OPIOD
Pembimbing :
dr. Sutantri Edi Prabowo, SpAn
dr. Soni, SpAn
dr. Dino Irawan, SpAn
Disusun Oleh :
Indah Prasetya P
Regina Lisa
Rina Andriani
Rona Febriani
Pendahuluan
Analgetik adalah suatu senyawa atau obat yang
dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri.
Nyeri rangsangan tubuh (mekanis, kimiawi dan
fisis) pelepasan mediator nyeri
Analgetik opioid merupakan kelompok obat yang
memiliki sifat seperti opium.
Yang termasuk golongan opioid adalah alkaloid opium,
derivate semisintetik alkaloid opium, senyawa sintetikg
memiliki sifat seperti opium.
Definisi
Kata opium berasal dari bahasa Yunani untuk sari
buah opium.
Opioum yang berasal dari getah Papaver
somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid
diantaranya morfin, kodein, tebain, papaverin.
Penggunaan istilah opioid untuk menunjukkan
semua substansi eksogen, alami atau buatan, yang
mengikat secara spesifik reseptor opioid dan
menimbulkan analgesi tanapa kehilangan sensasi
rabaan, propioseptik ataupun kesadaran.1
Klasifikasi Opioid
morfin, kodein,
natural pavaperin, dan
tebain
contohnya :
heroin, dihidro
opioid semisintetik
morfin/morfinon,
derivate tebain
petidin, fentanil,
alfentanil,
Sintetik
sufentanil dan
remifentanil
Mekanisme Kerja
Indikasi
meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang
tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid.
Dosis dan sediaan
Morfin dapat diberikan secara subkutan,
itramuskular, intravena, epidural atau
intraktekal.
Dosis anjuran untuk nyeri sedang adalah 0,1-
0,2 mg/ kg BB.
Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena
Untuk mengurangi nyeri pada dewasa pasca
bedah atau nyeri persalinan digunakan dosis 2-4
mg epidural atau 0,05-0,2 mg intratekal.
Efek samping
Efek samping morfin (dan derivat opioid pada
umumnya) meliputi depresi pernafasan, nausea,
vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia,
pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan pada
traktus bilier, retensi urin, dan hipotensi.1,2
Petidin (meperidin, demerol)
Meperidin yang juga dikenal sebagi petidin,
secara kimia adalah etil-1-metil-4-
fenilpiperidin-4- karboksilat.
Farmakodinamik
Terutama bekerja sebagai agonis reseptor .
Efek analgetik meperidin mulai timbul 15 menit
setelah pemberian oral dan mencapai puncak
dalam 2 jam.
Farmakokinetik
Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam
45 menit dan kadar yang dicapai antar individu
sangat bervariasi.
Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma terikat
protein.
Metabolisme meperidin terutama dalam hati.
Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit
ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis
meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk
derivat N-demitilasi. 1
Indikasi
Pada beberapa keadaan klinis, meperidin
diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang
lebih pendek daripada morfin.
Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan
analgesia obstetrik dan sebagai obat
preanestetik, untuk menimbulkan analgesia
obstetrik dibandingkan dengan morfin,
meperidin kurang karena menyebabkan depresi
nafas pada janin.
Dosis dan sediaan
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100
mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml,
75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml.
Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis
parenteral 100 mg.
Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
Efek samping
pusing, berkeringat, euforia, mulut kering,
mual-muntah, gangguan penglihatan, palpitasi,
disforia, sinkop dan sedasi.
Fentanil dan derivatnya
sulfentanil, alfentanil dan remifentanil
merupakan opioid sintetik derifat
phenylpiperidine dan bekerja sebagai agonis
reseptor .
Efek analgetiknya lebih singkat dibandingkann
morfin dan meperidin (sekitar 5 menit), efeknya
cepat berakhir setelah pemberian dosis kecil
secara bolus dan relatif tidak mempengaruhi
kardiovaskular.
Fentanil dan derivatnya dapat diberikan secara IV,
epidural dan intratekal untuk nyeri pasca bedah dan
nyeri kronik.
Efek samping berupa :
Mual
Muntah
Gatal
Depresi nafas
Kekakuan otot dapat dikurangi dengan
memperlambat pemberian secara bolus, dan induksi
dengan obat non opioid
Konvulsi dosis tinggi
Mengurangi frekuensi jantung dan sedikit
menurunkan tekanan darah
Kodein
Kodein merupakan hasil subtitusi grup metil
pada grup hidroksil di karbon nomor 3 morfin.
Waktu paruh setelah pemberian oral atau IM
antara 3-3,5 jam.
Sekitar 10% akan demetilisasi di hati menjadi
morfin yang menimbulkan efek analgesia pada
pemberian kodein.
Kodein adalah obat antitusif oral yang efektif
dengan dosis 15 mg.
Bila diberikan sebanyak 650 mg maka kodein
akan memiliki efek analgesia yang setara dengan
650 mg aspirin dan 120 mg kodein IM setara
dengan 10 mg morfin.
Kodein menimbulkan sedasi minimal, nausea,
vomiting dan kostipasi. Namun kodein tidak
memiliki efek depresi pernapasan.
Nalokson
Nalokson ialah antagonis murni opioid dan
bekerja pada reseptor mu, delta, kappa dan
sigma.
Farmakodinamik.
Semua efek agonis opioid pada reseptor
diantagonis oleh nalokson dosis kecil (0,4-0,8
mg) yang diberikan IM atau IV.
Pada dosis kecil pemberian nalokson akan
meningkatkan frekuensi nafas pada pasien
dengan depresi napas akibat agonis opioid
Pada dosis besar, nalokson juga menyebabkan
kebalikan efek dari efek psikotomimetik dan
disforia akibat agonis-antagonis.
Antagonisme nalokson terhadap efek agonis
opioid sering disertai dengan terjadinya
fenomena overshoot misalnya berupa
peningkatan frekuensi napas melebihi sebelum
dihambat oleh opioid.
Farmakokinetik
Obat ini dimetabolisme di hati.
Waktu paruhnya kira-kira 1 jam dengan masa
kerja 1-4 jam.
Nalokson biasanya digunakan untuk melawan
depresi napas pada akhir pembedahan dengan
dosis bertahap 1-2 g/kgBB intravena dan dapat
diulang tiap 3-5 menit, sampai ventilasi
dianggap baik.
Pada napas neosatus yang ibunya mendapat
opioid berikan nalokson 10 g/kgBB dan dapat
diulang setelah 2 menit.
Naltrekson
Naltrekson merupakan antagonis opioid kerja
panjang
Biasanya diberikan per oral, pada pasien dengan
ketergantungan opioid.
Waktu paruh plasma 8-12 jam.
Pemberian per oral dapat bertahan sampai 24 jam.
Naltrekson per oral 5 atau 10 mg dapat mengurangi
pruritus, mual, muntah pada analgesia epidural saat
persalinan, tanpa menghilangkan efek analgesinya.
Fenantren
Nalbufin adalah agonis kuat reseptor kapa dan
antagonis reseptor mu.
Pada dosis tinggi terjadi depresi pernafasan.
Buprenorfin
Merupakan turunan fenantren yang kuat dan
bekerja lama dan merupakan suatu agonis
parsial reseptor mu.
Buprenorfin menimbulkan analgesia dan efek
lain pada SSP seperti morfin.
Masa kerjanya meskipun bervariasi umumnya
lebih panjang daripada morfin, karena lambat
dilepaskan dari reseptor mu.
Masa paruh disosiasi buprenorfin dari reseptor
mu 166 menit.
Morfinan
Merupakan suatu agonis reseptor kapa
Butorfanol efek analgesik ekivalen dengan
nalbufin dan buprenorfin, tetapi menghasilkan
efek sedasi pada dosis ekivalen
Pentasosin
Obat ini merupakan antagonis lemah pada
reseptor tetapi merupakan agonis yang kuat
pada reseptor sehingga tidak mang-antagonis
depresi napas oleh morfin.
Efeknya terhadap SSP mirip dengan efek opioid
yaitu menyebabkan analgesia, sedasi dan
depresi napas.
Analgesia yang timbul agaknya karena efeknya
pada reseptor, karena sifatnya berbeda dengan
analgesia akibat morfin
DAFTAR PUSTAKA