Anda di halaman 1dari 46

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN FORENSIKDAN


MEDIKOLEGAL
PERKOSAAN
Dosen Penguji : dr. M. Ainurrofiq, Sp.KF, MH
Dosen Pembimbing : dr. M. Ainurrofiq, Sp.KF, MH
Kelompok II

Rika Angelia G1A212022


Elita Purnama Sari G1A212027
Luli Yuanna Futri G1A212043
Torangdo R. F. B G1A212056
Eka Sepriani G1A212059
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) sejak tahun 1998 hingga 2010 hampir sepertiga kasus kekerasan
terhadap perempuan adalah kasus kekerasan seksual, atau tercatat 91.311 kasus
kekerasan seksual dari 295.836 total kasus kekerasan terhadap perempuan. Selama
2010 tercatat 1.751 korban kekerasan seksual
Agar kesaksian seorang dokter pada perkara pidana mencapai sasarannya yaitu
membantu pengadilan dengan sebaik-baiknya, dia harus mengenal undang-undang
yang bersangkutan dengan tindak pidana tersebut.
Pada KUHP 285 yang berbunyi Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa seseorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan,
diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara 12 tahun. Dan pada
KUHP pasal 286 yang berbunyi Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita
diluar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau
tidak berdaya diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan di latar belakang, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan perkosaan?
2. Bagaimana undang-undang yang mengatur perkosaan?
3. Bagaimana pemeriksaan korban perkosaan?
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang
perkosaan.

Tujuan Khusus
Sebagai persyaratan mengikuti ujian akhir Stase Forensik Dan Medikolegal di RSUD
Raden Mattaher Jambi.
Menjelaskan pengertian perkosaan, undang-undang yang mengatur perkosaan, dan
pemeriksaan korban perkosaan.
Manfaat Penulisan
Penulisanreferat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan
kepada dokter-dokter muda yang sedang menjalani stase forensik dan medikolegal
mengenai perkosaan, yang meliputi pengertian perkosaan, undang-undang yang
mengatur perkosaan, dan pemeriksaan korban perkosaan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Definisi
Menurut Foley & Davies, perkosaan yang dalam bahasa Inggris disebut rape
Adapun definisi perkosaan sendiri disebutkan: the use of threat, physical force, or
intimidation in obtaining sexual relation with another person against his or her
own will.
...hubungan seksual yang dilakukan tanpa kehendak bersama, dipaksakan oleh
satu pihak pada pihak lainnya. Korban dapat berada di bawah ancaman fisik
dan/atau psikologis, kekerasan, dalam keadaan tidak sadar atau tidak berdaya,
berada di bawah umur, atau mengalami keterbelakangan mental dan kondisi
kecacatan lain sehingga tidak dapat bertanggung jawab atas apa yang terjadi
padanya.
Jenis Perkosaan
Perkosaan dapat digolongkan sebagai berikut:
Sadistic Rape
Anger Rape
Domination Rape
Seductive Rape
Hasbianto & Triningtyasasih menggolongkan perkosaan berdasarkan pelaku dan cara
melakukannya:
Berdasarkan pelakunya:
1. Perkosaan oleh orang yang dikenal. Perkosaan jenis ini dilakukan oleh teman atau
anggota keluarga (ayah, paman, atau saudara).
2. Perkosaan oleh pacar (dating rape). Yaitu perkosaan yang terjadi ketika korban berkencan
dengan pacarnya. Keanyakan karena dikondisikan berkencan ditempat yang sepi.
Seringkali diawali dengan cumbuan, dan diakhiri dengan pemaksaan hubungan seksual.
3. Perkosaan dalam perkawinan (marital rape). Biasanya terjadi pada istri yang memiliki
ketergantungan kepada suami, atau karena adanya anggapan bahwa istri merupakan
obyek seksual suami. Bentuknya adalah pemaksaan hubungan pada waktu atau dengan
cara yang tidak dikehendaki oleh istri.
4. Perkosaan oleh orang asing/tidak dikenal. Perkosaan jenis ini sering disertai tindakan
kejahatan lain, seperti pencurian, perampokan, penganiayaan, bahkan pembunuhan.
Berdasarkan cara melakukannya
1. Perkosaan dengan janji-janji atau penipuan. Misalnya dengan janji korban akan
dinikahi, tidak akan ditinggalkan.
2. Perkosaan dengan ancaman halus. Biasanya terjadi pada korban yang memiliki
ketergantungan sosial/ekonomi pada pelaku, seperti majikan pada pembantu atau
guru pada murid.
3. Perkosaan dengan paksaan fisik, yang dilakukan dengan ancaman menggunakan
senjata, ataupun dengan kekuatan fisik.
4. Perkosaan dengan memakai pengaruh tertentu (penggunaan obat-obatan,
hipnotis). Perkosaan jenis ini dilakukan dengan cara menghilangkan kesadaran
korban terlebih dahulu, baik dengan memakai obat, hipnotis.
Foley & Davies mengemukakan pembagian lain dari perkosaan, yang meliputi:
1. Percobaan perkosaan (attempted rape), dimana pelaku sudah melakukan usaha
penetrasi kepada korban, namun tidak dapat melakukannya sepenuhnya karena
sesuatu hal. Misalnya adanya interupsi dari polisi atau orang lain.
2. Statutory rape, yaitu hubungan seksual antara orang yang usianya 18 tahun atau
lebih (dewasa) dengan seseorang yang berusia kurang dari 14 tahun, dan bukan
merupakan pasangannya. Pada perkosaan jenis ini pembatasan hanya dari segi
umur. Sehingga hubungan seksual atas dasar suka-sama suka yang dilakukan di
luar persetujuan orang tua dapat masuk dalam kategori ini.
3. Incest, adalah hubungan seksual, pernikahan, atau kohabitasi dengan keluarga
sedarah tanpa memandang legitimasi dari tindakan tersebut. Defenisi incest
kemudian berkembang dengan memasukkan hubungan seksual antara anak
angkat dengan orang tua anggkatnya.
4. Indecent assault, yang meliputi tindakan memegang daerah pribadi pada tubuh
seseorang (daerah kelamin, payudara, atau pantat) yang bukan pasangannya, dalam
keadaan di mana korban mengetahui bahwa tindakan semacam itu berbahaya atau
tidak menyenangkan.
5. Involuntary deviate sexual intercouse, yaitu intercousse secara oral maupun anal
dengan seseorang tanpa persetujuannya, baik dengan ancaman atau paksaan, pada
kondisi korban yang tidak sadar, terbelakang mental, atau di bawah usia 14 tahun.
6. Kekerasan seksual pada anak, adalah hubungan seksual yang dipaksakan pada
anak-anak oleh orang lain.
Reaksi Korban Perkosaan
Menurut Matlin tidak ada reaksi tunggal yang dilakukan oleh korban selama
mengalami perkosaan. Respon korban tergantung pada persepsinya, antara lain
apakah perkosaan itu sesuatu yang tiba-tiba atau dilakukan pada saat kencan,
tahapan perkembangan korban, apakah ia mengenal pelaku.
Akan tetapi kebanyakan perempuan yang mengalami perkosaan menyebutkan
bahwa mereka sangat gelisah, ketakutan, khawatir, merasa ngeri, dan bingung,
dengan barbagai pikiran muncul di kepala mereka.
Reaksi Setelah Perkosaan
Ada2 jenis tahapan dalam Rape Trauma Syndrome yaitu: acute crisis phase dan long
term reaction, berikut ciri-ciri dari kedua phase tersebut
1. Acute Crisis Phase Acute crisis phase ditandai dengan perubahan yang menjadi
kacau, shock, pengalaman diserang berulang dalam pikiran, mimpi buruk,
insomnia, terhina, merasa buruk, bersalah, malu, dan dorongan menyalahkan diri,
marah, serta keinginan untuk balas dendam. Reaksi fisik seperti: Gemetaran, detak
jantung cepat, sakit, otot-otot menjadi tegang, nafas memburu, mati rasa. Bahkan
ada yang sampai depresi, bunuh diri, harga-diri menurun. Terganggu pola makan
dan tidur, untuk tingkat tertentu kepribadian menjadi tidak menentu seperti:
bingung dan disorientasi, mematung dan mati rasa sehingga mereka tidak berespon
dengan lingkungannya.
2. Long-Term Reaction Pada longterm reaction bentuk yang terjadi berupa: cemas,
bersalah, malu, fantasi menakutkan, merasa kotor, tidak berdaya atau isolasi, dan
simtom fisik berupa: perkembangan kognisi terganggu selalu dihantui secara
jelas oleh memori yang traumatik, phobia, masalah seksual, perubahan gaya
hidup.
Undang-undang yang Bersangkutan
dengan Tindak Pidana Perkosaan
KUHP Pasal 28
1. Dihukum dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1a. Seorang pria yang telah kawin, yang melakukan gendak (ovelspel), padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya.
1b. Seorang wanita yang telah kawin yang telah melakukan gendak, padahal diketahui
bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya.
2a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa
yang turut bermasalah telah kawin.
2b. Seorang wanita yang belum kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27
BW berlaku baginya.
2. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami atau isteri yang
tercemar dan bilamana bagi mereka berlaku asal 27 BW, dalam tenggang waktu 3
bulan diikuti dengan permintaan untuk bercerai atau pisah meja dan ranjang karen
alasan itu juga.
3. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73 dan 75.
4. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemerikaan dalam sidang pengadilan
belum dimulai.
5. Jika bagi suami-isteri itu berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan
selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan
yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
BW Pasal 27
Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang
perempuan sebagai isternya seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai
suaminya.

KUHP Pasal 285


Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
KUHP Pasal 286
Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan, padahal diketahui
bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.

KUHP Pasal 287


1. Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun,
atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya belum dikawin, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun
2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita itu belum
sampai dua belas tahun atau jika ada suatu hal berdasarkan pasal 291 dan 294.
KUHP Pasal 291
1. Kalau salah satu kejahatan yang diterangka dalam pasal 286, 287,288 dan
289 itu berakibat luka berat, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya
duabelas tahun.
2. Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan pasal 285,286,287,288 dan 289
itu berakibat matinya orang dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya
lima belas tahun.
KUHP Pasal 291
1. Kalau salah satu kejahatan yang diterangka dalam pasal 286, 287,288 dan 289
itu berakibat luka berat, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya
duabelas tahun.
2. Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan pasal 285,286,287,288 dan 289
itu berakibat matinya orang dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya
lima belas tahun.
Tatalaksana Ilmu Kedokteran Forensik
pada kasus kekerasan seksual
A. Persiapan di Tempat Kejadian Perkara Tindakan pada kasus/disangka kasus
perkosaan atau perzinahan:
1. Perhatikan apakah korban memerlukan pertolongan pertama akibat kekerasan yang
dideritanya. Perhatikan juga apakah korban telah cukup umur atau belum
selanjutnya lihat skema persetubuhan;
2. Perhatikan apakah pada tubuh korban terdapat tanda-tanda kekerasan
3. Amankan tempat kejadian dan barang bukti
4. Kumpulkan barang bukti sebaik-baiknya seperti noda darah, bercak pada kain,
celana, sprei, dan lain-lain
5. Perhatikan sikap korban, apakah takut, gelisah, malu atau tenang-tenang saja.
6. Perhatikan caranya berpakaian dan berhias, adalah berlebihan atau mengandung
gairah
7. Kirimkan korban/tersangka korban ke rumah sakit pemerintah dengan formulir
visum et repertum model IV tanpa diperkenankan membersihkan badan dahulu.
Korban diantar oleh petugas polisi
8. Jelaskan kepada ahli kebidanan/dokter yang bertugas tentang maksud
pemeriksaan ini.
9. Bila dipandang perlu maka korban dapat diisolasi dengan pengawasan ketat dan
tidak boleh ditemui seorang pun atau berhubungan dengan tamu/keluarga.
B. Pengumpulan Alat Bukti di Tempat Kejadian Perkara

Barang bukti/material kimia, biologik dan fisik yang ditemukan ditempat kejadian
perkara dapat berupa:
1. Material kimia: alkohol, obat-obatan, atau bahan kimia lain yang ditemukan di
tempat kejadian perkara
2. Material fisik: serat pakaian, selimut, kain penyekap korban dll.
3. Material biologik: cairan tubuh, air liur, semen/sperma, darah, rambut dll
C. Persiapan Sebelum Pemeriksaan Korban

Sebelum pemeriksaan forensik syarat yang harus dipenuhi adalah:


1. Harus ada permintaan tertulis untuk pemeriksaan kasus kekerasan seksual dari
penyidik atau yang berwenang.
2. Korban datang dengan didampingi polisi/penyidik.
3. Memperoleh persetujuan (inform consent) dari korban.
4. Pemeriksaan dilakukan sedini mungkin untuk mencegah hilangnya alat bukti
yang penting bagi pengadilan.
D. Pemeriksaan Korban Kekerasan Seksual
Pemeriksaan fisik juga didasarkan pada kebijakan juridiksional, dan dilakukan
oleh dokter dengan pemeriksaan meliputi:
Umum:
Rambut, wajah, emosi secara keseluruhan
Apakah korban pernah pingsan sebelumnya, mabuk atau tanda-tanda
pemakaian narkotik.
Tanda-tanda kekerasan diperiksa di seluruh tubuh korban.
Alat bukti yang menempel ditubuh korban yang diduga milik pelaku.
Memeriksa perkembangan seks sekunder untuk menentukan umur korban.
Pemeriksaan antropometri; tinggi badan dan berat badan
Pemeriksaan rutin lain
Khusus:
1. Genitalia: pemeriksaan akibat-akibat langsung dari kekerasan seksual yang dialami korban,
meliputi:
Kulit genital apakah terdapat eritema, iritasi, robekan atau tanda-tanda kekerasan lainnya.
Eritema vestibulum atau jaringan sekitar
Perdarahan dari vagina.
Kelainan lain dari vagina yang mungkin disebabkan oleh infeksi atau penyebab lain.
Pemeriksaan hymen meliputi bentuk hymen, elastisitas hymen, diameter penis. Robekan
penis bisa jadi tidak terjadi pada kekerasan seksual penetrasi karena bentuk, elastisitas dan
diameter penis.
Untuk yang pernah bersetubuh, dicari robekan baru pada wanita yang belum melahirkan
Pemeriksaan ada tidaknya ejakulasio dalam vagina dengan mencari spermatozoa dalam
sediaan hapus cairan dalam vagina.
2. Pemeriksaan anal
Kemungkinan bila terjadi hubungan seksual secara anal akan menyebabkan luka
pada anal berupa robekan, ireugaritas, keadaan fissura.

3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan cairan mani (semen)
Tes kehamilan
Pemeriksaan lain seperti hepatitis, gonorrhea, HIV.
Pemeriksaan cairan tubuh, mani, liur, atau rambut yang dianggap pelaku
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Seorang wanita berusia 15 tahun, siswa SMAN 1 KOTA JAMBI, ditemukan
meninggal dunia di rumah kosong di Jalan Imam Bonjol Kecamatan Jambi
Selatan Kota Jambi hari Senin 4 maret 2015 Pukul 15.00 WIB
Saat ditemukan korban dalam posisi terlentang dengan menggunakan pakaian
kaos dan celana olahraga berwaran coklat yang robek pada bagian dada,
tampak buih pada mulut dan lubang hidung, ditemukan luka memar pada dada
kiri, bokong kanan, bibir besar kelamin, dan bibir kecil, serta ditemukan luka
lecet pada leher bagian kiri, dada kanan, bokong kiri, lengan kanan, lengan
kiri dan liang senggama, luka terbuka pada tungkai kanan dan kiri korban.
Saat pemeriksaan dalam ditemukan adanya buih pada kedua paru paru.
BAB IV
PEMBAHASAN
Perkosaan adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa kehendak
bersama, dipaksakan oleh satu pihak pada pihak lainnya. Korban dapat
berada dibawah ancaman fisik dan/atau psikologis, kekerasan, dalam
keadaan tidak sadar atau tidak berdaya, berada di bawah umur, atau
mengalami keterbelakangan mental dan kondisi kecacatan lain sehingga
tidak dapat bertanggung jawab atas apa yang terjadi padanya.
Undang-undang yang bersangkutan dengan tindak pidana perkosaan antara lain:
KUHP Pasal 28
1. Dihukum dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1a. Seorang pria yang telah kawin, yang melakukan gendak (ovelspel), padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya.
1b. Seorang wanita yang telah kawin yang telah melakukan gendak, padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya.
2a.Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya
bahwa yang turut bermasalah telah kawin.
2b. Seorang wanita yang belum kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal
27 BW berlaku baginya.
2. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami atau isteri yang
tercemar dan bilamana bagi mereka berlaku asal 27 BW, dalam tenggang waktu 3
bulan diikuti dengan permintaan untuk bercerai atau pisah meja dan ranjang karen
alasan itu juga.
3. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73 dan 75.
4. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemerikaan dalam sidang pengadilan
belum dimulai.
5. Jika bagi suami-isteri itu berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan
selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan
yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap
BW Pasal 27
Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan
sebagai isternya seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai suaminya.

KUHP Pasal 285


Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh
dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.

KUHP Pasal 286


Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan, padahal diketahui bahwa
wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun.
KUHP Pasal 287
1. Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak
jelas, bahwa belum waktunya belum dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun
2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita itu belum sampai dua
belas tahun atau jika ada suatu hal berdasarkan pasal 291 dan 294.

KUHP Pasal 291


3. Kalau salah satu kejahatan yang diterangka dalam pasal 286, 287,288 dan 289 itu berakibat
luka berat, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya duabelas tahun.
4. Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan pasal 285,286,287,288 dan 289 itu berakibat
matinya orang dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.
KUHP Pasal 294
Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya atau anak
piaraannya, anak yang dibawah pengawasannya, orang dibawah umur yang diserahkan
kepadanya untuk dipelihara, dididiknya atau dijaganya, atau bujangnya atau orang yang
dibawah umur, dihukum dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun.
Dengan itu dihukum juga:
1. Pegawai negeri yang melakukan perbutan cabul dengan orang yang dibawahnya atau
orang yang dipercayakannya atau diserahkan kepadanya untuk dijaga
2. Pengurus, dokter, guru,pejabat, pengurs atau bujang dipenjara, ditempat bekerja
kepunyaan negeri, tempat pendidikan rumah piatu RS gila, atau lembaga semua yang
melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan disitu.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Perkosaan adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa kehendak
bersama, dipaksakan oleh satu pihak pada pihak lainnya. Korban dapat
berada di bawah ancaman fisik dan/atau psikologis, kekerasan, dalam
keadaan tidak sadar atau tidak berdaya, berada di bawah umur, atau
mengalami keterbelakangan mental dan kondisi kecacatan lain sehingga
tidak dapat bertanggung jawab atas apa yang terjadi padanya.
Penilaian dugaan kekerasan seksual yang dapat menguatkan terjadinya kekerasan seksual
pada korban.
a. Genitalia: pemeriksaan akibat-akibat langsung dari kekerasan seksual yang dialami korban,
meliputi:
Kulit genital apakah terdapat eritema, iritasi, robekan atau tanda-tanda kekerasan lainnya.
Eritema vestibulum atau jaringan sekitar
Perdarahan dari vagina.
Kelainan lain dari vagina yang mungkin disebabkan oleh infeksi atau penyebab lain.
Pemeriksaan hymen meliputi bentuk hymen, elastisitas hymen, diameter penis. Robekan
penis bisa jadi tidak terjadi pada kekerasan seksual penetrasi karena bentuk, elastisitas dan
diameter penis.
Untuk yang pernah bersetubuh, dicari robekan baru pada wanita yang belum melahirkan
Pemeriksaan ada tidaknya ejakulasio dalam vagina dengan mencari spermatozoa dalam
sediaan hapus cairan dalam vagina.
b. Pemeriksaan anal
Kemungkinan bila terjadi hubungan seksual secara anal akan menyebabkan luka
pada anal berupa robekan, ireugaritas, keadaan fissura.

c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan cairan mani (semen)
Tes kehamilan
Pemeriksaan lain seperti hepatitis, gonorrhea, HIV.
Pemeriksaan cairan tubuh, mani, liur, atau rambut yang dianggap pelaku
Saran
1. Perlu sosialisasi pada masyarakat perlunya menjaga dan tidak merusak barang
bukti di tempat kejadian perkara, atau pada bagian tubuh korban agar memudahkan
pemeriksaan forensik untuk menemukan pelaku kekerasan.
2. Diharapkan dapat terciptanya hubungan kerjasama yang baik antara pihak
berwenang (penyidik) dengan bagian forensik dan medikolegal sehingga kasus-
kasus tindak pidana dapat diselesaikan dengan baik.
3. Bagi Pendidikan refrat ini dapat dijadikan bahan untuk menambah wawasan bagi
tenaga kesehatan terutama dokter muda dalam menjalani masa klinik di Instalasi
Forensik dan Medikolegal.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai