Anda di halaman 1dari 30

OLEH :

dr. I GUSTI NGURAH SUMANTRI, Sp. B


 Sejarah ilmu bedah berkaitan erat dengan sejarah infeksi
bedah.
 Penelitian mengenai infeksi dimulai oleh Semmelweis th 1847
yang mengamati bahwa kematian post partum akibat febris
puerperalis lebih tinggi pada ibu yang persalinannya ditolong
oleh dokter atau mahasiswa kedokteran dari pada oleh bidan.
Dalam masa itu seorang profesor patologi Kollestchka
meninggal karena luka setelah melakukan otopsi, dan
ternyata gejalanya mirip dengan febris puerperalis setelah
dilakukan otopsi pada mayatnya. Penelitian menunjukkan
mahasiswa dan dokter yang melakukan persalinan tadi
ternyata sebelumnya melakukan tindakan otopsi disana.
 Sejak itu ia membuat peraturan bahwa setiap dokter atau
mahasiswa yang akan menolong persalinan harus mencuci
tangan terlebih dahulu.
 Lister mendapatkan angka kematian yang tinggi pada
penderita patah tulang terbuka. Pada masa itu Pasteur
menemukan mikroba yang menyebabkan peragian
pada pembuatan anggur.
 Berdasarkan penemuan tersebut Lister berkesimpulan
bahwa pembusukan dan pernanahan yang terjadi pada
patah tulang terbuka tadi disebabkan oleh mikroba
pada luka.Dan mikroba tersebut dapat dibunuh
 Setelah luka tersebut dicuci dengan larutan karbol
maka kejadian pernanahan sangat menurun.
 Koch dengan teori anti sepsisnya yaitu usaha untuk
membunuh kuman di luar tubuh agar tidak dapat masuk
lagi melalui luka bedah dan bertumbuh lagi dalam
tubuh.
 Halsted memperkenalkan sarung tangan karet untuk
dipakai dalam pembedahan.
KONSEP ILMU BEDAH
 Tujuan dari cabang Ilmu Bedah adalah
Melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani,
penilaian kejiwaan, pemeriksaan laboratorium
dan penunjang serta menyimpulkan data untuk :
1. Membedakan kasus medik dan kasus bedah
2. Membedakan kedaruratan medik dan bedah
3. Mendiagnosis kasus bedah
4. Mendiagnosis kasus bedah minor/major elektif
5. Mendiagnosis kasus bedah major akut.
Pada prinsipnya penyembuhan pasien dengan
masalah bedah di terapi dengan pembedahan.
CIDERA DAN INFLAMASI
 Kelangsungan hidup dari makhluk hidup tergantung dari
kemampuan sel-selnya untuk mengatasi kerusakan jaringan
akibat trauma atau cidera.
 Reaksi tubuh terhadap trauma disebut proses inflamasi (radang),
dimana terjadi reaksi vaskuler, reaksi seluler dan reaksi humoral
yang merupakan reaksi protektif dan restoratif.
 Reaksi vaskuler berupa vasodilatasi diikuti perubahan
permeabilitas pembuluh darah. Darah lebih banyak mengalir ke
daerah cidera dan terjadi eksudasi plasma darah dan keluarnya
leukosit dari pembuluh darah dan terjadi pembengkakan (tumor),
hangat(kalor), merah (rubor) dan nyeri (dolor ) pada daerah
radang.
 Reaksi seluler akibat kerusakan jaringan adalah hasil
aktivasi fagosit dan makrofag dalam sistem pertahanan
tubuh seluler sehingga terjadi fagositosis dan imunitas
seluler. Reaksi inflamasinya berupa pelebaran kapiler dan
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah yang
memungkinkan sel makrofag keluar dari pembuluh darah
menuju daerah radang. Proses imunitas seluler
dilaksanakan oleh sel limfosit T yang menghasilkan
limfokin, yaitu zat yang merangsang aktifitas sel fagosit.
Disamping itu terdapat sel T yang langsung membunuh
kuman.
 Reaksi humoral melibatkan sistem komplemen dan
antibodi. Sistem komplemen terdiri dari komponen protein
plasma yang menyebabkan reaksi biologik berantai.
Antibodi adalah imunoglobulin(IgG,IgM,IgA,IgE,IgD) yang
dihasilkan oleh sel Limfosit B akibat rangsangan spesifik
dari antigen. Antibodi akan bereaksi secara spesifik
dengan antigen menyebabkan aglutinasi dan presipitasi
 Tubuh mempunyai beberapa mekanisme pertahanan
untuk mengatasi kerusakan yang ditimbulkan oleh kuman.
 Mekanisme pertama adalah pertahanan permukaan tubuh
yaitu kulit dan mukosa saluran cerna, napas, kemih dan
saluran kelamin. Pada kulit yang berperan adalah lapisan
epidermis. Selain itu terdapat sawar biologis yang dibentuk
oleh kuman /flora normal kulit, dan sawar kimia yang
berupa keasaman yang ditimbulkan oleh keringat dan
asam lemak dari kelenjar sebasea.Pertahanan permukaan
pada saluran cerna adalah proses dekontaminasi seperti
muntah, mencret ( mekanik), secara biologik oleh flora
normal usus, dan secara kimia dengan air liur yang
mengandung enzim musin dan oleh cairan lambung. Pada
saluran napas,kemih dan kelamin pertahanan permukaan
juga merupakan proses dekontaminasi. Pada saluran
napas melalui batuk dan gerakan bulu getar selaput
lendirnya.
 Mekanisme pertahanan kedua adalah eliminasi
penyebab infeksi oleh reaksi radang melalui reaksi
vaskuler dan reaksi seluler. Inflamasi ini
menyebabkan pengumpulan sel leukosit dan
cairan serum di daerah trauma.
 Mekanisme pertahanan ketiga adalah upaya
membatasi invasi kuman penyakit secara regional
dengan limfadenitis.
 Mekanisme pertahanan ke empat adalah
pembasmian kuman oleh sistem retikuloendotelial
yang terdiri dari sel retikulorum pada limpa dan
sistem limfatik yang kesemuanya mempunyai
kemampuan fagositosis. Sel dari sistem
retikuloendotelial ini berperan lebih besar dalam
fase sesudah radang akut, baik dalam fase
resolusi,organisasi maupun penyembuhan.
Patofisiologi inflamasi
 Reaksi pertama pada infeksi adalah reaksi umum yang
melibatkan susunan saraf dan sistem hormon yang
menyebabkan perubahan metabolik,terjadi reaksi jaringan
limforetikulosis di seluruh tubuh berupa proliferasi sel fagosit
dan sel pembuat antibodi(limfosit B)
 Reaksi kedua berupa reaksi lokal yang disebut inflamasi akut.
Reaksi ini terus berlangsung selama masih terjadi proses
pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab kerusakan
jaringan bisa diberantas maka sisa jaringan yang rusak
(debris) akan difogositosis dan dibuang sampai terjadi
resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebih maka sel
fagosit bereaksi berlebih dan debris terkumpul dan
membentuk suatu rongga abses.
 Apabila pengrusakan jaringan berlangsung terus maka akan
terjadi inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang
merusak hilang.
INFEKSI DAN LUKA
 Luka adalah hilangnya kontinuitas dari
jaringan. Dapat mengenai struktur yang lebih
dalam seperti saraf, otot, tulang, membran
mukosa dan struktur lainnya.
 Klasifikasi luka:
1. Tertutup ( tanpa mengganggu permukaan
kulit ), contohnya kontusio,hematoma,abrasi.
2. Terbuka, contohnya luka sayat, luka
laserasi,luka tusuk ( penetrasi yaitu luka pada
tempat masuk dan perforasi yaitu luka pada
tempat masuk dan keluar)
Klasifikasi Luka

Tusuk
Tertutup

Tembus

Kronis
 Penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase inflamasi,
fase proliferasi, dan fase penyudahan (remodelling).
 Fase inflamasi berlangsung sejak terjadi luka sampai kira-kira hari
kelima. Pembuluh darah yang terputus akan menyebabkan perdarahan
dan tubuh menghentikannya dengan vasokonstriksi,retraksi dan reaksi
hemostasis yaitu trombosit yang keluar dari pembuluh darah akan
saling melengket dan bersama dengan jala fibrin akan membekukan
darah yang keluar dari pembuluh darah. Sel mast dalam jaringan ikat
menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel
radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan
pembengkakan. Tanda radang menjadi jelas seperti rubor,kalor,dolor
dan tumor. Leucosit mengeluarkan enzim hidrolitik dan limfosit serta
monosit melakukan fagositosis. Fase ini juga disebut fase lambat
karena jaringan kolagen baru sedikit.
Aktivitas Penyembuhan

Hemostasis Mesenchymal Cell Sintesis Kolagen


Inflamasi Migration Kontraksi Luka Remodelling
Proliferasi Sintesis Maturasi
Angiogenesis Proteoglycan
Epitelialisasi

1 4 21 365
Hari Setelah Luka
 Fase Hemostasis & Inflamasi
Platelet
- segera sampai 2-5 hari activation
- hemostasis :
EGF
• vasokonstriksi IGF-1
PDGF chemotactic
• Agregasi platelet
TGF β
• thromboplastin  clot
recruitment
- inflamasi
• vasodilatasi Neutrophil, macrophage,
Epithelial cells, mast cells
• fagositosis Endothelial cells, fibroblast

Tredget EE, 2002

Hemostasis
Inflamasi 14
FIBROGENIC GF
 Fase Proliferasi
- 2 hari sampai 3 minggu PDGF, IGF-1
TGF β, FGF
- granulasi
 Fibroblas sintesis kolagen
 Mengisi defek dan terbentuk kapiler baru
- Kontraksi
 Tarikan tepi luka yang akan mengurangi defek
- epitelialisasi
 Migrasi epitel dari tepi luka

15
 Fase Remodelling
- 3 minggu sampai 2 tahun
- Kolagen akan meningkatkan tensil
strength luka
- Akhir proses terbentuk parut
80% kekuatan jaringan semula

16
Luka Akut Luka Kronis

Luka post Op.


 Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol
adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir
fase inflamasi sampai minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel
mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan
bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk
penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung
mengerut. Sifat ini bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast
menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan
regangan luka mencapai 25%.
 Pada fase fibropalsia ini luka dipenuhi dengan sel radang, fibroblast
dan kolagen dan membentuk jaringan berwarna kemerahan dg
permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi.
 Fase penyudahan.
Proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali
jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dg gaya gravitasi
dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru
terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan bulan dan
dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah
lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua
yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan.

Udem dan sel radang diserap,sel muda menjadi matang,


kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang
berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan
regangan yang ada. Selama prose ini terbentuk jaringan
parut yang pucat,tipis dan lemas serta mudah digerakan
dari dasar. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu
menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit
normal. Fase ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah
penyembuhan.
Klasifikasi penyembuhan
 Sanatio per primam intensionem yaitu penyembuhan
dimana luka segera berusaha dipertautkan biasanya
dengan bantuan jahitan . Parut yang terjadi lebih
halus dan kecil.
 Sanatio per secundam intensionem yaitu
penyembuhan kulit tanpa bantuan dari luar, berjalan
secara alami. Luka akan terisi dengan jaringan
granulasi dan kemudian ditutp dengan jaringan epitel.
Penyembuhan memakan waktu cukup lama dan
menimbulkan jaringan parut yang kurang baik.
Pengobatan Luka
 Pengobatan luka terdiri dari :
pengobatan umum dan pengobatan lokal
Dalam pengobatan umum yang pertama
dilakukan adalah mengatasi syok dan mengatasi
perdarahan
Dalam pengobatan lokal yaitu melakukan
tindakan P3K
Faktor yang mempengaruhi
penanganan luka
 Lamanya luka
 Bentuk anatomi luka
 Bersih tidaknya luka
 Lokalisasi luka
Infeksi pada luka
 Infeksi primer yaitu segera setelah luka akan
terjadi kontaminasi kuman karena benda yang
menyebabkan luka mengandung
mikroorganisme patogen
 Infeksi sekunder yaitu infeksi yang timbul
beberapa waktu setelah terjadinya luka.
Keadaan ini disebabkan oleh kuman yang
berasal dari luar luka.
Macam-Macam Infeksi
 Infeksi pyogenik/bernanah disebabkan oleh kuman
streptokokus,stapilokokus. Pada infeksi ini terjadi
pembentukan pus dan infiltrat
 Infeksi Putridae , infeksi ini bersifat spesifik karena
baunya yang busuk. Etiologinya adalah Escherichia
coli. Dijumpai pada luka-luka besar dan banyak
jaringan hancur dan tidak dijumpai nanah.
 Infeksi Anaerob, misalnya kuman tetanus dan
kelompok gas gangren.
 Infeksi Spesifik, misalnya Tbc, sifilis, dan difteri
Syok dan Penatalaksanaannya
 Syok adalah kegagalan sirkulasi perifer yang
menyebabkan ketidakmampuan perfusi jaringan
memberikan zat gizi ke sel melakukan
pembuangan sisa-sisa metabolisme.

 Syok terbagi atas beberapa tipe yaitu syok


hipovolemik, septik, kardiogenik,
neurogenik,anafilaktis.
 Syok hipovolemik
Terjadi akibat penurunan volume darah, plasma atau cairan
tubuh. Syok ini disebabkan oleh perdarahan, luka bakar,
obstruksi usus, peritonitis.

Syok merupakan keadaan akut, lakukan tindakan:


1 Baringkan pasien pada posisi terlentang
2 Bebaskan jalan napas
3 Berikan cairan infus kristaloid,misalnya NaCl 0,9%
4 Carilah sebab utama syok.
 Syok Septik
Disebabkan oleh bakteri gram negatif, kadang
disebabkan oleh bakteri gram positif.
Faktor yang meningkatkan kepekaan terhadap infeksi
bakteri akan mempermudah terjadinya syok septik.
Misalnya trauma, diabetes melitus, penyakit-penyakit
hematologis, pengobatan dengan kortikosteroid.
Gejala pasien bingung ,gelisah,demam, hipertensi
pulmonal, hiperventilasi, oliguria sampai anuria.
 Syok Neurogenik
Disebabkan oleh kegagalan resistensi arteri, sehingga
darah tertimbun pada pembuluh darah yang
berdilatasi, akibat perangsangan saraf atau psikis
misalnya nyeri, ketakutan hebat, anestesi spinal,
trauma spinal
Gejala prodromalnya adalah pucat, berkeringat dingin,
lemas, badan terasa melayang, kadang mual.
Kemudian penderita jatuh pingsan dan disertai
hipotensi dan bradikardia.
Syok anafilaktis
 Reaksi alergi yang membahayakan ini dapat terjadi
beberapa detik atau menit setelah suntikan serum
atau obat-obatan.
 Gambaran yang paling nyata adalah edema laring,
bronkospasme dan kolaps vaskuler. Gejala lain
adalah urtikaria,cemas,edema umum,perasaan
tercekik,status asmatikus
Tindakan untuk syok anafilaktis
 Letakan pasien dalam posisi tredelenberg ( kepala
lebih rendah dari kaki).
 Suntikan segera adrenalin 1:1000 , 0,3-0,4 cc IM
sebaiknya dipilih otot lengan atas
 Pantau tekanan darah dan nadi
 Ulangi pemberian adrenalin 0,3-0,4 cc tiap 5 – 10 menit
hingga tekanan sistolik mencapai 90 -100 mmHg dan
denyut nadi tidak melebihi 120x /m . Umumnya
diperlukan suntikan 1-4 kali
 Bila henti napas dilakukan napas buatan
 Bila henti jantung berikan pijatan jantung luar,

Anda mungkin juga menyukai