Anda di halaman 1dari 46

PENDIDIKAN DAN BUDAYA ANTI

KORUPSI (PBAK)
Pertemuan : 1

Dosen :
Mukhadiono, SST.,MH
Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir, sejumlah studi
komprehensif mengenai berbagai dampak korupsi
terhadap variabel-variabel ekonomi secara ekstensif
telah dilakukan.Usaha rintisan telah dimulai oleh
Mauro (1995) yang menegaskan bahwa korupsi
memperlemah investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya, kajian Tanzi dan Davoodi (1997) yang
lebih elaboratif melaporkan bahwa korupsi
mengakibatkan penurunan tingkat produktivitas yang
dapat diukur melalui berbagai indikator fisik, seperti
kualitas jalan raya.
Namun ternyata korupsi tidak hanya berdampak dalam
satu aspek kehidupan saja seperti diterangkan dalam
penelitian-penelitian.Korupsi telah menimbulkan efek
domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan
negara. Meluasnya praktik korupsi di suatu negara
akan memperburuk kondisi ekonomi bangsa, harga
barang-barang menjadi mahal dengan kualitas yang
buruk, akses rakyat terhadap pendidikan dan kesehatan
menjadi sulit, keamanan suatu negara terancam, citra
pemerintahan yang buruk di mata internasional akan
menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan pemilik modal
asing, krisis ekonomi menjadi berkepanjangan, negara
pun menjadi semakin terperosok dalam kemiskinan.
Indonesia sendiri, berdasarkan Laporan Bank Dunia,
dikategorikan sebagai negara yang utangnya parah,
berpenghasilan rendah (severely indebted low income
country), dan termasuk dalam kategori negara-negara
termiskin di dunia seperti Mali dan Ethiopia. Berbagai
dampak masif korupsi telah merongrong berbagai
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara seperti
diuraikan dalam poin-poin berikut ini.
A. Dampak Ekonomi karena Korupsi
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an
enermous destruction effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa
dan negara, khususnya dalam segi sisi ekonomi sebagai pendorong
utama kesejahteraan masyarakat.
Berbagai macam permasalahan ekonomi adalah:
1. Lesunya Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi
Korupsi bertanggung jawab terhadap lesunya pertumbuhan ekonomi
dan investasi dalam negeri.Korupsi juga mempersulit pembangunan
ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisien yang
tinggi.Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena
kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi
dengan pejabat korup dan resiko pembatalan perjanjian atau karena
penyelidikan.Kondisi negara yang korup akan membuat pengusaha
multinasional menginggalkan negara tersbut,karena investasi di negara
yang korup akan merugikan negara itu sendiri karena memiliki biaya
siluman yang tinggi.
2. Penurunan Produktifitas
Negara yang korup menimbulkan produktifitas yang semakin
menurun.Hal ini terjadi seiring dengan terhambatnya sektor
industri dan produksi yang berkembang lebih baik atau
melakukan pengembangan kapasitas.Penurunan produktifitas ini
akan menyebabkan permasalahan yang cukup rumit seperti,
tingginya angka PHK dan meningkatkan pengangguran.Akhirnya
akan terjadi kemiskinan masyarakat yang cukup meluas.
3. Rendahnya Kualitas Barang dan Jasa Bagi Publik
Rusaknya jalan-jalan, ambruknya jembatan, tergulingnya kereta
api dan yang lainnya adalah contoh nyata bahwa di negara kita
ini kualitas barang dan jasa sangatlah rendah.Pejabat birokrasi
yang korup akan menambah kompleksitas proyek yang ada untuk
menyembunyikan berbagai korup yang mereka lakukan.
4. Menurunnya Pendapatan Negara dari sektor Pajak
Di Indonesia di kenal dengan berbagai pajak, seperti PPh,pajak
bumi dan bangunan, PPn dan masih banyak lainnya.Pajak
berfungsi sebagai stabilitas harga sehingga dapat digunakan
untuk mengendalikan inflasi.Kondisi penurunan pendapatan
dari sektor pajak diperparah dengan kenyataan bahwa banyak
sekali pegawai dan pejabat pajak yang bermain bahwa untuk
mendapatkan keuntungan pribadi dan memperkaya diri
sendiri.

5. Meningkatnya Hutang Negara


Korupsi yang terjadi di Indonesia akan meningkatkan hutang
luar negeri yang semakin besar.Konon sekarang ini setiap bayi
yang lahir di Indonesia langsung menanggung hutang negara
sebesar tujuh juta rupiah.
B. Dampak Sosial Karena Korupsi
Dampak Sosial Korupsi, tidak diragukan, menyuburkan berbagai
jenis kejahatan dalam masyarakat. Menurut Alatas, melalui
praktik korupsi, sindikat kejahatan atau penjahat perseorangan
dapat leluasa melanggar hukum, menyusupi berbagai oraganisasi
negara dan mencapai kehormatan. Menurut Transparensy
International, terdapat pertalian erat antara jumlah korupsi dan
jumlah kejahatan. Rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat,
maka angka kejahatan yang terjadi juga meningkat. Sebaliknya,
ketika angka korupsi berhasil dikurangi, maka kepercayaan
masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement) juga
meningkat. Jadi bisa dikatakan, mengurangi korupsi dapat juga
(secara tidak langsung) mengurangi kejahatan lain dalam
masyarakat
Beberapa hal di bawah ini adalah dampak sosial akibat korupsi:
1. Mahalnya Harga Jasa dan Pelayanan Publik
Praktek korupsi yang terjadi menciptakan biaya ekonomi yang
tinggi.Beban yang ditanggung para pelaku ekonomi akibat korupsi
disebut high cost economy.Kondisi ekonomi biaya tinggi ini berimbas
pada mahalnya harga jasa dan pelayanan publik, karena harga yang
ditetapkan harus dapat menutupi kerugian pelaku ekonomi akibat
besarnya modal yang dilakukan karena penyelewengan yang mengarah
ke tindak korupsi.
2. Pengentasan Kemiskinan Berjalan Lambat
Pengentasan kemiskinan dirasakan sangat lambat.Hal ini terjadi karena
berbagai sebab seperti lemahnya koordinasi dan pendataan,
pendanaan dan lembaga.Karena korupsi dan permasalahan kemiskinan
itu sendiri yang pada akhirnya alan membuat masyarkat sulit
mendapatkan akses ke lapangan kerja yang disebakan latar belakang
pendidikan, sedangkan untuk membuat pekerjaan sendiri banyak
terkendala oleh kemampuan, masalah teknis dan pendanaan.
3. Terbatasnya Akses bagi Masyarakat Miskin
Korupsi membuat semua harga melambung tinggi dan semakin tidak
terjangkau oleh rakyat miskin.Kondisi ini mengakibatkan rakyat miskin
semakin tidak bisa mendapatkan berbagai macam akses dalam
kehidupannya.Karena mereka lebih mendahulukan
mendapatkan bahan pokok daripada untuk menyekolahkan
anak,ataupun untuk berobat.

4. Meningkatnya kriminalitas
Melalui praktik korupsi dapat meyuburkan berbagai jenis kejahatan
dalam masyarakat,seperti :
a) Sindikat kejahatan atau penjahat leluasa melanggar hukum
b) Proteksi terhadap kelompok kejahatan.Seperti polisi yang korup
gampang sekali disuap untuk menyediakan proteksi terhadap
organisasi-organisasi kejahatan dengan pemerintahan yang korup.
5. Solidaritas yang semakin langka
Korupsi yang begitu masif yang terjadi membuat
masyarakat merasa tidak mempunyai pegangan yang
jelas untuk menjalankan kehidupan sehari-hari.Pada
akhirmya masyarakat semakin lama menjadin
masyarakat yang individualis yang hanya
mementingkan dirinya dan keluarganya.
C. Runtuhnya Otoritas Pemerintah
1. Matinya Etika Sosial Politik
Korupsi bukan suatu tindak pidana biasa karena ia
merusak sendi-sendi kehidupan yang paling dasar yaitu
etika sosial bahkan kemanusiaan.Kejujuran sudah tidak
ditegakkan lagi.Kejujuran yang dihadapi dengan
kekuatan politik adalah sesuatu yang tidak mendidik
dan justru bertentangan dengan etika dan moralitas.
Melindungi seorang koruptor dengan kekuatan politik
adalah salah satu indikasi besar runtuhnya etika sosial
poltik.
2. Tidak efektifnya peraturan dan perundang-undangan
Dewasa ini banyak sekali seseorang yang memiliki
perkara atau permasalahan ingin diposisikan sebagai pihak
yang benar.Oleh sebab itu banyak upaya yang dilakukan oleh
seseorang dalam memenangkan perkaranya seperti menyuap
hakim,memberikan iming-iming, gratifikasi bahkan sampai
kepada ancaman nyawa.Di sisi aparat hukum, semestinya
menyelesaikan masalah dengan fair dan tanpa adanya unsur
pemihakan,seringkali harus mengalahkan integritasnya
dengan menerima suap, iming-iming, gratifikasi atau apapun
untuk memberikan kemenangan.Peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku menjadi mandul karena setiap perkara
selalu diselesaikan dengn korupsi.
3. Birokrasi Tidak Efisisen
Menurut Survei Oleh PERC menunjukkan bahwa indonesia
menempati peringkat kedua dengan birokrasi terburuk di
Asia.Banyak investor yang tertarik menanamkan modalnya di
Indonesia, namun untuk mendapatkan perizinan usaha dan
investasi harus melalui birokrasi yang berbelit-belit.Pada
akhirnya suap adalah jalan yang banyak ditempuh oleh para
pengusaha untuk memudahkan izin usaha mereka.Maka
sebaiknya birokrasi di Indonesia harus dibenahi.
D. Dampak Terhadap Politik dan Demokrasi
1. Munculnya Kepemimpinan Korup
Perilaku koruptif dan tindak korupsi dilakukan dari
tingkat yang paling bawah.Konstituen didapatkan dan
berjalan karena adanya suap yang diberikan oleh calon-
calon pemimpin partai, bukan karena simpati atau
percaya terhadap kemampuan dan
kepemimipinannya.Hubungan transaksional sudah
berjalan dari hulu sehingga memunculkan pemimpin
yang korup.
2. Hilangnya kepercayaan publik pada demokrasi
Hal ini terjadi dikarenakan tindak korupsi yang besar-
besaran yang dilakukan oleh petinggi pemerintah,
legislatif, atau petinggi partai politik.Kondisi ini
mengakibatkan berkurangnya bahkan hilangnya
kepercayaan publik terhadp pemerintah yang sedang
berjalan.
3. Menguatnya Plutokrasi
Plutokrasi adalah sistem politik yang dikuasai oleh
pemilik modal / kapitalis.Akibat korupsi yang telah
menyandera pemerintahan negri kita maka
menghasilkan konsekuensi menguatnya Plutokrasi.
4. Hancurnya Kedaulatan Rakyat
Dengan semakin banyaknya plutokrasi yang
terjadi,kekayaan negara ini dinikmati
sekelompok tertentu, bukan rakyat.Seharusnya
kedaulatan ada ditangan rakyat.namun sekarang
ini kedaulatan ada ditangan partai politik karena
anggapan bahwa partailah bentuk reprentasi
rakyat.
E. Dampak terhadap Penegakan Hukum
1. Fungsi Pemerintahan Mandul
Dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi
pemerintahan, sebagai pengampu kebijakan negara,dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan
alokasi
b. Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses
dan asset
c. Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam
menjaga stabilitas ekonomi dan politik
2. Hilangnya kepercayaan Rakyat terhadap lembaga Negara
Korupsi yang terjadi pada lembaga negara yang sering terjadi di
Indonesia yang di beritakan di berbagai media masa
mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
tersebut hilang.
Lembaga negara yang paling korup menurut Barometer Korupsi
Global adalah :
a. Legislatif(Dewan Perwakilan Rakyat)
b. Partai Politik
c. Kepolisian RI
d. Lembaga Peradilan (Mahkamah Agung dan Kejaksaan
Agung)
F. Dampak terhadap Akhlak dan Moral
Korupsi yang merajalela di lingkungan pemerintah akan
menurunkan kredibilitas pemerintah yang berkuasa. Ia
meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap berbagai
tindakan pemerintah. Jika suatu pemerintah tidak lagi mampu
memberi pelayanan terbaik bagi warganya, maka rasa hormat
rakyat dengan sendirinya akan luntur. Jika pemerintahan
justru memakmurkan praktik korupsi, maka lenyap pula unsur
hormat dan trust (kepercayaan) masyarakat kepada
pemerintahan.
Karenanya, praktik korupsi yang kronis menimbulkan
demoralisasi di kalangan masyarakat. Korupsi yang
menjangkiti kalangan elit turut memaksa masyarakat
menganut berbagai praktik di bawah meja demi
mempertahankan diri. Mereka pun terpaksa
melakukan korupsi agar mendapat bagian yang wajar,
bukan untuk mencapai berbagai keuntungan luar
biasa. Inilah lingkaran setan yang klasik. Singkatnya,
demoralisasi terhadap perilaku koruptif kalangan elit
pemerintah, juga sering menyuburkan perilaku koruptif
di kalangan masyarakat.
Aspek demoralisasi juga mempengaruhi lembaga
internasional dalam menetapkan kebijakan untuk
membantu negara-negara berkembang. Lembaga
internasional menolak membantu negara-negara yang
korup. Sementara pada gradasi tertentu, praktik
korupsi akan memunculkan antipati dan mendorong
sumber-sumber resistensi yang luar biasa di kalangan
warga masyarakat. Akibatnya kemudian adalah
terjadinya delegitimasi aparat dan lembaga
pemerintahan, oleh karena mereka dianggap warga
masyarakat tidak kredibel. Menurut Sun Yan Said,
korupsi menimbulkan demoralisasi, keresahan sosial,
dan keterasingan politik.
Pertemuan ke 2
Korupsi dan Kerusakan Lingkungan Hidup

Korupsi dan Kerusakan Lingkungan Hidup

Tanggal 9 Desember silam, masyarakat internasional memperingati Hari Anti


Korupsi se Dunia. Meski oleh berbagai lembaga,Indonesia dinilai termasuk
negara terkorup di dunia, namun itu tidak mengurangi minat masyarakat ikut
memperingati momentum tersebut. Pemberantasan praktek korupsi, kolusi
dan nepotisme, memang menjadi salah satu agenda reformasi nasional yang
senantiasa disuarakan masyarakat menyusul tumbangnya regim orde baru.
Namun –menurut banyak kalangan— yang terjadi justru pengembangbiakan
korupsi, sehingga variannya bertambah banyak dan menjalar di semua lapisan
masyarakat. Dampak dari mewabahnya penyakit korupsi, tidak hanya
mendorong eskalasi kerusakan moral masyarakat, tapi juga menjadi akar
penyebab kerusakan lingkungan hidup yang yang cenderung semakin
mengganas dalam satu dekade terakhir
Pembabatan hutan secara semena-mena, alih fungsi hutan
lindung tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya bagi
lingkungan, masuknya limbah barang berbahaya beracun (B3)
secara illegal, terjadinya bencana banjir karena pembangunan
yang didasarkan pada dokumen AMDAL (Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan) hasil rekayasa, mewabahnya berbagai
ragam penyakit karena pembuangan limbah yang semberono,
dan sebagainya, bila ditelusuri di dalamnya pasti terdapat aroma
korupsi, kolusi dan nepotisme.
Praktek korupsi dalam bentuk kolusi antara para elit politik yang
korup dan elit ekonomi serakah akan mengekspolitasi
sumberdaya alam secara semena-mena untuk keuntungan
pribadi, tanpa menghiraukan kesejahteraan warga dunia dan
ekonomi bangsa sendiri.
Terjadinya alih fungsi hutan lindung di beberapa daerah di
Sumatera yang telah menjebloskan sejumlah anggota DPR
adalah salah satu contoh nyata persekongkolan antar elite yang
korup dalam perusakan lingkungan hidup. Demikian pula,
masuknya limbah berbahaya dari negara tetangga
yang mengancam kelestarian lingkungan hidup (termasuk di
dalamnya manusia), ke Indonesia, tentu bisa terjadi karena
adanya jalinan kerjakorupsi yang melibatkan banyak pihak.
Kendala Bagi Pelestarian Lingkungan

Kuatnya jejaring pelaku korupsi yang membelit disemua lini,


pada akhirnya mengurangi efektivitas upaya pemberantasan
korupsi, baik dilakukan pemerintah maupun oleh masyarakat.
Upaya Kementerian Negara Lingkungan Hidup yang didukung
oleh banyak lembaga swadaya masyarakat dalam menolak
masuknya limbah B3 (Barang Berbahaya Beracun), misalnya,
tentu akan sia-sia belaka, bila oknum aparat yang melakukan
pengawasan dan penindakan masih gampang disogok oleh
pebisnis hitam untuk meloloskan dagangan haramnya itu.
Demikian pula, bencana banjir yang menyengsarakan
masyarakat banyak niscaya akan terus terjadi, bila
instansi perencana dan pengawas pembangunan kota,
masih dihuni oleh oknum petugas korup yang dengan
semena-mena mengubah rencana pembangunan yang
sudah ditata demi mengejar sedikit uang sogokan
Adanya keterkaitan antara korupsi dengan kerusakan lingkungan
di tanah air, seorang pengamat lingkungan dengan tegas
menuding praktek korupsi sebagai penyebabnya. “Produk hukum
nasional, sebenarnya sudah cukup mampu memproteksi
lingkungan hidup. Tapi, siapa saja dapat mengabaikannya,
asalkan dapat memberikan sogokan kepada oknum aparat.” Kata
dia. “Aroma korupsi sudah terasa dari tingkat perijinan, hingga
pengadilan. Bahkan dengan kekuatan uang para koruptor dengan
mudah mengarahkan pihak pembuat undang-undang dan
kebijakan pemerintahan untuk mengabaikan kepentingan
lingkungan hidup, undang-undang, kerap mengabaikan
kepentingan lingkungan. Lihat saja, dalam kasus pembalakan
hutan di Sumatera. Seorang “raja pembalak” yang telah
menghancurkan hutan ratusan hektar, justru mendapat hadiah
vonis bebas dari pengadilan” kata dia.
Dikatakannya, terutama upaya penegakan hukum yang
tegas, kerusakan lingkungan akan terus mengganas di
tanah air. Sebab akar persoalannya bukan pada
ketiadaan undang-undang dan peraturan, melainkan
karena rendahnya komitmen menjalankan undang-
undang dan peraturan yang ada.
Rendahnya Komtmen
Korupsi sebagai akar penyebab rendahnya komitmen
para elite dalam pelestarian lingkungan, memang telah
menjadi benang kusut membelit bangsa ini.
Pasalnya, bagi kalangan elit politik dan
ekonomi korupsi itu memberikan banyak manfaat, baik
politik maupun ekonomi.
Bukan rahasia lagi, tidak sedikit para politisi yang
terjun ke dunia politik dengan tujuan untuk mendekati
atau memiliki sumber-sumber ekonomi. Dalam
perspektif ekonomi politik para eksekutif, legislatif dan
yudikatif diberi hak merumuskan dan menentukan
aturan main semua aktivitas pelaku ekonomi, sosial dan
budaya orang-orang yang ada dalam satu wilayah atau
negara. Aturan main ini sesungguhnya dapat
diperjualbelikan oleh para politisi di parlemen, yakni
dengan membuat aturan main yang menguntungkan
pihak tertentu dengan imbalan tertentu. Atau juga
dapat di perjualbelikan dalam proses penegakkan
hukum.
Dengan pendapatan yang diperoleh dari korupsi, tak sedikit dari
para politisi memanfaatkan hasil itu untuk untuk memupuk rasa
persatuan dan kesatuan politik antar elite atau partai-partai
demi menciptakan suatu kestabilan politik yang menjaga
keberlanjutan kekuasaannya. Tindakan korupsi itu dapat berupa
jual beli suara di parlemen, atau dalam bentuk transaksi-
transaksi politik dibelakang layar lainnya.
Sementara bagi para elit ekonomi, korupsi bermanfaat
untuk melancarkan proses produksi dan alokasi
sumberdaya dalam aktivitas bisnis mereka. Disamping
dengan korupsi ini mereka dapat menjadikan para
pembuat aturan main (negara), untuk menghasilkan
peraturan yang menguntungkan atau melindungi
kepentingan bisnis mereka. Fenomena pemberian HPH
(hak pengelolaan hutan) kepada kroni penguasa,
bahkan pemberian ijin alih fungsi hutanmangrove di
kawasan Muara Angke, adalah kasus yang dapat
menjelaskan hal ini.
Sementara menurut seorang pengajar di salah satu perguruan
tinggi di Jakarta, korupsi yang menyebabkan perusakan
lingkungan (environmental hazard) pada akhirnya menimbulkan
dampak yang dahsyat bagi masyarakat, karena langsung maupun
tidak langsung mencabut peluang pemenuhan hak-hak pihak lain
dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Kerusakan
lingkungan, kata dia, dapat menghilangkan hakmasyarakat
miskin atas pangan (right to food), hak atas kesehatan (right to
health), hak atas perumahan (right to housing), hak atas
pekerjaan (right to work), bahkan hak-hak dalam kategori sipil
dan politik (civil and political right)seperti hak atas hidup, hak
berorganisasi dan seterusnya.
Berbagai kenyataan yang terjadi di tanah air itu, tentu dapat
menjelaskan bahwa pemberantasan korupsi serta perusakan
lingkungan, tidak akan efektif jika hanya didasarkan pada itikad
baik kalangan elite. Melainkan masih menuntut kerjasama dan
langkah bersama dari segenap kekuatan masyarakat untuk tidak
merasa jemu memberdayakan masyarakat agar dapat
melaksanakan kontrol terhadap pejabat publik dan pelaku bisnis.

Tentu tak kalah pentingnya usaha-usaha mendorong terjadinya


perubahan kebijakan dan institusi yang dapat mendorong
terciptanya sistem politik yang transparan, bersih dan
demokratis sehingga tercipta ruang yang luas bagi publik untuk
melakukan kontrol.
PERTEMUAN KE 3
A. Pengertian Korupsi

Suatu fenomena sosial yang dinamakan korupsi merupakan


realitas keserakahan manusia salam interaksi sosial yang
dianggap perbuatan yang menyimpang, yang dapat menghambat
pembangunan, mengganggu stabilitas keamanan juga
membahayakan masyarakat dan Negara. Oleh karena itu,
perbuatan tersebut dalam segala bentuk dicela oleh rakyat.
Korupsi merupakan perbuatan yang sangat kotor dan tidak
terpuji bahkan suatu perbuatan yang sangat tercela. Karena itu
korupsi salah satu bentuk perbuatan tindak pidana yang diancam
dengan pidana yang cukup berat.
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin “ Corruptio atau
Corruptus berarti busuk, buruk, bejat, dapat disuap,
menyimpang dari kesucian, perkataan yang menghina
atau memfitnah 4). Menurut K Soeparto, perkataan
Corruptio mempunyai banyak makna, yaitu bederven
(merusak), schenden (melanggar), dan omkopen
(menyuap). Diamana sudah memjadi suatu
perbincangan masyarakat dan bahkan Pers sering
memakai istilah korupsi dalam arti yang luas, mencakup
masalah-masalah tentang penggelapan 5}.
Sedangkan menurut Elwi Danil “Corruptio” berarti kerusakan
atau kebobrokan, dan dipakai pula untuk membujuk suatu
perbuatan yang busuk atau buruk, Istilah tersebut juga dikaitkan
dengan perbuatan tidak memiliki rasa kejujuran atau kecurangan
dalam masalah keuangan.
Secara yuridis perbuatan tindak pidana korupsi dapat
digolongkan kepada empat kategori, yaitu suap
menyuap (bribery), pemerasan (etortion),
penipuan/penggelapan (fraud) dan Nepotisme
(nepotisme) yang pengaturannya ditemukan dalam
Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 Tahun
2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
dan tentang nepotisme ditemukan dalam Undang-
undang nomor 28 tahun 1999 tentang
penyelenggaraan Negara yang bersih bebas dari KKN.
Istilah “korupsi” dipergunakan sebagai suatu acuan singkat untuk
serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan hukum
yang luas, Walaupun tidak ada defenisi umum atau menyeluruh
tentang apa yang dimaksud dengan prilaku korup, defenisi yang
paling menonjol memberikan penekanan yang sama pada
penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk
keuntungan pribadi. The oxford Unabbridged Dictionary (Kamus
lengkap Oxford) mendefinisikan korupsi sebagai “penyimpangan
atau perusakan integritas dalam pelaksanaan tugas-tugas publik
dengan penyuapan atau balas jasa” Webster’s Collegiate
Dictionary (Kamus Perguruan Tinggi Webster)
mendefinisikannya sebagai “bujukan untuk berbuat salah dengan
cara-cara yang tidak pantas dengan melawan hukum (seperti
penyuapan). “Pengertian ringkas yang dipergunakan oleh Bank
dunia adalah “ penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan
pribadi.
Menururt pendapat Hendri Campbell Black
mendefinisikan Korupsi adalah :

“Sebagai perbuatan yang dilakukan dengan maksud


untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi
dengan hak-hak dari pihak lain secara salah
menggunakan jabatannya atau karakternya untuk
mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri
atau orang lain berlawanan dengan kewajibannya dan
hak-hak dari pihak-pihak lain”
LANJUT KE KONSEP
PEMBERANTASAN KORUPSI
PDF

Anda mungkin juga menyukai