penting dalam laba yang diinginkan atau direncakan. Untuk mendapatkan karyawan yang baik
didalam apotek, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan :
a. Mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan
b. Mendorong para karyawan untuk bekerja lebih giat
c. Memberi dan menempatkan mereka sesuai dengan pendidikannya
d. Merekrut calon karyawan dan mendidik sebagai calon pengganti yang tua.
Fungsi dan Pembagian Tugas
Didalam sebuah apotek perlu adanya job description (uraian tugas), sehingga setiap pegawai yang
bekerja mengetahui apa tugas dan tanggungjawabnya. Pembagian tugas didalam apotek adalah
sebagai berikut :
a. Apoteker
Tugas apoteker :
1) Memimpin seluruh kegiatan apotek.
2) Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi yang meliputi :
a) Administrasi kefarmasian
b) Administrasi keuangan
c) Administrasi penjualan
d) Administrasi barang dagangan atau inventaris
e) Administrasi personalia
f) Administrasi bidang umum
3) Membayar pajak yang berhubungan dengan perapotekan.
4) Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai
dengan rencana kerja.
b. Koordinator Kepala
Tugas Koordinator Kepala yaitu :
1) Mengkoordinir dan mengawasi kerja bawahannya termasuk mengatur daftar giliran dinas,
pembagian tugas dan tanggungjawab (narkotika, pelayanan dokter dan kartu stock di lemari
masing-masing)
2) Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan atau
mengembangkan hasil usaha apotek
3) Mengatur dan mengawasi penyimpanan dan kelengkapan obat sesuai dengan teknis farmasi
terutama diruang peracikan.
4) Memelihara buku harga dan kalkulasi harga obat yang akan dijual sesuai dengan kebijaksanaan
harga yang telah ditentukan.
5) Membina serta memberi petunjuk soal teknis farmasi kepada bawahannya, terutama pemberian
informasi kepada pasien.
6) Bersama-sama dengan tata usaha mengatur dan mengawasi data-data administrasi untuk
penyusunan laporan managerial dan laporan pertanggungjawabannya.
7) Mempertimbangkan usul-usul yang diterima dari bawahannya serta meneruskan atau
mengajukan saran-saran untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek kepada pemimpin
apotek.
8) Mengatur dan mengawasi pengamanan uang penghasilan tunai setiap hari.
9) Mengusulkan penambahan pegawai baru, penempatan, kenaikan pangkat, peremajaan bagi
karyawan bawahannya kepada pemimpin apotek.
10) Memeriksa kembali
c. Tenaga teknis kefarmasian
Tugas tenaga teknis kefarmasian adalah:
1) Mengerjakan pekerjaan sesuai dengan profesinya
2) Dalam hal darurat, dapat menggantikan pekerjaan sebagai kasir, penjual obat bebas dan juru
resep.
Tenaga teknis kefarmasian bertanggungjawab kepada asisten kepala sesuai dengan tugasnya,
artinya bertanggungjawab atas kebenaran segala tugas yang diselesaikannya, tidak boleh ada
kesalahan, kekeliruan, kekurangan, kehilangan dan kerusakan.
Apotek Rakyat
Apotek Rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian yaitu
penyerahan obat dan perbekalan kesehatan tetapi tidak boleh melakukan peracikan.Perbekalan
kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan.
Masyarakat luas akan semakin mudah memperoleh obat dengan diterbitkannya Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 284/Menkes/Per/III/2007 tanggal 8 Maret
2007 tentang Apotek Rakyat. Dalam memberikan pelayanan kefarmasian, Apotek Rakyat harus
mengutamakan obat generik.
Selain itu Apotek Rakyat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari penggunaan obat-
obat palsu, obat kadaluarsa, dan obat yang tidak jelas asal-usulnya serta mencegah
penyalahgunaan obat.Dengan demikian masyarakat dapat memperoleh obat dengan mudah, murah
dan aman.Di samping itu Pendirian Apotek Rakyat juga dimaksudkan untuk meningkatkan
penertiban peredaran obat-obatan di sentra-sentra perdagangan yang selama ini telah dilakukan
oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM).
Untuk dapat mendirikan Apotek Rakyat, selain harus melengkapi syarat administrasi, juga harus
mengantongi ijin dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.Untuk memperoleh ijin
tidak dipungut biaya.
Syarat lain Apotek Rakyat adalah adanya sarana dan prasarana berupa komoditi, lemari obat,
lingkungan yang terjaga kebersihannya. Apotek harus mudah diakses masyarakat serta memiliki
bangunan yang dapat menjamin obat atau perbekalan kesehatan lainnya bebas dari pencemaran
atau rusak akibat debu, kelembaban dan cuaca.
Melalui Permenkes ini, pedagang eceran obat dapat mengembangkan diri menjadi Apotek Rakyat
setelah memenuhi syarat tertentu.Sementara itu, pedagang eceran obat yang statusnya sudah
berubah menjadi Apotek Sederhana secara langsung dianggap telah menjadi Apotek Rakyat.Dinas
kesehatan Kabupaten/Kota harus mengganti Izin Apotek Sederhana selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 6 bulan sejak ditetapkannya Permenkes ini (8/3).
Apotek Rakyat dapat merupakan satu atau gabungan dari paling banyak empat pedagang eceran
obat.Gabungan pedagang eceran obat dibawah satu pengelola harus memiliki ikatan kerjasama
berbentuk badan usaha atau bentuk lainnya serta berada pada lokasi yang berdampingan.
Disebutkan pula bahwa pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan semestinya
dilakukan sesuai dengan pengaturan pemerintah terhadap perencanaan, pengadaan dan
penyimpanan yang ditetapkan. Pengeluaran obat perlu memakai sistem FIFO (First In First Out).
Maksudnya obat yang lebih dulu dibeli atau disimpan pengelola juga harus lebih dahulu dijual atau
dilekuarkan.Aturan lain adalah FEFO (First Expire First Out); maksudnya obat yang tanggal
kadaluarsanya lebih awal harus lebih dulu dukeluarkan atau dijual.
Dalam memberikan pelayanan, seorang apoteker pada Apotek Rakyat harus melakukan
pemeriksaan resep dan sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara resep dan obat.Apotek Rakyat dilarang menyerahkan obat dalam
jumlah besar, selain dilarang menjual obat-obatan narkotika dan psikotropika.
Pembinaan dan pengawasan terhadap Apotek Rakyat dilakukan oleh Depkes, Badan POM, Dinkes
Kabupaten/kota dengan mengikutsertakan organisasi profesi.Bila dalam pelaksanaannya
ditemukan bahwa suatuApotek Rakyat melakukan pelanggaran, maka dapat dikenakan sanksi
berupa teguran lisan, tertulis sampai dengan pencabutan ijin.
Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud angka 3, atau pernyataan dimaksud angka 4, Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan
menggunakan contoh Formulir Model APR-4
Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala
Balai POM dimaksud angka 3 masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat
Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APR-5Terhadap Surat Penundaan
sebagai mana dimaksud dalam ayat 6, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi
persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan
sejak tanggal Surat Penundaan.
DASAR HUKUM
2. surat Penunjukan pemilik toko obat kepada Asisten Apoteker (Pemilik Toko
Obat).
4. foto copy KTP pemohon dan KTP Asisten Apoteker, SISS dan SIK Asisten
Apoteker.
5. foto copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) / surat pernyataan dan copy lunas
pajak tahun terakhir.
Prosedur
PROSEDUR
1. Pemohon datang, mengajukan surat permohonan dilampiri persyaratan lainnya.
4. Apabila ijin telah diterbitkan, pemohon akan diberitahu dan selanjutnya bisa
diambil diloket pengambilan.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Darmansyah, S.Pd, R.Y. Bambang Purwono,S.Pd, Heru Purwanto, S.H. 2010. Undang
Undang Kesehatan. Jakatrta: PPB SMF-SMKF.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 918/ MENKES/ PER/ X/1993.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1191/ MENKES/ SK/ IX/ 2002.