Anda di halaman 1dari 32

Hipersensitivitas

Kelompok 3
SITTI SYARIFAH M DINA FITRIANA
ARNI ARIES YULIATI
INDAH CAHYANI TINI SYAMSUDDIN
KHUSNUL KHATIMAH IIN FATIMAH AHMAD
MUH. IKRAM HASBI AZIZAH SULFIAH
ANDI ADRIANI ANDI IKA ANDHINI
FALMIATI WIWIN MEGAH PUSPITA
PENDAHULUAN

REAKSI OBAT
YANG TIDAK
DIINGINKAN
KONSEKUENSI

OBAT
Reaksi Obat Yang Tidak Diinginkan??

WHO FDA

Setiap efek yang tidak Efek yang tidak diinginkan


diinginkan dari obat yang yang berhubungan dengan
timbul pada pemberian obat penggunaan obat yang timbul
dengan dosis yang digunakan sebagai bagian dari aksi
untuk profilaksis, diagnosis farmakologis dari obat yang
dan terapi kejadiannya mungkin tidak
dapat diperkirakan
Klasifikasi Reaksi ObatYang Tidak Diinginkan

Reaksi yang dapat diperkirakan atau diprediksi


Umum terjadi, bergantung pada dosis
Berhubungan dengan farmakologi obat (toksisitas, efek samping, interaksi
Tipe A obat)

Reaksi yang tidak dapat diperkirakan


Jarang terjadi dan tidak bergantung dosis
Biasanya tidak berhubungan dengan farmakologi obat
Tipe B

Kronis
Berkaitan dengan durasi terapi, misalnya supresi adrenal dari kortikosteroid
Tipe C

Jarang terjadi
Onsetnya tertunda dan biasanya terkait dengan dosis, misalnya
Tipe D karsinogenitas
REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Reaksi hipersensitivitas merupakan reaksi yang sering


didefinisikan sebagai reaksi yang ditimbulkan oleh mekanisme
imunologis. Merupakan hasil produksi antibodi dan / atau sel
T sitotoksik akibat obat, metabolitnya, ataupun protein
pembawa baik yang soluble maupun yang berikatan dengan
sel. Merupakan respon dari paparan obat yang sebelumnya
atau pemberian berkesinambungan.
FAKTOR RESIKO

1. Berhubungan dengan obat

Obat dengan berat molekul besar (makromolekul) seperti antiserum,


Sifat Obat kimopapain, streptokinase, L_asparaginase, dan insulin adalah antigen
kompleks yang potensial menyebabkan sensitisasi

Rute pemberian secara topikal Lebih beresiko sensitisasi kemudian rute SC,
IM, dan oral. Rute IV merupakan rute dengan sensitisasi paling kecil
Dosis, Frekuensi dan Dosis dan lama pemberian obat berperan padaperkembangan respon
Rute Pemberian Obat imunologik spesifik obat
Frekuensi ; biasanya lama pemberian obat lebih memicu reaksi alergi . Apabila
interval pengobatan semakin lama, maka reaksi alergi lebih jarang terjadi
2. Berhubungan dengan pasien

Usia dan Jenis


Kemalin
Anak-anak lebih mudah tersensitisasi dibandingkan orang dewasa. Untuk
jenis kelamin, wanita lebih beresiko dibandingkan pria

Reaksi Obat Pasien yang secara genetik merupakan asetilator lambat beresiko untuk hipersensitivitas
Sebelumnya terhadap sulfonamide, juga lebih mungkin mengalami peningkatan ANA dan gejala
sistemik lupus eritematosus (SLE) ketika diobati dengan Procainamide atau Hidrazalasin

Pasien dengan riwayat reaksi alergi parah terhadap penisilin , harus menghindari semua
Genetik senyawa dengan struktur penisilin dan mempertimbangkan untuk tidak menggunakan
antibiotik -laktam lainnya

Penyakit yang Ruam makulopapular dengan terapi ampicilin secara signifikan lebih tinggi pada pasien infeksi virus Epstein-Bar
Menyertai Infeksi virus herpes atau Epstein-Barr juga dikaitkan dengan sindrom DRESS
Terjadinya reaksi trimetoprimsulfametoksazol sekitar 10 kali lipat lebih tinggi pada pasien dengan HIV Positif
Klasifikasi Imunologis Reaksi Alergi Obat
(Gel dan Coombs)

Tipe I : Reaksi Hipersensitif. Kegagalan kekebalan tubuh dimana tubuh


seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan
yang umumnya imunogenik. Dimediasi oleh imunoglobulin IgE
Mekanisme
Reaksi yang dapat timbul :
Pruritus dan urtikaria
Bronkospame
Edema
kematian
Contoh umum ; anafilaksis imun
Tipe II : Reaksi Sitotoksik. Reaksi yang menyebabkan kerusakan pada
sel tubuh karena antibodi melawan/ menyerang secara langsung antigen yang
berada pada permukaan sel. Melibatkan IgG atau IgM
Mekanisme
Reaksi yang dapat timbul :
Anemia hemolitik ; karena
pemberian penisilin dosis tinggi
setelah 7 hai terapi
Trombositopenia
Granulositopenia
Terapi :
Imunosupresan
Kortikosteroid (prednisolon)
Tipe III : Reaksi Kompleks Yang Diperantarai Imun. Merupakan
reaksi alergi yang dapat terjadi karena adanya kumpulan kompleks antigen antibodi
pada jaringan yang mengakibatkan aktivasi komplemen dan terjadi kerusakan sel

Mekanisme
Reaksi yang dapat timbul :
Demam
Urtikaria
Arthralgia
Limfadenopati
Tipe IV : Reaksi Lambat. Melibatkan sel-sel imunokompeten seperti
makrofag dan sel T.

Mekanisme
Gejala klinis yang timbul :
Dikaitkan dengan perbedaan
pelepasan sitokin dan jenis sel T
Misalnya :
Reaksi hipersensitivitas yang
melibatkan sel T helper tipe 1
melibatkan interleukin 2 (IL-2),
sedangkan reaksi yang melibatkan
sel T helper tipe 2 melibatkan IL-4
dan IL-5
DIAGNOSIS

Langkah pertama dalam diagnosis reaksi alergi obat adalah dengan mengenali dan membedakan
reaksi alergi dengan efek samping obat yang ditimbulkan.

Reaksi tidak dapat diprediksi


Hanya terjadi pada individu yang rentan terhadap reaksi alergi
Tidak memiliki hubungan dengan sifat farmakologis obat
Memerlukan periode induksi pada paparan pertama tapi tidak pada paparan
berulang
Dapat terjadi pada dosis jauh di bawah dosis terapeutik
Dapat mempengaruhi sebagian besar organ, terutama pada kulit
Umumnya menyebabkan terjadinya eritematosa atau ruam makulopapular,
tetapi mencakup angioedema, sindrom serum sickness, anafilaksis, dan asma
Terjadi pada sebagian kecil masyarakat (10% -15%)
Reaksi dapat sembuh dengan penghentian obat dan muncul kembali pada
pemberian berulang dosis kecil obat atau yang memiliki struktur kimia yang
mirip
INFORMASI OBAT UNTUK DIAGNOSIS

o Nama obat o Pemberian obat yang sama sebelumnya


o Rute pemberian o Obat yang diberikan bersamaan
o Indikasi obat o Hal yang dilakukan setelah timbul reaksi
o Sifat dan tingkat keparahan reaksi alergi alergi
o Hubungan antara pemberian obat dengan o Respon terhadap pengobatan
reaksi alergi o Tes diagnostik sebelum atau setelah timbul
o Riwayat alergi sebelumnya reaksi alergi
o Kapan reaksi terjadi o Masalah medis lainnya
o Reaksi alergi yang sama pada anggota
keluarga lainnya
digunakan untuk mengidentifikasi apakah pasien
1. Skin Testing memiliki respon antibodi IgE terhadap penisilin atau
tidak
2. Reaktivitas Silang (Cross Reactivity)

untuk menghindari timbulnya alergi terhadap


pemberian antibiotik lainnya dilakukan reaktivitas
silang (cross-reaktivitas)

menentukan apakah antibiotik non-penicillin -laktam


(misalnya, sefalosporin) dapat digunakan pada pasien
alergi terhadap penisilin
REAKSI UMUM
1. Anafilaksis
Gangguan pernapasan
Onset terjadinya
Penurunan tekanan darah
cepat, dengan satu
Disfungsi organ
atau lebih Gejala Keterlibatan kulit/ mukosa jaringan
sbb : Gangguan gastrointestinal persisten

Rute pemberian
Faktor yang
Tingkat paparan
mempengaruhi
Dosis alergen

Reaksi pertama : paparan antigen terkonjugasi dengan protein


pembawa, menyebabkan pembentukan IgE-antibodi yg kemudian
mengikat reseptor pada sel mast dan basofil
Mekanisme Reaksi kedua/ paparan ulang : antigen merangsang degranulasi sel
melalui pembentukan antigen-IgE antibodi dan cross-linking, yang
Terjadinya : mengakibatkan pembentukan mediator imunologi yang dibentuk
sebelumnya dari sel mast dan basofil
Reaksi ketiga : suatu zat, spt media radiokontras dan agen hiperosmolar
lainnya, menstimulasi langsung pelepasan mediator (terutama histamin)
Terapi Obat
Lanjutan. . .
2. Serum sickness Penyebab serum sickness dari obat-obat
yang mengandung beberapa protein

reaksi hipersensitivitas tipe III,


Antitoksin, hormon, streptokinase
yang berasal dari injeksi obat
protein asing atau serum.
Ataupun merupakan reaksi Antibiotik : sefalosporin,
sekunder dari obat-obatan non ciprofloxacin
protein

Obat : alupurinol,
barbiturat, bupropion
Demam
Erupsi kulit (urtikaria)
Gejala Antibodi monoklonal; infliximab
Nyeri sendi pada pengobatan chron disease
dan rheumatoid arhritis,
Limpadenopati omalixumab digunakan untuk
terapi alergi obat pada asma,
rituximab pada pengobatan
cryoglobulinemia dan lymphoma
Mekanisme Terjadinya

Masuk ke dalam sirkulasi darah


Antigen

Antigen yg dikenali merespon


Antibodi terbentuknya antibodi

ukuran kecil tdk menyebabkan inflamasi


ukuran sedang mengendap pada dinding pembuluh darah &
Kompleks jaringan
Imun ukuran besar dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial
3. Drug Fever
Faktor penyebab Gejala Pengobatan
Hentikan pemberian
Farmakologi obat (spt Suhu tubuh 380 C , dpt obat yg menyebabkan
antineoplastik) berubah-ubah
Perubahan fungsi demam
Menggigil Antipiretik
termoregulasi
Pemberian obat yg dpt
Ruam kulit Bantal pendingin
menyebabkan demam
Reaksi idiosinkratik Eosinofilia
Sakit kepala
Myalgias
Bradikardia
4. Hipersensitivitas vasculitis
Disebut juga leukocytoclastic angina kulit yang ditandai inflamasi
pembuluh darah kecil
Reaksi ini terjadi ketika penurunan sistem imun kompleks dalam
pembuluh darah kecil dan melengkapi pengaktifan arteri, yang
menyebabkan pelepasan dari factor kemotaktik

Kriteria untuk klasifikasi hipersensitivitas vasculitis


Timbulnya gejala diatas umur 16 tahun
Pengobatan awal penyakit mungkin sebagai faktor pencetus
Sedikit peningkatan ruam purpurik (hemoragik) pada area lebih dari satu
atau lebih pada kulit
Ruam maculopapular lebih dari satu atau lebih area pada kulit.
Biopsi memperlihatkan daerah granulosit pada arteri atau vena.
5. Drug-Induced vasculitis

Disebabkan karena obat beta lactam, floroquinolones,


NSAID, antiepilepsi, dan tumor necrosis faktor blocker.
Timbulnya gejala biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah
memulai terapi obat, tetapi dapat terjadi lebih cepat pada
paparan ulang
Lanjutan. .

Gejala Organ yg terkait Data laboratorium

Umumnya terjadi Ginjal ; hematuria laju


pd usia >16 thn mikroskopis pada pengendapan
Papula purpura sindrom nefrotik eritrosit &
dan dan gagal ginjal leukosit
maculapapular akut Adanya eosinofil
terjadi simetris pd Hati ; pembesaran perifer
bagian bawah kaki hati, peningkatan konsentrasi
& tangan enzim serum
Sendi ; arthritis
Gastrointestinal ;
nyeri perut
6. Reaksi obat autoimun

Arthralgia
Mialgia
Manifestasi

Demam
Malaise
klinik Radang selaput dada
Penurunan berat badan
Splenomegali dan limfadenopati ringan
Positif ANA
Uji Anemia
laboratorium laju pengendapan darah

Aspirin atau NSAID


Pengobatan Kortikosteroid
Reaksi Organ-Spesifik
1. Darah : Imun Cytopenia

Granulo- menggigil, demam, petechiae, dan


sitopenia pendarahan selaput lendir

Trombo- menggigil, demam, arthralgia, dan


sitopenia penurunan jumlah leukosit secara drastis

Anemia Terjadi anemia subakut, akut, atau parah


Hemolitik hingga dpt menyebabkan gagal ginjal
2. Hati

Kolestasis
Penyakit kuning, pruritus, tinja berwarna pucat,
urin berwarna pekat

Bersifat reversibel dan dpt menyebabkan nekrosis


Sitotoksik hepatoseluler atau steatosis serta kerusakan permanen pd
hati
3. Paru-paru

Asma
Reaksi sistemik yg umumnya disebabkan oleh efek
samping obat

Gejala : batuk, dyspnea, demam, menggigil, malaise,


Reaksi infiltratif
eosinophilic pneumonitis hingga edema paru akut
4. Ginjal

Gejalanya berupa demam, ruam, dan eosinofilia


Nefritis interstitial Obat-obat yg terkait umumnya : methicillin,
penisilin, sulfonamid, dan cimetidine

5. Kulit

Menyebabkan terjadinya eritematosa,


Erupsi Kulit
morbiliformis, atau makulopapular
Obat-obat yg terkait umumnya : amoxicillin,
trimethoprim, sulfamethoxazole, ampicillin
KASUS
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai