Anda di halaman 1dari 31

DIFTERI

Pacitan, 6 Februari 2018


Pendahuluan
• Difteri merupakan suatu mimpi buruk bagi kehidupan
dan kesehatan manusia selama ratusan tahun.
Ditemukan pertama kali pada era Hippocrates, dimana
terjadi endemik pertama kali kasus difteri. (Nandi et al,
2003)
• Disebabkan oleh Corynebacterium diphtheria dari biotipe
gravis, mitis atau intermedius
• Penyakit difteri merupakan salah satu penyakit menular
yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Sebelum
era vaksinasi, toksin yang dihasilkan oleh kuman ini
sering menyebabkan penyakit yang serius, bahkan dapat
menimbulkan kematian.
KLB DIFTERI
• Mengacu pada PERMENKES
1501/MENKES/PER/2010 TENTANG JENIS
PENYAKIT MENULAR YANG DAPAT
MENIMBULKAN WABAH DAN UPAYA
PENANGGULANGANNYA, dimana satu kasus
suspek dinyatakan sebagai KLB
• Masih terjadinya penularan penderita,
peningkatan jumlah kasus mingguan
DIFTERI di Indonesia dan Jawa Timur
INDONESIA
• Periode 2010-2015, Indonesia ranking dua didunia
setelah India. Tahun 2017 tercatat = 942
• Lebih dari 75% penderita tidak imunisasi atau tidak
lengkap imunisasinya
JAWA TIMUR
• Tahun 2017, Jawa Timur ranking pertama, 51%
berasal dari Jawa Timur, jumlahnya 460 dengan 16
kematian (3%)
• 76% terjadi pada kelompok anak-remaja (1-19 tahun)
JAWA TIMUR
• Semua Kab Kota telah ditemukan penderita Difteri.
• Terbanyak ada di Kab Pasuruan, Sampang, Surabaya, Gresik
dan Nganjuk.
• PERMENKES 1501/MENKES/PER/2010 TENTANG JENIS
PENYAKIT MENULAR YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH
DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA, maka seluruh Kab Kota
telah terjadi KLB
• Jawa Timur pernah menetapkan KLB Difteri pada tahun 2012
dimana jumlah kasus di tahun 2012 = 955 penderita yang
tersebar di semua Kab Kota
DITRIBUSI KASUS DIFTERI DI JAWA TIMUR 2017

: > 21 Penderita Jumlah Kasus = 460


: 10 - 20 Penderita
: 1 - 9 Penderita
Konfirm = 37
:0 Meninggal = 16

Update : 12 Jan 2018


JUMLAH KASUS DIFTERI DAN KAB/KOTA DI JATIM,
TAHUN 1990 s/d 2017 ( 12 Januari 2018 )
40 Kab/Kota Kasus JATIM 1000
955
38 38 38 38

35 36 36

800
32
30 31

665
653
25
600
24

20 21
20 20
460
442

17 400
15
15
14 319 320
13 304
12
10 11
10 10
9 9 9 200
8
140
5 6
86 76
71 4
47 40 3 52 44
36 30 0 32
23 20 17 18 16 15
11 5 0
0 0
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Thn 1990 , sebanyak 12 Kab / Kota yang melaporkan ada pasien difteri
Thn 2017 , sebanyak 38 Kab / Kota yang melaporkan ada pasien difteri
Thn 2012 , terbanyak ditemukan pasien difteri, di semua kab / Kota
Jumlah Kasus Difteri, Konfirmasi, Kematian
di Jawa Timur, 2012 – 2017
Kasus Konfirm Meninggal

955

653

442 460
352
319

87
37 45 27 37 16
8 9 14 11 11 7

2012 2013 2014 2015 2016 2017


Update : 12 Jan 2018
Difteri 2018 di Jatim 2018 (30 Jan)
16

14

12

10

0
Penyebab kejadian KLB difteria
• Imunisasi gap
• Cakupan imunisasi gagal mencapai target
• Petugas atau orang tua tunda imunisasi
• Pengelolaan vaksin
• Negative campaign
• Imunisasi gagal membentuk antibodi
maksimal
Definisi
• Difteria adalah suatu penyakit infeksi bakteri
akut yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphtheria
• Bakteri ini terutama menyerang tonsil, faring,
laring, hidung, adakalanya menyerang selaput
lendir atau kulit serta kadang-kadang
konjungtiva atau vagina
(Kandun, 2000; Handayani S,2012; Binarupa Aksara, 1993)
Gejala Klinis
• Difteri hidung (anterior nasal diphtheria),
Gejala dapat berupa keluarnya pus dari hidung. Biasanya timbul
unilateral, kemudian purulent discharge dapat keluar bersama
dengan darah dan timbul ekskoriasi pada area lubang hidung dan
mulut bagian atas. Difteri hidung pada umumnya timbul pada
bayi
• Difteri faucial,
Bentuk ini merupakan bentuk tersering
dari difteri. Gejala dapat berupa tonsillitis
disertai dengan pseudomembran yang
berwarna kuning keabuan pada salah satu
atau kedua tonsil. Pseudomembran dapat
membesar hingga ke uvula, palatum mole,
orofaring, nasofaring, atau bahkan laring.
Gejala dapat disertai dengan mual,
muntah, dan disfagia
• Difteri tracheolaryngeal
Difteri laring biasanya terjadi sekunder akibat
difteri faucial. Difteri tracheolaryngeal dapat
menimbulkan gambaran bullneck pada pasien
difteri akibat cervical adenitis dan edema yang
terjadi pada leher. Timbulnya bullneck
merupakan tanda dari difteri berat, karena
dapat timbul obstruksi pernapasan akibat
lepasnya pseudomembran sehingga pasien
membutuhkan trakeostomi
• Difteri kutaneus
Difteri kutaneus saat ini lebih sering muncul
ketimbang penyakit nasofaring di negara barat. Hal ini
berkaitan dengan alkoholisme dan kondisi lingkungan
yang tidak higienis. Bentuknya dapat berupa pustule
hingga ulkus kronis dengan membrane keabuan yang
kotor. Komplikasi toksik dari difteri kutaneus ini jarang
terjadi, dan jika terjadi komplikasi, neuritis adalah
komplikasi yang paling sering bermanifestasi
dibandingkan miokarditis
Cara Penularan
DIAGNOSIS
• Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik
dan pemeriksaan laboratorium. Gejala klinik
merupakan pegangan utama dalam menegakkan
diagnosa, karena setiap keterlambatan dalam
pengobatan akan menimbulkan resiko pada
penderita.
• Secara klinik diagnosa dapat ditegakkan dengan
melihat adanya membran yang tipis dan
berwarna keabu-abuan , mirip seperti sarang
laba-laba dan mudah berdarah bila diangkat
Penatalaksanaan
• Antibiotika
Penicillin prokain 100.000 iu/kg BB, selama 10 hari
(maksimal 3 gram/hari).
Bila penderita sensitif terhadap penicillin dapat
digunakan erythromycin 40 – 50mg/kgBB/hari (mak
2 gram/hari)
Penggunaan antibiotika bukan bertujuan untuk
memberantas toxin, ataupun membantu kerja
antitoxin, tetapi untuk membunuh kuman
penyebab, sehingga produksi toxin oleh kuman
berhenti
• Antitoxin [ ADS]
Antitoxin yang digunakan adalah yang berasal dari
binatang, yaitu dari serum kuda. Sebelum
digunakan harus terlebih dahulu dilakukan test
ADS diberikan dengan dosis 40.000 u dalam larutan
200 ml NaCl fisiologis diberikan per-infus dan
pemberian diselesaikan dalam waktu 30 -45 menit
• Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid pada keadaan tertentu,
seperti bila ada bull neck, tanda miokarditis, dan
pada laryngeal ataupun nasopharyngeal diphtheria
Prednisolon 1,0 -1,5mg/ kgBB/hari
Deksametason 0,5 -1,0mg/kgBB/hari
• Rawatan penunjang
Penderita harus dalam keadaan istirahat karena
ditakutkan terjadinya miokarditis [ minggu ke 2-3 atau
lebih ]. Pemberian cairan harus cukup untuk mencegah
dehidrasi, berikan kalori yang tinggi dengan makanan
yang cair.
Pada laryngeal diphtheria tindakan tracheostomi perlu
dilakukan untuk menghilangkan sumbatan jalan nafas.
Digitalis boleh diberikan bila ada tanda-tanda payah
jantung, tetapi kontra indikasi bila ada aritmia jantung.
Pencegahan
• Pencegahan terhadap difteri dapat dilakukan
dengan pemberian vaksinasi, yang dapat
dimulai pada saat bayi berusia 2 bulan dengan
pemberian DPT ataupun DT. Diberikan 0,5 ml
secara I.M., imunisasi dasar diberikan
sebanyak 3 kali pemberian dengan interval
waktu pemberian 6 -8 minggu. Ulangan
dilakukan satu tahun sesudahnya dan ulangan
kedua dilakukan 3 tahun setelah ulangan yang
pertama.
Penanganan kontak
• Pencegahan terhadap difteri juga termasuk
didalamnya isolasi dari penderita, dengan tujuan
untuk mencegah seminimal mungkin penyebaran
penyakit ke orang lain. Penderita adalah
infectious sampai basil difteri tidak dijumpai pada
kultur yang diambil dari tempat infeksi. Tiga kali
berulang kultur negatif dibutuhkan sebelum
penderita dibebaskan dari isolasi.
• Kontak yang intim akan mudah tertular bila
hanya tidak imun, kultur dari ronga hidung dan
tenggorokan harus dilakukan.
KOMPLIKASI
myocarditis PARALISA NERVE PERIFER
(parese tangan & kaki,)

PARALISA SYARAF LOKAL PARALISA NERVE PERIFER


(pallatum molle paralisis) (parese tangan & kaki,)

Mggu ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9

BLOCK

AKUT KIDNEY INJURI


KOMPLIKASI YG LAIN :
• Endocarditis
PARALISA NERVE CRANIALIS • Arthritis
(strabismus, diplopia,) • osteomyelitis
TERIMA KASIH
Rencana Kerja ORI di Jawa Timur
Tahun 2018
1. Pengertian ORI (Outbreak Response
Immunization).
ORI adalah suatu tindakan pemberian
imunisasi massal untuk merespon kejadian
luar biasa dalam 3 kali pemberian dengan
interval pemberian 0, 5 dan 5 bulan.
2. Tujuan :
• Untuk mencegah agar penyakit tersebut tidak
semakin meluas dengan cara memberikan
imunisasi Difteri (DPT-HB-HiB, DT dan Td)
kepada kelompok usia tertentu sehingga
dapat memutus penularan Difteri dengan
segera yang berdampak penurunan kasus
Difteri.
3. Sasaran ORI di Jawa Timur :
- Di seluruh kab/kota : 38 Kab/kota
- Jumlah sasaran : 10.717.765 anak
4. Tempat pelayanan ORI
- Posyandu = 49.680
- Pos Pelayanan di Sekolah :
- PAUD/TK = 27.894
- SD/MI = 29.190
- SLTP = 8.942
- SLTA = 5.432
- SLB = 205

Anda mungkin juga menyukai