Anda di halaman 1dari 24

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 9 Mei 15 Juli 2016
PENDAHULUAN
Di Indonesia , jumlah odha terus meningkat. Data
terakhir pada tahun 2008 menunjukkan bahwa jumlah
odha di Indonesia telah mencapai 22.664 orang.
HIV
DEFINISI
virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.
Virus ini menyerang organ-organ vital sistem kekebalan
tubuh manusia, seperti sel T4 CD4+.
EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 1990, jumlah odha baru berkisar pada angka
delapan juta sedangkan saat ini, jumlahnya sudah
mencapai 33,2 juta orang. Dari keseluruhan jumlah ini,
67% diantaranya disumbangkan oleh odha di kawasan
sub Sahara, Afrika.
Metode penularan
- transmisi melalui mukosa genital (hubungan seksual)
- transmisi langsung ke peredaran darah melalui jarum
suntik yang terkontaminasi atau melalui komponen
darah yang terkontaminasi
- transmisi vertikal dari ibu ke janin
ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu virus
RNA berbentuk sferis yang termasuk retrovirus dari famili
Lentivirus. Strukturnya tersusun atas beberapa lapisan
dimana lapisan terluar (envelop) berupa glikoprotein gp120
yang melekat pada glikoprotein gp41. Selubung glikoprotein
ini berafinitas tinggi terhadap molekul CD4 pada permukaan
T-helper lymphosit dan monosit atau makrofag. Lapisan
kedua di bagian dalam terdiri dari protein p17. Inti HIV
dibentuk oleh protein p24. Di dalam inti ini terdapat dua
rantai RNA dan enzim transkriptase reverse (reverse
transcriptase enzyme).
Struktur anatomi hiv
Patogenesis
Diagnosis
Anamnesis
Dari anamnesis, perlu digali factor resiko HIV, daftar
riwayat penyakit pasien dengan tersangaka ODHA :
- Penjaja seks laki-laki atau perempuan
- Penggunaan jarum suntik
- Pernah berhubungan seks tanpa pelindung dengan
oramg yang terkena virus hiv
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum kehilangan berat badan
Penyakit lain selain HIV Tuberkulosis,
Kulit Dermatitis seboroik pada muka dan
kepala
Kelenjar getah bening Kgb pada tb biasanya khas unilateral,
nyeri, keras, pembengkakan di sertai
dengan demam, keringat malam.

Mulut Kandidiasis oral


Dada Masalah tersering Tb berupa batuk,
sesak nafas, demam, bb menurun
abdomen Lihat tanda tanda hepatomegaly, teraba
masa
Pemeriksaan neurologi Nilai adanya kelemahan neurologis
Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan antibodi terhadap HIV
deteksi virus atau komponen virus HIV (umumnya
DNA atau RNA virus) di dalam tubuh yakni melalui
pemeriksaan PCR untuk menentukan viral load
tes hitung jumlah limfosit T CD4
Stadium klinis HIV
Stadium 1 Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten

Stadium 2 Sakit ringan


Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku

Stadium 3 Sakit sedang


Penurunan berat badan > 10%
Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis
(<50.000/ml)

Stadium 4 Sakit berat (AIDS)


Sindroma wasting HIV
Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulang
Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.
Kandidosis esophageal
TB Extraparu*
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV*
Abses otak Toksoplasmosis*
Encefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus*
Infeksi mikobakteria non-TB meluas
Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas
beberapa jenis, yaitu:
a) Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV
dengan obat antiretroviral (ARV).
b) Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit
infeksi yang menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti
tuberkulosis
c) Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai
nilai gizi yang lebih baik, dukungan agama serta juga
tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan.
Secara umum, obat ARV dapat dibagi dalam 3 kelompok
besar yakni:

Kelompok nucleoside reverse transcriptase inhibitors


(NRTI) seperti: zidovudin, zalsitabin, stavudin,
lamivudin, didanosin, abakavir
Kelompok non-nucleoside reverse transcriptase
inhibitors (NNRTI) seperti evafirens dan nevirapin
Kelompok protease inhibitors (PI) seperti sakuinavir,
ritonavir, nelvinavir, amprenavir.
Terapi ARV dianjurkan pada pasien dengan TB paru
atau infeksi bakterial berat dan CD4 < 350/mm3. Juga
pada ibu hamil stadium klinis manapun dengan CD4 <
350 / mm3. Keputusan untuk memulai terapi ARV
pada ODHA dewasa dan remaja didasarkan pada
pemeriksaan klinis dan imunologis.
Terapi ARV sebaiknya jangan dimulai bila terdapat
keadaan infeksi oportunistik yang aktif. Pada
prinsipnya, Infeksi opertunistik harus diobati atau
diredakan dulu.
Namun pada kondisi-kondisi dimana tidak ada lagi
terapi yang efektif selain perbaikan fungsi kekebalan
dengan ARV maka pemberian ARV sebaiknya
diberikan sesegera mungkin (AIII). Contohnya pada
infeksi M.tuberculosis, penundaan pemberian ARV 2
hingga 8 minggu setelah terapi TB dianjurkan untuk
menghindari bias dalam menilai efek samping obat
dan juga untuk mencegah atau meminimalisir
sindrom restorasi imun atau IRIS.
Panduan obat kombinasi ARV
WHO merekomendasikan penggunaan obat ARV lini
pertama berupa kombinasi 2 NRTI dan 1 NNRTI. Obat
ARV lini pertama di Indonesia yang termasuk NRTI
adalah AZT (zidovudin), lamivudin (3TC) dan
stavudin (d4T). Sedangkan yang termasuk NNRTI
adalah nevirapin (NVP) dan efavirenz (EFZ).
Terapi kombinasi untuk HIV/AIDS seperti pada tabel 11.
kombinasi terapi ARV yang tidak dianjurkan seperti pada
Penatalaksanaan infeksi opertunistik

Tuberkulosis
TB paru merupakan jenis yang paling sering dijumpai
dan muncul pada infeksi HIV awal dengan jumlah CD4
> 300 sel
Pada foto toraks, gambaran TB paru pada odha dengan
CD4>200 sel/L tidak berbeda dengan non HIV
berupa infiltrat pada lobus atas, kavitas, atau efusi
pleura. Pada ODHA dengan CD < 200 sel/L, gambaran
yang lebih sering tampak adalah limfadenopati
mediastinum dan infiltrat di lobus bawah.
Tabel 16. Obat yang dipakai dan lama pengobatan

Klasifikasi Regimen Obat


Kasus TB baru 2HRZE / 6 HE (DOTS)
TB kambuh/ pengobatan ulang 2SHRZE / HRZE / 5H3R3E3 (DOTS)
Tabel 17. Terapi ARV untuk pasien koinfeksi TB-
HIV
CD4 Paduan yang dianjurkan Keterangan
CD4 <200/ Mulai terapi TB. Mulai terapi ARV Saat mulai ART pada 2 8
mm3 segera setelah terapi TB dapat minggu setelah OAT
ditoleransi (antara 2 minggu hingga 2
bulan)
Paduan yang mengandung EFV (AZT
atau d4T) + 3TC + EFV (600 atau
800 mg/hari).
Setelah OAT selesai maka bila perlu
EFV dapat diganti dengan NVP.
Bila NVP terpaksa harus digunakan
disamping OAT, maka dapat
dilakukan dengan melakukan
pemantauan fungsi hati
(SGOT/SGPT) secara ketat
CD4 200-350/ Mulai terapi TB Setelah 8 minggu terapi
mm3 TB
CD4 >350/ Mulai terapi TB Tunda terapi ARV , evaluai
mm3 kembali pada saat minggu
ke 8 terapi TB dan setelah
terapi TB lengkap
CD4 tidak Mulai terapi TB Pertimbangkan terapi ARV
mungkin mulai 2 8 minggu setelah
diperiksa terapi TB dimulai
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai