Anda di halaman 1dari 37

BAB IX

ETIKA PROFESI DAN TATA


KELOLA KORPORAT

PERLAKUAN
SETARA TERHADAP
PEMEGANG SAHAM

Kelompok 2 : Mutia Arindra, Kori Nofianti, Muthia Dhuharana Chairante


PENDAHULUAN

Perkembangan Struktur Pendanaan


1 PEMEGANG
SAHAM
PENGENDALI
2 PEMEGANG

NON
A. Kesamaan Hak untuk Saham
dengan Kelas yang Sama
Sebagian besar sub-prinsip A.1 telah diakomodasi dalam Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UU PT) dan peraturan Bapepam-LK, yaitu sebagai berikut
(Worid Bank,2010) :
• UU PT Pasal 53 ayat (2)
• Peraturan Bapepam-LK VIII.G.7
B. Transaksi dengan Pihak Berelasi atau
Mengandung Benturan Kepentingan
Dalam PSAK 7 disebutkan bahwa transaksi pihak-pihak berelasi adalah
suatu pengalihan sumber daya, jasa, atau kewajiban antara entitas
pelapor dengan pihak-pihak berelasi, terlepas apakah ada harga yang
dibebankan. Pihak-pihak berelasi didefinisikan sebagai orang atau
entitas yang terkait dengan entitas tertentu dalam menyiapkan laporan
keuangannya.
Transaksi pihak berelasi/mengandung benturan kepentingan juga
berpotensi menjadi abusive terhadap pihak tertentu. Transaksi abusive
tersebut terjadi ketika manajemen dan/atau pemegang saham
pengendali dapat mengarahkan transaksi yang hanya menguntungkan
perusahaan yang dikendalikannya dan menyebabkan kerugian di
perusahaan yang berelasi.
OECD “Guide on Fighting Abusive
Related Party Transactions in Asia”

• The legal definition of “related parties” should refer to control and be broad
enough to capture relevant transactions that present a risk of potential abuse. It
should be sufficiently harmonised with respect to different bodies of law such as
company law, listing rules and accounting standards in each jurisdiction to avoid
misunderstanding and an excessive regulatory burden, thereby underpinning better
implementation and enforcement.
• The legal and regulatory framework for “related party transactions” should
provide appropriate and effective threshold-based tiers, referring to materiality for
disclosure and shareholders’ approval and/or board approval of related party
transactions according to the risk of potential abuse. It should also take into
account regulatory efficiency, weighing the potential cost and benefits.
• A company should develop and make public a policy to monitor related party
transactions that should be subject to an effective system of checks and balances as
well as a disclosure process. This can include the possibility for non-controlling
shareholders to review the independence of directors in a timely manner.
• The external auditor should be independent, competent and qualified
in order to provide an assurance to the board and shareholders that
material information concerning related party transactions is fairly
disclosed and alert them to any significant concerns with respect to
internal control. The policy framework should support this role
effectively.
• Independent directors should play a central role in monitoring
related party transactions, such as designing board approval
procedures, conducting investigations and having the possibility for
obtaining advice from independent experts. Their role should be
supported by the policy framework.
• Objective judgement in the decision-making process of the board
should be ensured. This would include giving non-controlling
shareholders sufficient influence over the nomination and election of
directors, in particular independent directors, and the design of their
incentive structures, such as remuneration policy.
• Where reliance is placed on shareholders’ approval, a
voting system should be established with a majority of
disinterested shareholders for the approval of related
party transactions at Shareholders Meetings.
• The legal and regulatory framework should ensure
that legal action, including specialized courts and
alternative dispute resolution, does not prohibit
minority shareholders from seeking legal redress
quickly and cost-effectively.
• A coherent regulatory system dealing with related
party transactions, particularly disclosure, board
oversight and shareholder approval should be
established in each jurisdiction to facilitate
implementation and enforcement efforts.
C. Perdangangan
Orang Dalam
(Insider Trading)
• Bagian kedua prinsip 3 ini berbicara mengenai larangan
transaksi orang dalam (insider trading) dan
perdagangan tutup sendiri yang merugikan pihak lain
(abusive self dealing).
• Banyak negara OECD sudah mempunyai peraturan
perundang-undangan berkenaan dengan larangan dua
transaksi diatas. Yang masih menjadi masalah adalah
penegakkan hukum yang belum efektif atas pelanggaran
ketentuan yang ada. Oleh sebab itu, pemerintah
diminta untuk memberikan perhatiannya terdapat
penegakan hukum khususnya untuk transaksi di atas.
Penanganan INSIDER TRADING

• Insider trading sebagaimana tercantum dalam


“Dictionary of investing Jerry M Rosenberg, Yaitu
keikutsertaan seseorang dalam suatu transaksi yang
didasarkan kepada informasi khusus yang didapatnya
dari kedudukannya yang mana hal ini menghasilkan
keuntungan secara tidak fair.
• Bila informasi yang didapatnya akan mempengaruhi
harga dalam transaksi, hal ini merupakan perbuatan
yang tidak sah .
• Peraturan Bapepam LK X.M.1
D. Fasilitas Penggunaan Hak Voting melalui
Kustodian atau Cross-Border
• Investasi yang dilakukan oleh pemegang saham asing pada
umumnya melalui intermediaries lintas negara (cross-border).
• sub-prinsip A.3 OECD menegaskan bahwa penggunaan hak suara
oleh kustodian harus dilakukan sesuai kesepakatan dengan
investor (beneficial owners)
• Sub prinsip A.4 menegaskan perlunya upaya untuk
menghilangkan pembatasan cross-border voting
• Peraturan di Indonesia telah menerapkan beberapa norma yang
sesuai dengan sub-prinsip A.4
• Pasal 83 UU PT
• Pasal 85 UU PT
Perlakuan Setara terhadap Pemegang Saham dalam Proses
dan Prosedur RUPS
Pedoman Pokok Pelaksanaan yang terkait dengan penyelenggaraan RUPS :
• Pemegang saham diberikan kesempatan untuk mengajukan usul mata
acara RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan
• Panggilan RUPS harus mencakup informasi mengenai mata acara,
tanggal, waktu, dan tempat RUPS
• Bahan mengenai setiap mata acara yang tercantum dalam panggilan
RUPS harus tersedia di kantor perusahaan sejak tanggal panggilan RUPS,
sehingga memungkinkan pemegang saham berpartisipasi aktif dalam
RUPS dan memberikan suara secara bertanggung jawab. Jika bahan
tersebut belum tersedia saat dilakukan panggilang untuk RUPS, maka
bahan itu harus disediakan sebelum RUPS diselenggarakan
• Penjelasan mengenai hal-hal lain yang berkaitan dengan mata acara
RUPS dapat diberikan sebelum dan atau pada saat RUPS berlangsung
• Risalah RUPS harus tersedia di kantor perusahaan, dan perusahaan
menyediakan fasilitas agar pemegang saham dapat membaca risalah
tersebut.
E. Pengungkapan Informasi Benturan
Kepentingan Anggota Direksi dan Dewan
Komisaris
DIREKSI DEWAN KOMISARIS
(Sebagai Pemimpin (sebagai pengawas
Puncak) perusahaan)

Memiliki pengaruh dalam menentukan


tindakan/keputusan yang akan
dilaksanakan perusahaan
Memiliki pengaruh dalam menentukan
tindakan/keputusan yang akan dilaksanakan
perusahaan

Didasarkan pada kepentingan/kemajuan


perusahaan dan kesejahteraan pemegang saham

Mempunyai kepentingan pribadi yang dapat


merugikan perusahaan

“Benturan Kepentingan”
Prinsip OECD ke 3, sub prinsip C

•Benturan kepentingan adalah keadaan dimana terdapat


konflik antara kepentungan ekonomis perusahaan dan
kepentingan ekonomis pribadi pemegang saham, komisaris
dan direktur serta karyawan perusahaan.
•Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, komisaris dan
direktur serta karyawan perusahaan harus senantiasa
mendahulukan kepentingan ekonomis pribadi atau keluarga
maupun pihak lainnya.
•Komisaris dan direktur serta karyawan perusahaan dilarang
menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan dan
keuntungan pribdai, keluarga dan pihak-pihak lainnya.
• Dalam hal pembahasan dan pengambilan keputusan
yang mengandung unsur benturan kepentingan, pihak
yang bersangkutan tidak diperkenankan ikut serta;
• Pemegang saham yang mempunyai benturan
kepentingan harus mengeluarkan suaranya dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai dengan
keputusan yang diambil oleh pemegang saham yang
tidak mempunyai benturan kepentingan;
• Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta
karyawan perusahaan yang memiliki wewenang
pengambilan keputusan diharuskan setiap tahun
membuat pernyataan tidak memiliki benturan
kepentingan terhadap setiap keputusan yang telah dibuat
olehnya dan telah melaksanakan pedoman perilaku yang
ditetapkan oleh perusahaan.
F. Peran Akuntan Profesional
• Melakukan audit secara profesianal khusunya untuk pengungkapan
transaksi berelasi sesuai PSAK dan ketentuan yang berlaku.
• Membantu komisaris independen dalam melakukan reviu atas
kewajaran transaksi pihak berelasi.
• Merancang dan mengimplementasikan sistem informasi dan
pengendalian yang mendorong terciptanya perlakuan setara
terhadap peegang saham, khusunya untuk transaksi pihak yang
berelasi.
• Mengendalikan diri dan unit/area yang menjadi tanggung jawabnya
dari keterlibatan perdagangan orang dalam.
• Mendorong keterbukaan dan kewajaran dalam pengungkapan
transaksi pihak berelasi dan transaksi yang mengandung kepentingan.
G. Pelaksanaan Prinsip Perlakuan Setara
terhadap Pemegang Saham di Indonesia
Thank You

Anda mungkin juga menyukai