Anda di halaman 1dari 41

Diabetes Mellitus

Oleh

Asep Yahya S H 11040004


Febriyana Lestari 12040023
Hotib 11040015
Putri Rachmadi 12040041
Siti Nur Aisah 12046905
Siti Nur Fauziah 12040047

Semester : VII
Dosen : Abdul azis Setiawan

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH


TANGERANG
2015
Pendahuluan

• Diabetes mellitus (DM) berasal dari bahasa Latin


yaitu diabetes = penerusan, mellitus = manis madu)

• didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan


metabolisme kronis dengan multi etiologi yang
ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai
dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid
dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin.
Klasifikasi

• Diabetes Mellitus tipe 1 "Insulin- Dependent


Diabetes Mellitus" (IDDM)
• Diabetes mellitus tipe 2 "Non-Insulin-Dependent
Diabetes Mellitus" (NIDDM)
• Diabetes Mellitus tipe lain
Faktor penyebab
a. Pola makan
b. Obesitas (kegemukan)
c. Faktor genetis
d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
e. Penyakit dan infeksi pada pancreas
f. Pola hidup
g. Suka ngemil
h. Kurang tidur
i. Sering stress
j. Menggunakan pil kontrasepsi
Etiologi dan patofisiologi

DM tipe 1
Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya
terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans
yang disebabkan oleh reaksi autoimun. Destruksi
autoimun dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar
pankreas langsung mengakibatkan defisiensi sekresi
insulin . Terjadinya peningkatan sekresi glukagon oleh
sel-sel α pulau Langerhans yang akan memperparah
kondisi hiperglikemia.
DM tipe 2
Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya
terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup
besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas,
diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan.
Patofisiologi terjadinya DM tipe 2 yaitu bukan disebabkan oleh
kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau
tak mampu merespon insulin secara normal disebut juga “Resistensi
Insulin”.
penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul
gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan
Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans secara
otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1.
2 fase sekresi insulin oleh sel β kelenjar pankreas.
1. sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau
rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya
kadar glukosa darah.
2. Fase 2 terjadi sekitar 20 menit sesudahnya.

Pada pasien DM tipe 2 biasanya menunjukkan gangguan pada


sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi Insulin kerusakan sel-sel β
pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan
mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita
memerlukan insulin eksogen.
Gejala Klinik
Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering
buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar).
Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota
tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali
sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.

• Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan
pruritus (gatal-gatal pada kulit).
• Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari
luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi,
hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.
Diagnosa
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan
khas DM berupa:
a. Poliuria
b. Polidipsia
c. Polifagia
d. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
e. Keluhan lain yang mungkin disampaikan penderita antara lain
badan terasa lemah, sering kesemutan.
Penatalaksanaan

Tujuan : menurunkan morbiditas dan mortalitas


DM.
2 target utama, yaitu:
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada
dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan
terjadinya komplikasi diabetes.
Parameter untuk menilai
keberhasilan penatalaksanaan

penatalksanaan

Terapi non farmakologi

Terapi farmakologi
Terapi non farmakologi

1. Pengaturan diet
Karbohidrat : 60-70%
Protein : 10-15%
Lemak : 20-25%
• Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi
insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa.
• Jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya
diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan
melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal
dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak
jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein
sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan
tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.
• Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan
paling tidak 25 g per hari.
2. Olah raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan
menjaga kadar gula darah tetap normal.
Contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan
atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan aerobik. Olah
raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan
aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa.
Terapi farmakologi

Mekanisme kerja: Insulin yang


1. Terapi insulin disekresikan oleh sel-sel β pankreas
Terapi insulin merupakan satu akan langsung diinfusikan ke dalam
keharusan bagi penderita DM Tipe 1. hati melalui vena porta, yang
kemudian akan didistribusikan ke
Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans
seluruh tubuh melalui peredaran
kelenjar pankreas penderita rusak, darah.
sehingga tidak lagi dapat Kekurangan insulin menyebabkan
memproduksi insulin. Sebagai glukosa darah tidak dapat atau
penggantinya, maka penderita DM terhambat masuk ke dalam sel.
Tipe I harus mendapat insulin Akibatnya, glukosa darah akan
eksogen untuk membantu agar meningkat, dan sebaliknya sel-sel
metabolisme karbohidrat di dalam tubuh kekurangan bahan sumber
tubuhnya dapat berjalan normal. energi sehingga tidak dapat
memproduksi energi sebagaimana
seharusnya.
Penggolongan
insulin

Umumnya, pada tahap awal diberikan sediaan insulin dengan kerja


sedang, kemudian ditambahkan insulin dengan kerja singkat untuk
mengatasi hiperglikemia setelah makan. Insulin kerja singkat diberikan
sebelum makan, sedangkan Insulin kerja sedang umumnya diberikan
satu atau dua kali sehari dalam bentuk suntikan subkutan.
TERAPI OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL

Penggolongan

1. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral


golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).
2. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap
insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang
dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.
3. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja
menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan
hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-
blocker”.
Penggolongan
obat
hipoglikemia
Terapi kombinasi

Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonilurea dengan biguanida.


Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang
memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif. Kedua
golongan obat hipoglikemik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas
reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling
menunjang. Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini
dapat efektif pada banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak
bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri.
Studi kasus
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn A
Umur : 58 tahun
Alamat : Liwa
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam

ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Luka pada kaki kanan yang tidak sembuh
b. Keluhan tambahan : Badan terasa lemah, sering kesemutan,
banyak minum, dan banyak kencing
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang melalui poliklinik penyakit dalam RSUAM dengan
keluhan terdapat luka pada kaki kanan yang tidak sembuh dan
kelamaan semakin membesar dan berwarna kemerahan.
Pasien mengaku kaki kanannya tersebut sebelumnya
terkena paku payung, luka tersebut tampak kering tidak
mengeluarkan darah hanya tampak kemerahan dan terasa
nyut–nyutan dan panas, pada luka tersebut terdapat
nanah sejak 12 hari ini dan menjadi kehitaman, rasa
nyeri pada luka berkurang bila luka dikompres dengan
rivanol, dan rasa sakit semakin bertambah bila dibawa
berjalan, pasien juga mengatakan kaki kanan tersebut
menjadi bengkak sejak 2 minggu ini, kaki kanan tersebut
terasa berat untuk digerakkan dan dibawa untuk
aktivitas. Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah
sejak 1,5 bulan ini, rasa lemah muncul bila pasien banyak
pikiran dan terlalu banyak aktivitas, rasa lemah
berkurang bila dibawa istirahat.
Pasien juga mengeluh sering kesemutan terutama
pada kaki diwaktu malam sejak 2 minggu ini,
kesemutan muncul tiba-tiba pada saat pasien tidur,
kesemutan berkurang bila kaki dipijat. Pasien juga
mengatakan sering minum sejak 1 bulan ini, pasien
mudah haus, rasa haus tidak terpengaruh oleh
udara yang panas atau beban kerja yang berat,
pasien juga mengatakan banyak mengeluarkan air
kencing sejak 1 bulan ini, banyaknya air seni yang
keluar ± 2/3 gayung, warna air seni kuning muda
dan jernih, urin tidak berbau, dan bila malam hari
pasien mengaku kencing lebih dari 3 kali dan
mengganggu tidurnya pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : diketahui sejak 6 bulan lalu
Riwayat penyakit gula : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit lambung : disangkal
Riwaya kencing nanah & darah : disangkal

e. Riwayat penyakit keluarga


Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit gula : ada
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 75 kg
Tinggi Badan : 155 cm

VITAL SIGN
T : 130/80 mmHg R : 18 x/menit
N : 80 x/menit S : 36,5º C

STATUS GENERALIS
1. Pemeriksaan Kepala
Bentuk Kepala : mesochepal, simetris
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tidak mudah
rontok
Nyeri tekan : tidak ada

2. Pemeriksaan Mata
Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
3. Pemeriksaan Telinga : otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)

4. Pemeriksaan Hidung : nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-)

5. Pemeriksaan mulut & Faring


Bibir sianosis (-), bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), tepi
hiperemis (-), tremor (-), ikterik (-), tonsil: dbn

6. Pemeriksaan Leher
Trakea : Deviasi trakea (-)
kelenjar lymphoid : tidak membesar, nyeri (-)
kelenjar tiroid : tidak membesar
JVP : tidak meningkat

7. Pemeriksaan ekstremitas
Superior : deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-),Sianois (-),edema (-)
Inferior : edema (+) kaki kanan, hiperemis (+) kaki kanan
Pemeriksaa Lab

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

1) Glukosa
 Glukosa puasa 239 70-100 mg/dl
 Glukosa 2jam PP 356 <140 mg/dl
2) Elektrolit
 Natrium 140 135-145 mmol/L
 Kalium 3,8 3,5-4,5 mmol/L
 Klorida 104 100-106 mmol/L
3) Darah
 SGOT 19 ul/L ≤ 25 ul/L
 SGPT 10 ul/L ≤ 29 ul/L
 Protein total 7,68 6-7,8 g/dl
 Albumin 3,85 4-5,2 g/dl
 Globulin 3,83 1,3-2,7 g/dl
 Ureum darah 24,5 10-50 mg/dl
 Kreatinin darah 0,72 0,5-1,2 mg/mnt
 Kolesterol total 242 <200 mg/dl
 Trigliserida 130 < 200 mg/dl
 Bilirubin total 1,07 0,3-1,0 mg/dl
 Bilirubin direk 0,79 0,4 mg/dl
 Bilirubin indirek 0,28 0,6 mg/dl
 Alkali fosfatase 278 60-170 UI/L
 Gamma GT 31 8-38 UI/L
 Asam urat 4,3 2,4-5,7 mg/dl
Kesimpulan
1. Anamnesa
a. Pasien seorang laki-laki usia 54 tahun
b. Terdapat luka pada kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh
c. Badan terasa lemah
d. Kedua kaki sering kesemutan
e. Pasien banyak minum dan banyak kencing terutama pada malam
hari

2. Pemeriksaan fisik
BB : 75 Kg
TB: 155 CM
3. Vital Sign :
T : 140/80 mmHg N : 80 x/menit
R : 18 x/menit S : 36,5º C

4. Ekstremitas : Inferior : edema jari +/-, hiperemis jari +/-


Hasil lab

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Glukosa
- Glukosa puasa 239 70-100 mg/dl
- Glukosa 2jam PP 356 <140 mg/dl

Darah
- Albumin 3,85 4-5,2 g/dl

Sedimen urin
- lekosit 12-15 Negatif
- epitel 4-6 Negatif

kimia urin
- SG 1.020 1.01– 1.030
- PH 5,0 4,6 – 8,0
- Lekosit 25/ul negatif
- Nitrogen - negatif
- Protein 25 mg/dl negatif
- Glucose 1000 mg/dl negatif
- Keton 150 mg/dl negatif
- Warna kuning
- Kekeruhan jernih
Diagnosa : diabetes mellitus dengan ulkus diabetes
TERAPI
a. Non farmakologis
1) Edukasi
2) Mengatur pola makan/diet sesuai kebutuhan BB atau gizi penderita
3) Olahraga

b. Farmakologis
1) Infus Martos 20 tetes/menit
2) Injeksi Ampicillin 3 x1 amp
3) Insulin 3 x 4 UI
4) Glibenklamid 2,5 mg 1-0-0
Pembahasan
Pasien A.n Tn.A, umur 58 tahun pasien datang dengan keluhan terdapat luka pada kaki kanan
yang tak kunjung sembuh dan lama kelamaan semakin membesar dan berwarna kemerahan.
Pasien mengaku sebelumnya terkena paku payung. Pasien juga mengeluh badannya terasa
lemas sejak 1,5 bulan ini, pasien juga sering kesemutan terutama pada kaki sejak 2 minggu
ini, keemutan tiba-tiba muncul ketika pasien sedang tidur. Pasien juga sering minum sejak 1
bulan ini, pasien mudah haus tidak terpengaruh oleh udara yang panas atau beban kerja yang
berat, pasien juga. Dari riwayat penyakit keluarga diketahui terdapat riwayat penyakit gula.
Dari pemeriksaan laboratorium diketahui kadar glukosa saat puasa yaitu 239 mg/dl dan
kadar glukosa saat sedang tidak berpuasa yaitu sebesar 356 mg/dl sedangkan kadar
normalnya yaitu sebesar < 140 mg/dl. Dari anamnesa yang di lakukan, pasien di diagnosa
Diabetes Mellitus dengan ulkus Diabetes.
Pasien diberikan terapi infus martos untuk memberikan suplai air dan
karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik. Pasien juga
diberikan terapi injeksi ampisillin sebagai antibiotik, karena pasien
diketahui memilki luka di kakinya yang tak kunjung sembuh dan semakin
lama semakin melebar, antibiotik ini diberikan untuk membunuh kuman
yang terdapat pada lukanya supaya pasien tidak mengalami infeksi yang
berlebih. Selain itu pasien diberikan terapi insulin untuk memfasilitasi
glukosa masuk kedalam otot, adiposa dan jaringan lain melalui hexose
transporter sehingga dapat menurunkan kadar gula darah, karena
diketahui bahwa pasien menderita diabetes mellitus. Pasien juga
diberikan terapi glibenklamid 2,5 mg yang diminum setiap pagi, gunanya
yaitu untuk merangsang sekresi insulin dari pankreas sehingga kadar gula
darah akan menurun.
Kasus 2
• IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : Tn.R
Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 47 tahun
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS

Riwayat Penyakit
Keluhan utama : Badan lemas
Keluhan tambahan : Mual, kepala pusing, sulit
tidur
Riwayat penyaikit sekarang
• Pasien datang ke RS.X dengan keluhan badan lemas dan tidak dapat
beraktivitas seperti biasa sejak 2 hari yang lalu. Keluhan disertai
mual, kepala pusing dan sulit tidur. Keluhan adanya penglihatan kabur
disangkal. Dilakukan pemeriksaan gula darah pada pasien, yang
ternyata didapatkan hasil GDS = 540 g/dl.
• Dua tahun yang lalu, pasien banyak makan dan minum namun tidak
disertai dengan peningkatan berat badan yang sesuai. Buang air kecil
sering terutama pada malam hari ± 5 kali. Buang air besar tidak ada
keluhan. Terkadang pasien juga merasakan kesemutan pada kedua
kakinya, yang dirasakan hilang timbul. Pasien mengaku jarang
berolahraga. Satu tahun yang lalu pasien berobat ke RS dan
dinyatakan kencing manis dengan gula darah 300 g/dl. Oleh karena
itu, sebulan sekali pasien sering kontrol ke Rumah Sakit untuk
pemeriksaan gula darah. Walaupun demikian pasien sering mencuri
makan makanan yang di pantang tanpa sepengetahuan keluarga.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat hipertensi dan gastritis
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga : Didalam keluarga tidak ada yang
mengalami penyakit yang serupa.

Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,5˚ C
Berat Badan : 68 kg
Tinggi badan : 164 cm
Pemeriksaan laboratorium
• Hb : 12,5 gr/dl
• Ht : 31,8 gr/dl
• LED : 50 mm/Jam
• Leukosit : 5,1 /mm³
• Trombosit : 137 ribu/uL

Kadar Gula
GDS : 540 mg/ dl
Resume
Pasien sejak ± 2 hari yang lalu mengeluh badan lemas dan tidak
dapat beraktivitas seperti biasa. Disertai mual, kepala pusing dan
sulit tidur. Riwayat DM ± 1 tahun yang lalu. Pasien sering kontrol
satu bulan sekali, tetapi sering makan makanan pantangan.
GDS = 540 mg/dl
Tekanan darah 140/100 mmHg

Diagnosis kerja: Diabetes Melitus tipe II disertai diagnosa


penyerta hipertensi

Penatalaksanaan
1. Bed rest
2. Diet DM
Terapi farmakologi
R/ Metformin 500 mg XLV
S 3 dd 1
R/ Glibenklamide 5 mg XV
S 1-0-0
R/ Antasid syrup
S 3 dd C I
R/ Furosemid XXV
S 1-1/2-0
R/ KSR XV
S 1 dd 1
Pembahasan
Dalam kasus ini Tn.R yang berusia 47 th, mendapat 6 item obat dalam satu
kurun waktu pengobatan. Pasien mengalami DM dengan diagnosa penyerta
tekanan darah tinggi.

Furosemid digunakan sebagai agen antihipertensi tunggal, karena hipertensi


yang dialami pasien masih berada pada stage 1 (tekanan diastolik antara 140-
159 mmHg). Sehingga penggunaan agen tunggal umumnya cukup efektif.
Penggunaan furosemid (loop diuretik) pada pasien yang memiliki diagnose
penyerta berupa diabetes mellitus dan gagal jantung seperti pada kasus ini,
diperbolehkan. Sehingga pemilihan furosemid dapat dianggap rasional.

Dari segi dosis, umumnya furosemid diberikan sekali sehari (40 mg/hari), yaitu
pada pagi hari. Namun dalam kasus ini, pasien menerima furosemid 40 mg pada
pagi hari dan 20 mg pada siang hari (60 mg/hari). Dosis tersebut masih berada
pada dosis yang dianjurkan, Waktu pemberian furosemid juga masih aman,
yaitu pada pagi dan siang hari, sehingga resiko terjadinya diuresis nokturnal
masih dapat dihindarkan.
Pemberian KSR/ kalium klorida, sebagai suplemen
kalium, dapat dibenarkan, mengingat furosemid
merupakan diuretik yang boros kalium, sehingga
dapat memicu terjadinya hipokalemia. Disamping
kemungkinan terjadinya hipokalemia, pengguna
furosemid juga berpeluang mengalami kekurangan
kadar ion-ion lainnya, akibat peningkatan urinasi,
seperti natrium (hiponatremia), magnesium
(hipomagnesemia), serta kemungkinan terjadinya
gout.
Pasien dapat dipastikan menderita diabetes mellitus
tipe 2, karena dokter hanya meresepkan andiabetik
oral, tanpa insulin. Pasien diberi kombinasi
metformin 500 mg tiga kali sehari, dan
glibenklamide 5 mg satu kali sehari.
Metformin merupakan antidiabetik golongan biguanide,
yang bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin
dan menurunkan resistensinya. Dan metformin merupakan
agen antidiabetik utama untuk terapi diabetes tipe 2, selama
penggunaannya tidak dikontraindikasikan pada pasien
tersebut. Metformin yang dikombinasi dengan glibenklamide,
sangat diperbolehkan. Dosis kombinasi kedua obat tersebut
juga masih dalam batas aman. Dimana dosis maksimum
keduanya adalah 20 mg/hari untuk glibenkalmid, dan 2000
mg/hari untuk metformin. Baik metformin maupun
glibenklamide dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada
saluran cerna berupa mual, muntah, dan diare.

Penggunaan antasida kemungkinan sebagai penanganan


efek samping obat yang dapat mengiritasi lambung, sehingga
meningkatkan sekresi asam lambung, seperti halnya
furosemid.
Kesimpulan
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin.
Diabetes mellitus di klasifikasikan menjadi 3, yaitu:
• Diabetes Mellitus tipe 1 "Insulin- Dependent Diabetes Mellitus"
(IDDM)
• Diabetes mellitus tipe 2 "Non-Insulin-Dependent Diabetes
Mellitus" (NIDDM)
• Diabetes Mellitus tipe lain
Terapi yang dilakukan pada pasien diabetes mellitus dapat dengan
terapi farmakologi dan terapi non farmakologi.
Non farmakologi : pengturan diet dan olah raga
Farmakologi : insulin dan obat2 dan Obat Hipoglikemik Oral

Anda mungkin juga menyukai