Sektor pertanian, khususnya agribisnis diprediksi akan sangat berperan dalam pembangunan ekonomi kerakyatan di masa yang akan datang. Prediksi ini didasarkan pada beberapa hal, yaitu :
Sektor pertanian menampung sebagian besar tenaga kerja (75%) dan
terbukti relatif mapan dalam menghadapi krisis ekonomi Industri yang tepat untuk dikembangkan adalah industri pengolahan hasil pertanian Komoditas pertanian masih dapat bersaing untuk menjadi komoditas unggulan dibandingkan komoditas non-pertanian Merupakan ekonomi produktif yang berbasis masyarakat Sebagai penyedia pangan utama Perekenonomian sebagai Potensi Agribisnis di Indonesia Dari 20 industri ekspor utama Indonesia, berdasarkan Tabel Input-Output 1995, ternyata agribisnis lah yang memiliki total keterkaitan terbesar. Industri perabot rumah tangga dari kayu, bambu dan rotan juga industri kayu lapis dan sejenisnya, memiliki keterkaitan yang tinggi. Jadi dari sisi keterkaitan antar-sektor, agribisnis dengan orientasi ekspor terbukti sangat mempengaruhi pertumbuhan sektor-sektor lainnya, baik secara langsung maupun tidak. Pengaruh ini bahkan lebih besar dari industri berorientasi ekspor lainnya. Jelas bahwa dengan data empirik di atas, sektor agribisnis perlu digenjot lebih lanjut agar perekonomian Indonesia cepat pulih, sekaligus agar pemulihan ini semakin merata ke banyak sektor lainnya. Pilihan strategik ini jelas mempunyai social cost-benefit ratio yang tinggi. Ini karena dana pembangunan akan dialokasikan kepada sektor agribisnis yang memang memiliki kapasitas peningkatan pendapatan, pemerataan dan penguatan neraca pembayaran yang relatif lebih tinggi dari sektor lainnya. Dengan demikian, dana pembangunan yang langka, baik dari APBN maupun investasi PAM dan PMDN, dapat dialokasikan kepada sektor yang memberikan social benefits terbesar. Ketahanan Pangan sebagai Potensi Agribisnis di Indonesia Menurut Sumastini (2011), di Indonesia sistem ketahanan pangan terdiri dari empat subsistem yang tidak dapat dipisahkan dan terintegrasi satu dengan yang lain, yaitu : a. Ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk b. Distribusi pangan yang lancar dan merata c. Konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi seimbang d. Status gizi masyarakat Tujuan ketahanan pangan harus diorentasikan untuk pencapaian pemenuhan hak atas pangan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan ketahanan pangan nasional. Berjalannya sistem ketahanan pangan sangat tergantung pada kebijakan dan kinerja sektor ekonomi, sosial dan politik. Agribisnis dapat dijadikan sebagai cara atau solusi dalam meningkatkan ketahanan pangan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa fokus dari sistem agribisnis adalah keberlanjutan (sustainable), sedangkan ketahanan pangan pada stabilitas (stability). Subsistem Ketersediaan pangan (food availability) pada ketahanan pangan dapat dintegrasikan dengan subsistem usahatani (On-farm) pada sistem agribisnis. Subsistem penyerapan pangan (food utilization) dapat diintegrasikan dengan subsistem agribisnis hilir (down- stream agribusiness). Kendala Agribisnis di Indonesia
Lemahnya struktur permodalan dan akses terhadap sumber
permodalan. Ketersediaan lahan dan masalah kesuburan tanah. Pengadaan dan penyaluran sarana produksi. Terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi. Lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani. Kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk sektor agribisnis. Iklim tidak bisa dikendalikan sehingga perlu membangun strategi dalam membangunagribisnis. Infrastruktur yang belum berkembang dengan baik sehingga menghambat distribusi dalam pemasaran. Kurangnya pendampingan agribisnis bagi para pelakunya secara profesional. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam membangun agribisnis dan minimnya pengetahuan dalam pengembangan agribisnis sebagai pelaku utama.