Pengertian : kelalaian atau kegagalan seorang dokter
untuk menggunakan tingkat keterampilan dan ilmu
pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang cedera. Kategori malpraktek seorang dokter dilihat dari 3 aspek yaitu : Intensional profesional misconduct : dokter tersebut berpraktek melanggar aturan yang ada dan tidak ada unsur kelalaian Neglience (kelalaian) : dokter krn kelalaiannya berakibat cacat atau pasiennya meninggal Lack of skill : dokter melakukan tindakan medis diluar kompetensinya Duty : kewajiban Dereliction : penyimpangan kewajiban Damage : kerugian Direct causal relationship : hub sebab akibat berpedoman pada standar pelayanan medik dan standar prosedur operasional Bekerja secara profesional, berlandaskan etik dan moral yang tinggi Ikuti peraturan perundangan yang berlaku, terutama tentang kesehatan dan praktik kedokteran Jalin komunikasi yang harmonis dengan pasien dan keluarganya dan jangan pelit informasi baik tentang diagnosis, pencegahan dan terapi. Tingkatkan rasa kebersamaan, keakraban, dan kekeluargaan sesama sejawat dan tingkatkan kerja sama tim medik demi kepentingan pasien. Jangan berhenti belajar, selalu tingkatkan ilmu dan keterampilan dibidang yang ditekuni - Adalah terhentinya kehidupan buah kehamilan di bawah 28 minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram. - Macam abortus 1. Abortus spontan 2. Abortus provokatus ( medicinalis, kriminalis) 1. Disertai perdarahan 2. Mola hidatidosa 3. Trisomi 13 dan 18 4. Infeksi uterus 5. Ibu nya mengalami gangguan metabolik 6. Gangguan jiwa, dll Merupakan persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan.
Yang berhak memberikan persetujuan adalah :
Pasien diatas 21 tahun/ sudah menikah dan keadaan sehat mental penjelasan dalam informed consent mencakup: Diagnosis dan tata cara tindakan medis Tujuan tindakan medis yang dilakukan Alternatif tindakan lain dan resikonya Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan Pasien dibawah umur 21 tahun, dan pasien penderita gangguan jiwa yang menadatanganinya adalah orangtua/wali. Untuk pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medis berada dalam keadaan gawat atau darurat yang memerlukan tindakan medis segera, maka tidak diperlukan persetujuan dari siapapun Pada kasus abortus provokatus kode etik yang dilanggar berupa KODEKI Bab II butir 7d yang berbunyi Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani Setiap tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien, mensyaratkan persetujuan (otorisasi) dari pasien yang bersangkutan. Dalam kondisi dimana pasien tidak dapat memberikan persetujuan secara pribadi , maka persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat atau wali. Penghentian (terminasi) kehamilan hanya dapat dilakukan atas indikasi medik yang mengharuskan tindakan tersebut. Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. Pasal 15 UU No.23 Tahun 1992 Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau keluarganya. Pasal 15 UU No.23 Tahun 1992 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
KUHP Bab XIX Pasal 346
Pada aspek hukum wanita tersebut melanggar KUHP Bab XIX pasal 346 dan dokter pada kasus tersebut melanggar Pasal 15 UU No.23 Tahun 1992 pada aspek etika pada kasus abortus provokatus kode etik yang dilanggar berupa KODEKI Bab II butir 7d dan pada aspek disiplin seharusnya dokter P melakuan informed consent terhadap pasien maupun keluarga pasien.