Refrat
Refrat
Tujuan Khusus
Sebagai persyaratan mengikuti ujian akhir Stase Forensik Dan Medikolegal di RSUD
Raden Mattaher Jambi.
Menjelaskan pengertian perkosaan, undang-undang yang mengatur perkosaan, dan
pemeriksaan korban perkosaan.
Manfaat Penulisan
Penulisanreferat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan
kepada dokter-dokter muda yang sedang menjalani stase forensik dan medikolegal
mengenai perkosaan, yang meliputi pengertian perkosaan, undang-undang yang
mengatur perkosaan, dan pemeriksaan korban perkosaan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Definisi
Menurut Foley & Davies, perkosaan yang dalam bahasa Inggris disebut rape
Adapun definisi perkosaan sendiri disebutkan: the use of threat, physical force, or
intimidation in obtaining sexual relation with another person against his or her
own will.
...hubungan seksual yang dilakukan tanpa kehendak bersama, dipaksakan oleh
satu pihak pada pihak lainnya. Korban dapat berada di bawah ancaman fisik
dan/atau psikologis, kekerasan, dalam keadaan tidak sadar atau tidak berdaya,
berada di bawah umur, atau mengalami keterbelakangan mental dan kondisi
kecacatan lain sehingga tidak dapat bertanggung jawab atas apa yang terjadi
padanya.
Jenis Perkosaan
Perkosaan dapat digolongkan sebagai berikut:
Sadistic Rape
Anger Rape
Domination Rape
Seductive Rape
Hasbianto & Triningtyasasih menggolongkan perkosaan berdasarkan pelaku dan cara
melakukannya:
Berdasarkan pelakunya:
1. Perkosaan oleh orang yang dikenal. Perkosaan jenis ini dilakukan oleh teman atau
anggota keluarga (ayah, paman, atau saudara).
2. Perkosaan oleh pacar (dating rape). Yaitu perkosaan yang terjadi ketika korban berkencan
dengan pacarnya. Keanyakan karena dikondisikan berkencan ditempat yang sepi.
Seringkali diawali dengan cumbuan, dan diakhiri dengan pemaksaan hubungan seksual.
3. Perkosaan dalam perkawinan (marital rape). Biasanya terjadi pada istri yang memiliki
ketergantungan kepada suami, atau karena adanya anggapan bahwa istri merupakan
obyek seksual suami. Bentuknya adalah pemaksaan hubungan pada waktu atau dengan
cara yang tidak dikehendaki oleh istri.
4. Perkosaan oleh orang asing/tidak dikenal. Perkosaan jenis ini sering disertai tindakan
kejahatan lain, seperti pencurian, perampokan, penganiayaan, bahkan pembunuhan.
Berdasarkan cara melakukannya
1. Perkosaan dengan janji-janji atau penipuan. Misalnya dengan janji korban akan
dinikahi, tidak akan ditinggalkan.
2. Perkosaan dengan ancaman halus. Biasanya terjadi pada korban yang memiliki
ketergantungan sosial/ekonomi pada pelaku, seperti majikan pada pembantu atau
guru pada murid.
3. Perkosaan dengan paksaan fisik, yang dilakukan dengan ancaman menggunakan
senjata, ataupun dengan kekuatan fisik.
4. Perkosaan dengan memakai pengaruh tertentu (penggunaan obat-obatan,
hipnotis). Perkosaan jenis ini dilakukan dengan cara menghilangkan kesadaran
korban terlebih dahulu, baik dengan memakai obat, hipnotis.
Foley & Davies mengemukakan pembagian lain dari perkosaan, yang meliputi:
1. Percobaan perkosaan (attempted rape), dimana pelaku sudah melakukan usaha
penetrasi kepada korban, namun tidak dapat melakukannya sepenuhnya karena
sesuatu hal. Misalnya adanya interupsi dari polisi atau orang lain.
2. Statutory rape, yaitu hubungan seksual antara orang yang usianya 18 tahun atau
lebih (dewasa) dengan seseorang yang berusia kurang dari 14 tahun, dan bukan
merupakan pasangannya. Pada perkosaan jenis ini pembatasan hanya dari segi
umur. Sehingga hubungan seksual atas dasar suka-sama suka yang dilakukan di
luar persetujuan orang tua dapat masuk dalam kategori ini.
3. Incest, adalah hubungan seksual, pernikahan, atau kohabitasi dengan keluarga
sedarah tanpa memandang legitimasi dari tindakan tersebut. Defenisi incest
kemudian berkembang dengan memasukkan hubungan seksual antara anak
angkat dengan orang tua anggkatnya.
4. Indecent assault, yang meliputi tindakan memegang daerah pribadi pada tubuh
seseorang (daerah kelamin, payudara, atau pantat) yang bukan pasangannya, dalam
keadaan di mana korban mengetahui bahwa tindakan semacam itu berbahaya atau
tidak menyenangkan.
5. Involuntary deviate sexual intercouse, yaitu intercousse secara oral maupun anal
dengan seseorang tanpa persetujuannya, baik dengan ancaman atau paksaan, pada
kondisi korban yang tidak sadar, terbelakang mental, atau di bawah usia 14 tahun.
6. Kekerasan seksual pada anak, adalah hubungan seksual yang dipaksakan pada
anak-anak oleh orang lain.
Reaksi Korban Perkosaan
Menurut Matlin tidak ada reaksi tunggal yang dilakukan oleh korban selama
mengalami perkosaan. Respon korban tergantung pada persepsinya, antara lain
apakah perkosaan itu sesuatu yang tiba-tiba atau dilakukan pada saat kencan,
tahapan perkembangan korban, apakah ia mengenal pelaku.
Akan tetapi kebanyakan perempuan yang mengalami perkosaan menyebutkan
bahwa mereka sangat gelisah, ketakutan, khawatir, merasa ngeri, dan bingung,
dengan barbagai pikiran muncul di kepala mereka.
Reaksi Setelah Perkosaan
Ada2 jenis tahapan dalam Rape Trauma Syndrome yaitu: acute crisis phase dan long
term reaction, berikut ciri-ciri dari kedua phase tersebut
1. Acute Crisis Phase Acute crisis phase ditandai dengan perubahan yang menjadi
kacau, shock, pengalaman diserang berulang dalam pikiran, mimpi buruk,
insomnia, terhina, merasa buruk, bersalah, malu, dan dorongan menyalahkan diri,
marah, serta keinginan untuk balas dendam. Reaksi fisik seperti: Gemetaran, detak
jantung cepat, sakit, otot-otot menjadi tegang, nafas memburu, mati rasa. Bahkan
ada yang sampai depresi, bunuh diri, harga-diri menurun. Terganggu pola makan
dan tidur, untuk tingkat tertentu kepribadian menjadi tidak menentu seperti:
bingung dan disorientasi, mematung dan mati rasa sehingga mereka tidak berespon
dengan lingkungannya.
2. Long-Term Reaction Pada longterm reaction bentuk yang terjadi berupa: cemas,
bersalah, malu, fantasi menakutkan, merasa kotor, tidak berdaya atau isolasi, dan
simtom fisik berupa: perkembangan kognisi terganggu selalu dihantui secara
jelas oleh memori yang traumatik, phobia, masalah seksual, perubahan gaya
hidup.
Undang-undang yang Bersangkutan
dengan Tindak Pidana Perkosaan
KUHP Pasal 28
1. Dihukum dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1a. Seorang pria yang telah kawin, yang melakukan gendak (ovelspel), padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya.
1b. Seorang wanita yang telah kawin yang telah melakukan gendak, padahal diketahui
bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya.
2a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa
yang turut bermasalah telah kawin.
2b. Seorang wanita yang belum kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27
BW berlaku baginya.
2. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami atau isteri yang
tercemar dan bilamana bagi mereka berlaku asal 27 BW, dalam tenggang waktu 3
bulan diikuti dengan permintaan untuk bercerai atau pisah meja dan ranjang karen
alasan itu juga.
3. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73 dan 75.
4. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemerikaan dalam sidang pengadilan
belum dimulai.
5. Jika bagi suami-isteri itu berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan
selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan
yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
BW Pasal 27
Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang
perempuan sebagai isternya seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai
suaminya.
Barang bukti/material kimia, biologik dan fisik yang ditemukan ditempat kejadian
perkara dapat berupa:
1. Material kimia: alkohol, obat-obatan, atau bahan kimia lain yang ditemukan di
tempat kejadian perkara
2. Material fisik: serat pakaian, selimut, kain penyekap korban dll.
3. Material biologik: cairan tubuh, air liur, semen/sperma, darah, rambut dll
C. Persiapan Sebelum Pemeriksaan Korban
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan cairan mani (semen)
Tes kehamilan
Pemeriksaan lain seperti hepatitis, gonorrhea, HIV.
Pemeriksaan cairan tubuh, mani, liur, atau rambut yang dianggap pelaku
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Seorang wanita berusia 15 tahun, siswa SMAN 1 KOTA JAMBI, ditemukan
meninggal dunia di rumah kosong di Jalan Imam Bonjol Kecamatan Jambi
Selatan Kota Jambi hari Senin 4 maret 2015 Pukul 15.00 WIB
Saat ditemukan korban dalam posisi terlentang dengan menggunakan pakaian
kaos dan celana olahraga berwaran coklat yang robek pada bagian dada,
tampak buih pada mulut dan lubang hidung, ditemukan luka memar pada dada
kiri, bokong kanan, bibir besar kelamin, dan bibir kecil, serta ditemukan luka
lecet pada leher bagian kiri, dada kanan, bokong kiri, lengan kanan, lengan
kiri dan liang senggama, luka terbuka pada tungkai kanan dan kiri korban.
Saat pemeriksaan dalam ditemukan adanya buih pada kedua paru paru.
BAB IV
PEMBAHASAN
Perkosaan adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa kehendak
bersama, dipaksakan oleh satu pihak pada pihak lainnya. Korban dapat
berada dibawah ancaman fisik dan/atau psikologis, kekerasan, dalam
keadaan tidak sadar atau tidak berdaya, berada di bawah umur, atau
mengalami keterbelakangan mental dan kondisi kecacatan lain sehingga
tidak dapat bertanggung jawab atas apa yang terjadi padanya.
Undang-undang yang bersangkutan dengan tindak pidana perkosaan antara lain:
KUHP Pasal 28
1. Dihukum dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1a. Seorang pria yang telah kawin, yang melakukan gendak (ovelspel), padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya.
1b. Seorang wanita yang telah kawin yang telah melakukan gendak, padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya.
2a.Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya
bahwa yang turut bermasalah telah kawin.
2b. Seorang wanita yang belum kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal
27 BW berlaku baginya.
2. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami atau isteri yang
tercemar dan bilamana bagi mereka berlaku asal 27 BW, dalam tenggang waktu 3
bulan diikuti dengan permintaan untuk bercerai atau pisah meja dan ranjang karen
alasan itu juga.
3. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73 dan 75.
4. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemerikaan dalam sidang pengadilan
belum dimulai.
5. Jika bagi suami-isteri itu berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan
selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan
yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap
BW Pasal 27
Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan
sebagai isternya seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai suaminya.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan cairan mani (semen)
Tes kehamilan
Pemeriksaan lain seperti hepatitis, gonorrhea, HIV.
Pemeriksaan cairan tubuh, mani, liur, atau rambut yang dianggap pelaku
Saran
1. Perlu sosialisasi pada masyarakat perlunya menjaga dan tidak merusak barang
bukti di tempat kejadian perkara, atau pada bagian tubuh korban agar memudahkan
pemeriksaan forensik untuk menemukan pelaku kekerasan.
2. Diharapkan dapat terciptanya hubungan kerjasama yang baik antara pihak
berwenang (penyidik) dengan bagian forensik dan medikolegal sehingga kasus-
kasus tindak pidana dapat diselesaikan dengan baik.
3. Bagi Pendidikan refrat ini dapat dijadikan bahan untuk menambah wawasan bagi
tenaga kesehatan terutama dokter muda dalam menjalani masa klinik di Instalasi
Forensik dan Medikolegal.
TERIMA
KASIH