Anda di halaman 1dari 37

TUTORIAL KLINIK

TENGGELAM

FK UNTAR: FK UII:
- Erian Setiawan - Ferry Hendra Surya
- Vanessa Priscillia - Wiska Habiburohman E.
- Fidelia Adeline C. - A. M. Farid Santoso
- Yashica Lorencia - Yuliana Tri Ratnawati
Step I – Unfamiliar Terms
 Cutis Anserina
 Adalah fenomena yang timbul akibat kontraksi muskulus erektor pili yang terdapat pada
setiap folikel rambut dan memperlihatkan gambaran yang timbul pada kondisi dingin. (
 Keguguran
 Adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan
hidup pada usa kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama
haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram. (Obstetri Williams, 2006)
 Jenazah
 Adalah badan atau tubuh orang yang sudah mati. (KBBI)
 Pemerkosaan
 Adalah proses, cara, perbuatan memperkosa, melanggar dengan kekerasan. (KBBI)
Step II – Rumusan Masalah
1. Bagaimana prosedur pemeriksaan terhadap jenazah dari pihak kepolisian kepada dokter di rumah
sakit?
2. Apa saja langkah-langkah pemeriksaan luar pada jenazah?

Aborsi dan Infanticide


3. Pasal apa saja yang dapat dikenakan kepada ibu?
4. Apakah teman si ibu dapat dikenakan sanksi?

Tenggelam
5. Apa kemungkinan penyebab luka-luka lecet di sekujur tubuh korban terutama di lutut, kepala dan siku?
6. Apa interpretasi dari munculnya busa halus dan cutis anserina?
7. Apa pemeriksaan lanjutan yang harus dilakukan dokter untuk menentukan penyebab kematian bayi?
8. Apa saja tanda-tanda yang dapat ditentukan pada bayi yang dicurigai merupakan penyebab
kematian?
Step III – Curah Pendapat
1. Polisi wajib membawa surat resmi dari kepolisian untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenazah,
dalam hal ini surat permintaan visum (SPV).
2. Identifikasi korban berupa identitas, pakaian dan properti di sekitar korban, serta ada tidaknya
tanda pasti kematian pada korban.

Aborsi dan Infanticide:


3. Pasal tentang percobaan aborsi, pasal tentang pembunuhan anak sendiri.
4. Kemungkinan bisa dikenakan sanksi mengenai upaya membantu pengguguran kandungan.

Tenggelam:
5. Terbawa arus sungai, tersangkut di gundukan sampah, atau terbentur benda yang ada di sungai.
6. Kemungkinan bayi masih hidup sebelum dibuang ke sungai.
7. Melakukan otopsi (pemeriksaan luar dan dalam).
8. Tanda yang dapat ditemukan yaitu tanda asfiksia, tanda tenggelam, tanda pembekapan.
Step IV – Mind Map

Bayi ditemukan di sungai

Ditemukan tanda-tanda:
Cutis anserina, busa halus
di hidung dan mulut, luka
lecet di sekujur tubuh

Tenggelam Infanticide Aborsi

Definisi, epidemiologi,
etiologi, patofisiologi,
tanda-tanda, Legal reasoning
pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang
Pendahuluan
 Tenggelam adalah suatu proses yang menyebabkan terjadinya
gangguan respirasi akibat masuknya cairan kedalam saluran napas
atau paru-paru.
 Di seluruh dunia, kasus tenggelam adalah kasus kematian terbanyak
kedua dan ketiga yang menimpa anak-anak dan remaja.
 Indonesia Negara kepulauan  insidensi tenggelam lebih besar
Pendahuluan
 Jenazah ditemukan di air  dipastikan tenggelam atau tidak
hidup/mati saat tengelam  cek tanda-tanda intravital 
dilakukan PL dan PD dan PP
 Dengan rangkaian pemeriksaan dapat ditegakkan diagnosis
tenggelam dan dapat diperkirakan sebab dan mekanisme kematian.
DEFINISI
 Kematian akibat asfiksia yang disebabkan oleh masuknya cairan ke
dalam saluran pernapasan.
 Pada suatu kasus tenggelam, seluruh tubuh tidak perlu terbenam di
dalam air, asalkan lubang hidung dan mulut berada di bawah
permukaan air sudah memenuhi kriteria suatu kasus tenggelam.
 Jumlah air yang dapat mematikan ialah bila air dihirup oleh paru-
paru sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan sebanyak 30-40
mililiter untuk bayi.
KLASIFIKASI
1. Lokasi kematian 
- Tenggelam air tawar
- Tenggelam air asin
2. Mekanisme kematian 
- Wet drowning: Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah
korban tenggelam. Kematian terjadi setelah korban menghirup air.
- Dry drowning: Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan.
Kematian terjadi akibat spasme laring dan kematian terjadi sebelum korban dapat
menghirup air masuk ke dalam saluran pernapasannya sehingga pada otopsi tidak
ditemukan adanya cairan dalam saluran pernapasan dan paru-paru  bila
tenggelam di air tawar yang hipotonis  Cairan tidak ditemukan karena sudah
diserap masuk ke dalam sirkulasi pulmonal.
- Secondary drowning: Pada secondary drowning, gejala terjadi
beberapa hari setelah korban tenggelam dan korban meninggal
akibat komplikasi.
- Immersion syndrome: Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam
dalam air dingin akibat refleks vagal yang menyebabkan cardiac
arrest karena terjadi ventricular ectopic beat
LOKASI KEMATIAN
Tenggelam dalam Air Tawar Tenggelam dalam Air Asin
Paru-paru kecil dan ringan Paru-paru besar dan berat
Paru-paru relatif kering Paru-paru relatif basah
Bentuk paru-paru biasa Bentuk paru-paru besar
Paru-paru tampak merah pucat Paru-paru ungu biru
Teraba krepitasi ada Teraba krepitasi tidak ada
Pada pemeriksaan laboratorium darah: Pada pemeriksaan laboratorium darah:
- Berat jenis 1,055 - Berat jenis 1,059-1,60
- Hipotonik - Hipertonik
- Hemodilusi - Hemokonsentrasi
- Hipervolemik - Hipovolemik
- Hiperkalemia - Hipokalemia
- Hiponatremia - Hipernatremia
MEKANISME KEMATIAN KARENA TENGGELAM DI
AIR TAWAR
MEKANISME KEMATIAN KARENA TENGGELAM DI
AIR ASIN
MEKANISME KEMATIAN
Kematian Akibat Spasme Laring, Gangging, dan Chocking 
 Adanya spasme glottis yaitu jika sejumlah kecil volume air yang

memasuki laring atau trakea. Mukosa yang menjadi kental, berbusa,


dan berbuih dapat dihasilkan, hingga menciptakan suatu ‘perangkap
fisik’ yang menyumbat jalan napas. Spasme laring tidak dapat
ditemukan pada saat otopsi karena pada kematian telah terjadi
relaksasi otot-otot laring.
Kematian Akibat Refleks Vagal
Kematian Akibat Fibrilasi Ventrikel 
 Terjadi pada kasus tenggelam di air tawar

 Absorbsi masif cairan  air yang masuk hipotonis  air masuk ke

aliran darah sekitar alveoli  hemodilusi  pecahnya sel darah


merah  kompensasi tubuh dengan pelepasan ion kalium dari otot
jantung  hipokalemi  fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan
darah  anoksia otak
 Kematian dapat terjadi dalam waktu 5 menit.
Kematian Akibat Edema Pulmonal 
 Terjadi pada kasus tenggelam di air asin

 Cairan hipertonis  air ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam

aringan interstisial paru  edema pulmonal, hemokonsentrasi,


hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam darah 
hemokonsentrasi akan menyebabkan sirkulasi menjadi lambat dan
menyebabkan payah jantung
 Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam.
LIMA TAHAPAN TENGGELAM
1. Kepanikan/perlawanan
2. Tenggelam dengan menahan nafas
3. Korban mulai menelan air
4. Korban kehilangan kesadaran
5. Otak mulai mengalami kerusakan dalam 5 menit dan denyut jantung
mulai tidak teratur dan akhirnya berhenti
MAMMALIAN DIVE REFLEX

 Pada anak-anak dapat ditemukan adanya mekanisme pertahanan tubuh


terhadap tenggelam (mammalian dive reflex)
 Reflek ini lebih sering dijumpai pada mamalia yang tenggelam di air
dingin (kurang dari 68°F atau 20°C) daripada di air hangat
Ada tiga prinsip dasar, yaitu:
1. Bradikardia, yaitu penurunan denyut jantung. Pada manusia penurunan
denyut jantung ini bisa mencapai 50%.
2. Vasokonstriksi perifer, yaitu penghambatan aliran darah ke ekstremitas
dengan tujuan untuk meningkatkan pasokan darah dan oksigen ke
organ-organ vital, terutama otak.
3. Blood shift, pengalihan aliran darah ke rongga dada, yaitu daerah
antara diafragma dan leher, untuk menghindari kolaps paru karena
semakin dalam korban tenggelam, tekanan air akan semakin tinggi.
MEKANISME TENGGELAM DALAM AIR DINGIN

Respons tubuh pada keadaan di dalam air dingin dapat dibagi


menjadi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Cold shock response: muncul pada 1-4 menit pertama setelah
imersi tergantung terhadap penurunan suhu kulit -> penurunan
suhu mencetuskan gasp response  korban tidak dapat menahan
napasnya sehingga terjadi hiperventilasi  jika kepala dalam air
maka korban akan tenggelam, jika tidak hiperventilasi akan
menyebabkan hipokapnea  disorientasi, penurunan kesadaran
 tenggelam  dapat juga menyebabkan vasokonstriksi perifer
serta meninggkatkan cardiac output, nadi, dan tekanan darah 
iskemik dan aritmia
2. Cold incapacitation  terjadi setelah respon syok dingin (30 menit
setelah imersi)  tangan dan kaki menjadi kaku, koordinasi gerak kasar
dan halus menjadi buruk, dan kehilangan kekuatan
3. Hipotermia  terjadi setelah 30 menit (suhu inti tubuh <35oC)
 Hipotermia ringan (32 - 35C): mekanisme termoregulasi masih berfungsi
baik, tetapi dapat ditemui gangguan mental dan fisik.
 Hipotermia sedang (28 - 32C): sistem termoregulasi terganggu
sehingga menyebabkan menggigil, gangguan irama jantung, dan
penurunan kesadaran.
 Hipotermia berat (<28C): yang menyebabkan kehilangan kesadaran,
tidak lagi menggigil, gangguan asam basa, dan dapat menyebabkan
fibrilasi ventrikel atau asistol.
DIAGNOSIS KEMATIAN AKIBAT TENGGELAM
1. Identitas korban
2. Apakah korban masih hidup saat tenggelam
3. Faktor yang berperan pada proses kematian
4. Tempat pertama kali tenggelam
5. Penyulit yang mempercepat kematian
6. Penyebab sesungguhnya
PEMERIKSAAN LUAR JENAZAH TENGGELAM
1. Kadang pakaian basah dan kadang-kadang bercampur lumpur
atau pasir
2. Kulit basah dan dingin
- Jika tenggelam dalam air dingin  kulit tubuh korban akan tampak
lebih segar dan dapat terjadi saponifikasi
3. Tanda-tanda mati lemas atau asfiksia:
- Sianosis perifer
- Buih putih halus pada mulut dan
hidung (tanda intravital), sifatnya
lekat (cairan kental dan berbuih) 
akibat dari masuknya cairan ke
dalam saluran pernapasan yang
merangsang terbentuknya mucus
dan bercampur dengan air dan
surfaktan dari paru-paru dan
terkocok karena hiperventilasi 
pada pembusukan merusak busa
sehingga menjadi pseudofoam yang
berwarna kemerahan yang berasal
dari darah dan gas pembusukan
- Bintik perdarahan (Tardieu’s
spot) pada asfiksia muncul pada
jaringan ikat yang sifatnya
longgar dan transparan akibat
pecahnya pembuluh darah yang
mengalami kongesti atau akibat
merembesnya darah dari
pembuluh darah vena kecil
- Pada lidah dapat ditemukan
memar atau bekas gigitan, yang
merupakan tanda bahwa korban
berusaha untuk hidup, atau tanda
sedang terjadi epilepsi sebagai
akibat dari masuknya korban ke
dalam air.
- Kulit telapak tangan dan kaki
seperti washer’s hands and foot 
bila ditemukan kelainan seperti
ini, maka dapat dipastikan
bahwa telah terjadi persentuhan
lama dengan air.
- Cutis anserina/ gooseflesh pada
lengan, paha, dan bahu 
persentuhan tubuh dengan air
dengan suhu yang rendah  Pada
jenazah yang diawetkan dalam
tempat pendingin/ refrigerator
dapat ditemukan gambaran cutis
anserina tampa persentuhan tubuh
dengan air sehingga bukan tanda
spesifik tenggelam
- Lebam mayat biasanya sianotik, kecuali bila air sangat dingin maka
lebam jenazah akan berwarna pink.
- Cadaveric spasm pada tangan  jarang dijumpai dan dapat
diartikan bahwa korban berusaha untuk tidak tenggelam 
menandakan bahwa korban masih dalam keadaan hidup saat
tenggelam
PEMERIKSAAN DALAM JENAZAH TENGGELAM
1. Jalan nafas berisi buih, kadang
ditemukan lumpur, pasir, rumput
air, dan benda air lainnya.
2. Bintik perdarahan/ Tardieu’s
spot: Pada pemeriksaan dalam
atau otopsi bintik perdarahan
tampak pada permukaan
pleura daripada paru-paru,
epikardium, serta timus bila
korban jenazah anak-anak.
Paru:
 Paru membesar dan mempunyai gambaran seperti marmer.

 Edema paru yang berat dapat ditemukan pada korban wet drowning
yang tenggelam dalam air asin.
 Vena besar dilatasi.

 Peningkatan berat paru pada wet drowning yang tenggelam dalam air
asin, namun pada korban dry drowning yang tenggelam dalm air tawar
memiliki berat paru normal.
 Efusi pleura.

 Cairan pleura lebih banyak pada korban tenggelam di air asin


dibandingkan air tawar.
 Banyak cairan dalam lambung: Hal ini menandakan bahwa korban
masih hidup pada saat tenggelam.
 Perdarahan telinga bagian tengah: tanda tidak khas
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan diatom
2. Percobaan getah paru (Longsap proof)
3. Pemeriksaan darah secara kimia (Gettler test)
4. Analisa isi lambung
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan paru
6. Tes berat jenis plasma (BJ plasma)
ASPEK MEDIKOLEGAL
Dalam kasus tenggelam yang dikarenakan pembunuhan dan penenggelaman, termasuk ke
dalam tindak pidana. Bentuk kesalahan tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain ini
dapat berupa sengaja (dolus) dan tidak sengaja (alpa). Kesengajaan adalah suatu
perbuatan yang dapat terjadi dengan direncanakan terlebih dahulu atau tidak
direncanakan. Tetapi yang penting dari suatu peristiwa itu adalah “niat” yang diwujudkan
melalui perbuatan yang dilakukan sampai selesai.
Berdasarkan unsur kesalahannya, tindak pidana pembunuhan dapat dibedakan menjadi
dua:
 1. Pembunuhan Yang Dilakukan Dengan Sengaja
 Pasal 338 KUHP  Pembunuhan

 Pasal 340 KUHP  Pembunuhan dengan rencana (moord)

 2. Pembunuhan Tidak Sengaja


 pasal 395 KUHP
Kesimpulan dan saran
 Tenggelam didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia yang disebabkan oleh
masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan.
 Jumlah air yang dapat mematikan ialah bila air dihirup oleh paru-paru sebanyak
2 liter untuk orang dewasa dan sebanyak 30-40 mililiter untuk bayi.
 Mekanisme tenggelam yang berujung kematian ini disebabkan karena terjadinya
proses asfiksia yang termasuk dalam golongan anoksia anoksik, dan mekanisme
kematian akibat tenggelam sendiri terbagi menjadi beberapa yaitu akibat
spasme laring, gangging, dan chocking; akibat reflex vagal; akibat fibrilasi
ventrikel serta akibat edema pulmonal.
 Berdasarkan lokasinya tenggelam dapat diklasifikasikan ke dalam air tawar
atau air asin, dimana tiap lokasi memberikan ciri yang khas dalam identifikasi
seorang jenazah.
 Pemeriksaan tersebut terbagi menjadi luar dan dalam dimana pada hasil
pemeriksaan luar akan didapatkan temuan sianosis perifer, buih putih
halus, washer woman’s hand, cutis anserine, dan Tardieu’s spot.
 Sedangkan pemeriksaan dalam akan didapatkan jenazah tenggelam di
air asin paru-paru relatif lebih basah dan tampak lebih biru keunguan
dibandingkan jenazah tenggelam di air tawar.
 Pada jenazah tenggelam di air tawar paru-paru teraba seperti spons dan
krepitasi positif dan paru-paru tampak merah pucat.
 Selain pemeriksaan diatas kita juga perlu pemeriksaan penunjang untuk
membuktikan apakah jenazah tersebut ditemukan di air asin atau air
tawar, pemeriksaan tersebut antara lain: pemeriksaan diatom dan kimia
darah jantung.
Daftar Pustaka
 Budianto A, Munim WA, Sidhi, Sudiono S, Widiatmaka W, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p.64-75.
 World Health Organization. Violence and Injury Prevention: Drowning. WHO [internet]. 2012 [cited 2014 May
06]. Available from http://www.who.int/violence_injury_prevention/other_injury/drowning/en/.
 Cantwell GP. Drowning. MedScape E-Medicine [internet]. 2013 [cited 2014 May 06]. Available from
http://www.emedicine.medscpae.com/article/772753-overview#overview.
 Muzaki L. Transportasi Perairan Indonesia. Dinas Perhubungan Jawa Barat [internet]. May 2014 [cited 2014 May
12]. Available from http://dishub.jabarprov.go.id/content.php?.id=399.
 Samantha G. Menit-Menit Terakhir di Kapal Feri Sewol. National Geographic Indonesia [internet]. May 2014
[cited 2014 May 06]. Available from http://www.nationalgeographic.co.id/berita/2014/05/menit-menit-
terakhir-di-kapal-feri-sewol.
 Adelman HC. Inside Forensic Science: Forensic Medicine. In: Kobilinsky L; editor. 1st ed. New York: Infobase
Publishing; 2007. p.50, 55-7.
 Payne-James J, Busuttil A, Smock W. Asphyxia. Forensic Medicine: Clinical and Pathological Aspects. 1st ed.
London: Greenwich Medical Media; 2003. p.259-65.
 Dahlan S. Asfiksia. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro; 2007.
 University of Michigan. The Water Resources of Earth. University of Michigan [internet]. April 2006 [cited 2014 May
11]. Available from
http://www.globalchange.umich.edu/globalchange2/current/lectures/freshwater_supply/freshwater.html.
 Nelson DO. Natural Composition of Fresh Water. Water Encyclopedia [internet]. 2014 [cited 2014 May 11]. Available
from http://www.waterencyclopedia.com/En-Ge/Fresh-Water-Natural-Composition-of.html.
 Sheperd R. Drowning and Immersion. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. USA: Oxford University Press Inc; 2003.
p.105-10.
 Wilianto W. Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia 2012; 14: 42-
8.
 Rao D. Drowning. Dr. Dinesh Rao’s Forensic Pathology [internet]. 2013 [cited 2014 May 07]. Available from
http://forensicpathologyonline.com/E-Book/asphyxia/drowning.
 Szpilman D, Bierens JJLM, Handley AJ, Orlowski JP. Drowning. New England Journal of Medicine 2012; 366: 2102-10.
 Piette MHA, Letter EAD. Drowning: Still Difficult Autopsy Diagnosis. Forensic Science International 2006; 163: 3-4.
 Pounder DJ. Lecture Notes: Bodies from Water. Department of Forensic Medicine, University of Dundee [internet]. 1992
[cited 2014 May 12]. Available from http://www.dundee.ac.uk/forensicmedicine/notes/water.pdf.
 Sasidharan A, Resmi S. Review: Forensic Diatomology. Health Sciences 2014; 1(3): 1-16.

Anda mungkin juga menyukai