Anda di halaman 1dari 29

Avi Dhayita W

Wita Aprianti

Preceptor :
dr. H. Satryo Waspodo, Sp.RM

Bagian Ilmu Rehabilitasi Medik


FK UNISBA-RS MUHAMMADIAH
BANDUNG
2016
Sekumpulan gejala poliradikuloneuropati
autoimun
Pasca infeksi
Terutama mengenai neuron motorik, dpt
jg sensorik dan autonom
Studi di AS, Australia, Eropa insidensi 1-
3/100.000 penduduk per tahun. Serupa di
Asia
Laki-laki : perempuan = 1,5 : 1
Resiko makin tinggi dengan bertambah
usia
Memucak pada kelompok usia 15-35 dan
50-75
Riwayat infeksi beberapa minggu
sebelumnya (sering : pernafasan dan
pencernaan)
Campylobacter jejuni, CMV, EBV
Jarang; HIV , mycoplasma pneumonia,
varicella zoester
Asosiasi dengan vaksinasi (flu babi,
influenza, rabies, meningokok)
1. Acute Inflammatory Demyelinating
Polyneuropathy (AIDP)
- Sering
- Terutama motorik
- Serologi + 40% Ab GB1

2. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)


- Sering pada anak
- Serang hanya akson motorik
- Kelemahan simetris cepat gagal nafas
70%
3. Acute Motor & Sensory Axonal Neuropathy
(AMSAN)
- Banyak terjadi pada dewasa
- - serang motorik &sensorik
- Berat & progesi cepat
- Sering muscle wasting

4. Miller-Fisher syndrome
- Trias : paralisis otot ekstraokular, ataksia,
arefleksia
- Kadang + : papiledema, lumpuh n. viii
Paling banyak diteliti : C.jejuni
Antigen kapsul serupa dengan antigen
gangliosida selubung mielin saraf
Antibodi yang dibentuk tubuh
menyerang selubung saraf
Hantaran saraf terhambat atau tidak
terjadi sama sekali paralisis
Sebagian kecil c.jejuni infection tdk timbulkan
gejala
Sebagian besar pasien terdapat riwayat infeksi
sal cerna, respirasi (diare, CC, pneumonia)
10 hari kemudian : Landrys ascending paralysis
(ekstrimitas bawah batang tubuh
ekstrimitas atas otot bulbaris) refleks
tendon hilang
Anak : iritabel, menolak/ tdk bisa jalan
Keterlibatan bulbaris paralisis nervus
kranialis, paralisis otot pernafasan
Kelainansensorik : nyeri, baal, parestesia,
hilang sensori di distal
Disfungsi otonom : hipotensi postural,
hipertensi, aritmia, hipersalivasi, anhidrosis,
fluktuasi TD lebar
Remielinisasi
penyembuhan total 6-12
bulan (descending, refleks tendon terakhir)
Diagnosis GBS terutama ditegakkan secara klinis, ditandai
dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya
refleks-refleks tendon dan didahului parestesi.
Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan Neurologis
- Kelemahan otot yang bersifat difus dan paralisis.
- Refleks tendon akan menurun atau bahkan menghilang.
- Tanda rangsang meningeal seperti kernig dan kaku kuduk
mungkin ditemukan
- Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak ditemukan.
1. Cairan serebrospinal (CSS)
Adanya kenaikan kadar protein ( 1 1,5 g/dl ), Kenaikan kadar protein
biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua.
2. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf dan elektromiografi (EMG)
Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi
saraf, Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya
keterlambatan atau bahkan blok dalam penghantaran impuls. Bila
pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2, akan terlihat adanya penurunan
aksi potensial (CMAP) dari beberapa otot, dan menurunnya kecepatan
konduksi saraf motorik.
3. Pemeriksaan MRI
Memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira kira pada hari ke 13
setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda equina
yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus GBS.
4. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru) akan menunjukkan
adanya insufisiensi respiratorik atau gagal pernafasan.

5. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat, dengan peningkatan


immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf

6. Pemeriksaan darah Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear


sedang dengan bentuk imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan
fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis. Laju endap darah
dapat meningkat sedikit atau normal.
I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis
- Terjadi kelemahan yang progresif
- Hiporefleksi
II. Ciri-Ciri yang secara kuat menyokong diagnosis GBS
- Progresivitas gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, dalam waktu
sekitar 4 minggu
- Biasanya simetris
- Adanya gejala gangguan sensoris yang ringan
- Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral
- Disfungsi saraf otonom
- Tidak disertai demam saat onset gejala neurologis
Pemeriksaan Cairan otak
Peningkatan protein CSS, meningkat setelah gejala 1 minggu
Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
Pemeriksaan elektrodiagnostik
Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf
Gambaran yang meragukan diagnosis
Kelumpuhan asimetris yang menetap
Gangguan kandung kemih dan defikasi yang menetap
Gangguan kandung kemih dan defikasi pada onset
Jumlah sel mononuklear dalam cairan otak > 50 sel mm3
Terdapat leukosit PMN dalam cairan otak
Gangguan sensibilitas
Gambaran yang menyingkirkan diagnosis
Terdapat sangkaan adanya riwayat, gambaran klinis atau laboratorium dari :
Pemakaian uap n-heksan
Porfiria intermitten akut
Infeksi difteri
Poliomielitis, botulisme, histeri atau neuropati toksik
GBS dibedakan dengan beberapa kelainan susunan saraf pusat
a. Myelopathy
b. Poliomyelitis: kelumpuhan yang terjadi biasanya asimetris, dan
disertai demam.
Spinal Cord :
a. Spinal Cord Compression
Muscle :
a. Viral Myositis
b. Inflammatory Myopathies
c. Metabolic Myopathies
Peripheral nerves :
a. Diphtheria
b. Toxic Neuropathy
Paralisis menetap
Gagal nafas
Hipotensi
Tromboembolisme
Pneumonia
Aritmia Jantung
Retensi urin
Problem psikiatrik
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik
untuk SGB, pengobatan terutama secara
simptomatis.
Tujuan: mengurangi gejala, mengobati
komplikasi, mempercepat penyembuhan dan
memperbaiki prognosisnya.
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di
rumah sakit untuk terus dilakukan observasi
tanda-tanda vital.
Penderita dengan gejala berat harus segera di
rawat di rumah sakit untuk memdapatkan
bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
Sistem pernapasan
Gagal nafas merupakan penyebab utama kematian pada
penderita SGB. Pengobatan lebih ditujukan pada tindakan suportif
dan fisioterapi.
Bila perlu dilakukan tindakan trakeostomi,
penggunaan ventilator bila VC turun dibawah 50%.
Fisioterapi
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum
dan kolaps paru.
Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi.
Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka
fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan
otot.
Imunoterapi
Tujuan pengobatan SGB ini untuk mengurangi beratnya penyakit
dan mempercepat kesembuhan ditunjukan melalui system
imunitas.
Plasma exchange therapy (PE)
Tujuan: mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar.
Pemakaian plasmaparesis pada GBS memperlihatkan hasil yang
baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat
bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih
pendek.
Waktu efektif PE: 2 minggu setelah munculnya gejala.
Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50
ml/kg dalam waktu 7-10 hari dilakukan 4-5x exchange.
Imunoglobulin IV
dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau
menekan produksi auto antibodi tersebut. Pengobatan dengan
gamma globulin intravena lebih menguntungkan dibandingkan
plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan.
Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala
muncul dengan dosis 0,4 g / kgBB /hari selama 5 hari.
Kortikosteroid
fisioterapi harus dimulai sejak kondisi pasien stabil. Oleh
karena perjalananan penyakit GBS yang unik, ada dua fase
yang perlu diperhatikan dalam memberikan fisioterapi.
1) fase ketika gejala masih terus berlanjut hingga berhenti
sebelum kondisi pasien terlihat membaik. Pada fase
tersebut yang diperlukan adalah mempertahankan kondisi
pasien, meskipun kondisi pasien akan terus menurun.
2) fase penyembuhan, ketika kondisi pasien membaik. Pada
fase ini pengobatan fisioterapi ditujukan pada penguatan
dan pengoptimalan kondisi pasien (hanya problem
muskuloskeletal dan kardiopulmari yang menjadi
penekanan).
Secara keseluruhan penatalaksanaan fisioterapi ditujukan
pada pengoptimalan kemampuan fungsional.
Penatalaksanaan Fisioterapi pada Problem
Muskuloskeletal
bukan hanya motorik masalah utama penderita GBS,
tetapi juga skeletal sebagai akibat dari gangguan
motorik. Pada fase pertama yang perlu diberikan
adalah mempertahankan kekuatan otot, panjang otot,
luas gerak sendi (LGS), tanpa melupakan bahwa
kondisi pasien masih akan terus memburuk dalam
waktu maksimal 2 minggu.
Bila panjang otot dan LGS terus terjaga pada fase
pertama, fisioterapi pada fase kedua ditekankan
peningkatan kekuatan otot, dengan tetap
memperhitungkan jumlah motor unit yang kembali
bekerja.
Penatalaksanaan pada masalah kekuatan otot
Pada fase pertama: latihan aktif / aktif assistif.
Bila kemudian kondisi kelemahan otot sangat menonjol,
latihan pasif harus diberikan;
Bagi pasien GBS, frekuensi latihan seharusnya tidak terlalu
tinggi dalam satu sesi, untuk mencegah kelelahan,
mengingat jumlah motor unit yang bekerja hanya terbatas.
Intensitas latihan dalam sehari bisa ditingkatkan dengan
melakukan lebih banyak sesi dalam sehari.
Pada fase kedua: sasaran utama pada fase ini adalah
peningkatan kekuatan otot.
Program latihan aktif seharusnya ditingkatkan bila
penderita sudah mampu melakukan latihan aktif dan
memenuhi LGS normal tanpa kesulitan.
Jenis latihan: beban manual, quadricep bench, dan alat
lainnya
Penatalaksanaan pada Problem Kardiopulmonari
Masalah kardiopulmonari lebih menonjol pada fase
pertama.
Pada kasus GBS yang berat, terjadi kelemahan otot-
otot intercostal disebabkan karena berkurangnya
jumlah motor unit yang terkonduksi. Akibatnya tidak
dapat melakukan inspirasi secara penuh, sehingga
kapasitas vital menjadi berkurang.
Menurunnya kemampuan batuk, akan menurunkan
kemampuan untuk membersihkan saluran
pernafasan. Sehingga saluran pernafasan semakin
menyempit, dan ekspansi paru menjadi berkurang
juga. Sehingga pada akhirnya kembali terjadi
penurunan kapasitas vital.
Penatalaksanaan pada Kemampuan Ekspansi Dada
Latihan pasif hanya bisa dilakukan dengan bantuan ventilator atau manual
hyperinflation.
Dengan terpenuhinya volume sesuai dengan kapasitas vital, maka
pertukaran gas dalam alveoli menjadi meningkat dan mampu memenuhi
kebutuhan ventilasi. Selain itu juga memelihara kelenturan jaringan-
jaringan lunak disekitarnya, sehingga LGS persendian disekitar tulang
rusuk terpelihara.
Bila kekuatan otot interkostal sudah kembali membaik, rongga dada
sudah siap kembali mengembang.
Bila otot intercostal dan diafragma sudah menigkat, maka latihan
penguatan harus segera diberikan.
Oleh karena tekanan positif yang diberikan lewat ventilator dan manual
hyperinflation bisa memberikan efek samping, seperti barotrauma.
Latihan aktif harus segera diberikan. Pemberian latihan masih harus
memperhatikan aturan rendah frekuensi dalam satu sesi dan banyak sesi
dalam sehari. Ini berarti harus diberikan kesempatan istirahat cukup bagi
penderita diantara sesi latihan, untuk menghindari kelelahan.
Penatalaksaaan pada Pembersihan Saluran Pernafasan
Dalam keadaan normal, setiap hari dihasilkan sekitar 100 ml
sekresi saluran pernafasan dalam sehari.
Pembersihan dilakukan sebagai bagian dari sistem pertahanan,
yakni didorong oleh cilia yang kemudian tertelan. Bila sekresi
yang dihasilkan lebih dari normal, atau ada kegagalan kerja cilia,
maka diperlukan mekanisme batuk untuk mengeluarkannya dari
saluran pernfasan. Agar bisa meletupkan batuk yang kuat,
seseorang harus bisa menghirup cukup volume udara.
Sehingga seorang penderita GBS dengan kelemahan otot
pernafasan yang menonjol tidak mampu melakukan batuk yang
kuat untuk mengeluarkan sekresi. Bila sekresi dibiarkan
menumpuk, maka diameter saluran pernafasan akan menyempit.
Ini berarti volume udara yang bisa masuk ke paru berkurang,
sehingga kemampuan ventilasi menjadi berkurang.
fase awal, pada penderita GBS dengan kelemahan
otot pernafasan yang menonjol, pembersihan
saluran pernafasan: ventilator atau manual
hyperinflation.
Dengan teknik tertentu, maka panjang ekspirasi bisa
diperpendek, sehingga kecepatan udara yang keluar
pada waktu ekspirasi bisa meningkat. Dengan
demikian sekresi saluran pernafasan bisa
dikeluarkan.
Postural drainage untuk membantu memindahkan
sekresi dari saluran pernafasan yang distal ke yang
lebih proksimal. Untuk membersihkan sekresi dari
saluran pernafasan, penderita harus mampu batuk,
atau bila tidak harus dilakukan suction.
Pada umumnya penderita mempunyai
prognosis yang baik, tetapi pada sebagian
kecil penderita dapat meninggal atau
mempunyai gejala sisa.
Penderita GBS dapat sembuh sempurna (75-
90%) atau sembuh dengan gejala sisa
berupa dropfoot atau tremor postural (25-
36%).
Penyembuhan dapat memakan waktu
beberapa minggu sampai beberapa tahun.

Anda mungkin juga menyukai