Anda di halaman 1dari 22

REFLEKSI KASUS

GANGGUAN KONVERSI
Disusun oleh :
NOVI HERMAN
12 777 030
Supervisor : dr. Dewi Suriany A, Sp.KJ
BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
RSUD UNDATA
PALU
2017
Identitas
Nama : Ny. S
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : BTN Bumi Rovika
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Pendidikan : SMA
Warga Negara : Indonesia
Tanggal Pemeriksaan : 28 Agustus 2017
Tempat Pemeriksaan : Poli Klinik Jiwa RSUD Undata Palu
Skenario

Seorang perempuan umur 45 tahun datang ke Poliklinik Jiwa


RSUD Undata Palu dengan keluhan merasa sakit pada
kepalanya yang dirasakan sejak 3 bulan lalu. Pasien mengatakan
merasa seperti urat di kepalanya terangkat dan juga gerakannya
mengikuti arah gerakan kepala. Pasien juga mengeluh tidak
nyaman ketika sholat saat kepalanya terasa sakit. Pasien
mengatakan bahwa keadaannya membaik apabila minum obat.
Pasien sudah berulang kali berobat ke dokter dengan keluhan
yang sama yaitu merasa sakit pada kepalanya sejak tahun 2016.
Pasien rutin meminum obat, setiap bulan kontrol ke dokter dan
mengambil obat.
Pasien juga mengatakan bahwa dulu sering merasakan sakit pada
betisnya tapi sekarang sudah membaik. Pasien juga mengatakan
ketika menonton TV sering terbawa suasana ikut menangis dan
juga kadang-kadang dalam 1 bulan pasien merasa malas keluar
rumah karena masa bodoh
EMOSI TERKAIT
Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien sering merasa
sakit pada kepalanya seperti urat terangkat dan mengikuti
arah gerakan kepala serta merasa tidak nyaman saat beribadah
dan ketidaknyamanan ini membuat pasien setiap bulan
berobat ke dokter.
EVALUASI
Pengalaman baik :
Pasien cukup terbuka dalam menjelaskan keluhan yang dia
rasakan dan kooperatif saat dilakukan wawancara.

Pengalaman buruk:
Karena pengalaman yang masih kurang sehingga butuh
kemampuan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya
dari pasien.
Kriteria Diagnostik

Kriteria Diagnostik Gangguan Konversi menurut DSM IV-TR :


A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang memengaruhi fungsi
sensorik atau motorik volunter yang mengesankan adanya
keadaan neurologis atau keadaan medis umum lain.
B. Faktor psikologis dinilai terkait dengan gejala maupun defisit
karena awal atau perburukan gejala atau defisit didahului
konflik atau stresor lain.
C. Gejala atau defisit ditimbulkan tanpa disengaja atau dibuat-buat
(seperti pada gangguan buatan atau melingering)
D. Setelah pemeriksaan yang sesuai, gejala atau defisit tidak dapat
benar-benar dijelaskan oleh keadaan medis umum atau oleh efek
langsung suatu zat, maupun sebagai perilaku atau pengalaman
yang disetujui budaya.
E. Gejala atau defisit menyebabkan distres yang bermakna secara
klinis atau hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area
penting lain, atau memerlukan evaluasi medis.
F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual,
tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan somatisasi, dan
sebaiknya tidak disebabkan gangguan jiwa lain.
Tentukan tipe gejala atau defisit:
Dengan gejala atau defisit motorik
Dengan gejala atau defisit sensorik
Dengan bangkitan atau kejang
Dengan tampilan kejang
Kriteria Diagnostik PPDGJ III
Untuk diagnosis pasti maka hal-hal di bawah ini harus ada :
a) Gambaran klinis yang ditentukan untuk masing-masing
gangguan yang tercantum pada F44.
(misalnya F44.0 Amnesia Disosiatif)
b) Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan
gejala-gejala tersebut
c) Bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan
kurun waktu yang jelas dengan problem dan kejadian-
kejadian yang stressful atau hubungan interpersonal yang
terganggu (meskipun hal tersebut disangkal oleh penderita)
PERJALANAN DAN PROGNOSIS

Gejala awal pada sebagian besar pasien dengan gangguan konversi


mungkin 90 hingga 100 persen, membaik dalam beberapa hari atau
kurang dari 1 bulan. Sebanyak 75% pasien dilaporkan dapat tidak
mengalami episode lain, tetapi 25% pasien lainnya memiliki episode
tambahan selama periode stres. Terkait dengan prognosis yang baik
adalah awitan mendadak, stresor mudah diidentifikasi, penyesuaian
pramorbid baik, tidak ada gangguan medis atau psikiatri komorbid,
dan tidak sedang menjalani proses hukum.
Semakin lama gangguan konversi ada , prognosisnya lebih buruk.
Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, 25 hingga 50 persen
pasien dikemudian hari dapat memiliki gangguan neurologis atau
keadaan medis nonpsikiatri yang mengenai sistem saraf. Dengan
demikian, pasien dengan gangguan konversi harus telah menjalani
evaluasi lengkap neurologis dan medis pada saat diagnosis.
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan yang telah
dilakukan pada pasien terdapat kelainan pola perilaku dan psikologis
yang secara klinis bermakna Sehingga dapat menyebabkan timbulnya
distress dan disabilitas dalam fungsi sehari-hari maka pasien dikatakan
menderita gangguan jiwa.
Pasien ini tidak memiliki riwayat trauma kepala ataupun penyakit
yang dapat mengakibatkan disfungsi otak. Hal ini dapat dinilai dari
tingkat kesadaran, daya konsentrasi, orientasi, serta fungsi
kognitif pasien yang masih baik sehingga pasien ini bukan
penderita gangguan mental organik (F.0)
Berdasarkan (NAPZA) serta tidak ditemukan riwayat
mengkonsumsi alkohol dan merokok sehingga pasien ini
bukan menderita gangguan mental dan perilaku
akibat zat psikoaktif atau alkohol (F.1)
Berdasarkan autoanamnesis pasien ini tidak ditemukan
adanya gangguan dalam menilai realita yang ditandai
dengan adanya halusinasi atau waham sehingga pasien ini
dapat dikatakan bukan menderita gangguan psikotik
(F.2).
Pasien ini tidak ditemukan mood yang meningkat, aktivitas fisik dan
pembicaraan meningkat, maka pasien ini bukan pasien mania. Pasien juga
tidak mengalami mood yang menurun, kehilangan minat dan
kegembiraan, penurunan aktivitas fisik, maka pasien ini bukan menderita
gangguan depresi. Karena pasien ini tidak menderita mania dan depresi,
maka pada pasien ini bukan menderita gangguan perasaan (F.3).
Dari autoanamnesis pasien ini memiliki ketidaknyamanan serta kegelisahan
yang cukup mengganggu dalam kehidupannya sehari- hari, maka pada
pasien ini ada gangguan neurotik, gangguan somatoform dan
gangguan yang berkaitan dengan stress (F.4).
Pada pasien terdapat ketidaknyamanan terhadap penyakitnya namun
dari hasil pemeriksaan tidak didapatkan gangguan fisik yang nampak.
Oleh karena itu, pada pasien ini diagnosis aksis I
gangguan konversi (F44).
Aksis II
Ciri KepribadianTidak ditemukan
Aksis III
Tidak ada diagnosa
Aksis IV
Tidak ditemukan masalah
AksisV
GAF scale 70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas
ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.
RENCANATERAPI
Farmakoterapi :
Alprazolam 0,5 mg
Valisanbe 2 mg
Trifluoperazine1 mg
Psikoterapi Suportif

A. Pada pasien : Menyarankan pasien untuk memperbanyak aktivitas agar


dapat mengalihkan perasaan ketidaknyamanan dan takutnya.
Menyarankan pasien untuk menambah rasa percaya diri dan
menghilangkan rasa pesimis
Edukasi pada pasien pentingnya untuk kontrol rutin setiap bulan dan
minum obat secara teratur.
Melakukan relaksasi seperti tarik napas dalam kemudian tahan
sebentar dan dibuang napas perlahan saat perasaan cemas dan takut
pasien muncul.
Menyarankan agar pasien lebih banyak berdoa dan mendekatkan diri
kepada Tuhan YME agar dirinya diberi ketenangan dalam menghadapi
masalah yang ada
B. Pada keluarga
Edukasi tentang keadaan penyakit pasien dan kondisi pasien,
mengingatkan pasien untuk minum obat teratur,
mengingatkan pasien untuk menjaga dan merawat diri dengan
baik.
Memberikan perhatian, dukungan, serta semangat penuh
terhadap pasien.
KESIMPULAN
Berdasarkan kasus di atas dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami Gangguan Konversi yang sesuai diagnosis kriteria
diagnosis dari DSM-IV TR.
Pengobatan gangguan konversi adalah diberikan anti-ansietas.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai