Anda di halaman 1dari 30

IMUNISASI

dr.Yoyoh Yusroh, SpA


Definisi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, shg bila ia kelak
terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit.
Tujuan Imunisasi
Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari
dunia seperti pada imunisasi cacar variola
Keberhasilan Imunisasi
Tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
1. Status imun pejamu
2. Faktor genetik pejamu
3. Kualitas vaksin
4. Kuantitas vaksin
Status Imun Pejamu
 Terjadinya Ab spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang
diberikan akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi.
Misalnya :
1. Bayi yang semasa janin mendapat antibodi maternal
spesifik terhadap virus campak, bila vaksinasi campak
diberikan pada saat kadar Ab spesifik campak masih
tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan
2. Kadar sIgA tinggi terdapat pada kolostrum, karena itu bila
vaksinasi polio oral diberikan pada masa pemberian
kolostrum (kurang atau sama dg 3 hari setelah lahir),
hendaknya ASI (kolostrum) jangan diberikan dahulu 2 jam
sebelum dan sesudah vaksinasi.

 Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik.


Pembentukan Ab spesifik pd neonatus terhadap antigen tertentu
masih kurang. Jadi dengan sendirinya, vaksinasi pada neonatus
akan memberikan hasil yang kurang dibandingkan pada anak
Maka, apabila imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2
bulan, jangan lupa memberi- kan imunisasi ulangan
 Status imun mempengaruhi hasil imunisasi. Individu yang
mendapat obat imunosupresan, menderita defisiensi imun
kongenital, atau menderita penyakit
 Keadaan gizi yang buruk
Faktor Genetik Pejamu
 Secara genetik respons imun manusia dibagi menjadi :
1. responder baik
2. responder cukup
3. responder rendah
 Faktor genetik dalam respons imun dapat berperan melalui gen
yang berada pd kompleks MHC (major histocompatibility complex)
dan gen non MHC
 Mekanisme peran genetik dalam respons imun belum diketahui
Kualitas dan Kuantitas Vaksin
 Cara pemberian vaksin :
Oral : imunitas lokal & sistemik
Parenteral : imunitas sistemik
 Dosis vaksin
Terlalu tinggi : menghambat respon imun yang
diharapkan
Terlalu rendah : tidak merangsang sel
imunokompeten
 Frekuensi dan jarak pemberian
 Jenis vaksin :
1. Vaksin hidup : respons imun lebih baik dibandingkan vaksin
mati
misalnya : vaksin BCG, campak, gondongan
(parotitis), rubela, polio oral,
rotavirus, tifoid oral
2. Vaksin mati (inactivated)
misalnya : influenza, polio injeksi, rabies,
hepatitis A, pertusis, difteria,
tetanus, tifoid injeksi,
hepatitis B, pneumokokus
JADWAL IMUNISASI
 Imunisasi Wajib Program Pengembangan Imunisasi Kemenkes (PPI)
meliputi BCG, polio, hepatitis B, DTP, Hib dan Campak
 Vaksin yang dianjurkan (non PPI) meliputi :
1. MMR 6. Pneumokokus 7. Rotavirus
2. Demam tifoid 8. HPV (Human Papilloma
3. Varisela Virus)
4. Hepatitis A
5. Influenz
BCG
 Imunisasi BCG diberikan umur 1 bulan
 Pada bayi yang kontak erat dg pasien TB dengan BTA +3 sebaiknya
diberikan INH profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudah tenang
bayi dapat diberi BCG
 Kemenkes menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur
antara 1– 12 bulan
 Dosis :
0,05 ml : bayi < 1 tahun secara intradermal
0,1 ml : bayi > 1 tahun secara intradermal
 Tidak ada imunisasi ulangan
 Bila diberikan > 2 bulan : dilakukan test Mantoux dulu
 Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan.
Efek proteksi bervariasi antara 0-80%, berhubungan dengan
beberapa faktor yaitu mutu vaksin yang dipakai, faktor
pejamu (umur, keadaan gizi, dll)
 Vaksin BCG tidak boleh kena sinar matahari, harus disimpan
pada suhu 2-80C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah
diencerkan harus dipergunakan dalam waktu 8 jam.
 KI BCG :
 Reaksi uji tuberkulin > 5 mm,
 Menderita HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV,
imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid,
obat imuno supresif, mendapat pengobatan radiasi,
penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau
sistem limfe,
 Menderita gizi buruk
 Menderita demam tinggi
 Menderita infeksi kulit yang luas,
 Pernah sakit tuberkulosis
 Kehamilan
 KIPI Vaksinasi BCG
 Dosis terlalu tinggi : ulkus lebih besar
 penyuntikan terlalu dalam : parut tertarik ke dalam
(retracted)
 Limfadenitis supuratif di aksila / leher
Limfadenitis akan sembuh sendiri, tidak perlu diobati.
Bila limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistula
dilakukan drainage dan obat OAT oral
 BCG-itis diseminasi
Jarang terjadi, seringkali berhubungan dengan
imunodefisiensi berat. Diobati OAT.
HEPATITIS B
 Harus segera diberikan setelah lahir, untuk memutuskan rantai
penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.
 Jadwal imunisasi hepatitis B :
Imunisasi hep B-1, diberikan sedini mungkin (dalam waktu
12 jam) setelah lahir, mengingat paling tidak 3,9% ibu hamil
mengidap hepatitis B aktif dengan risiko penularan kepada
bayinya sebesar 45%
Imunisasi hep B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dri
imunisasi hepB-1 yaitu sat bayi berumur 1 bulan. Untuk
mendapat respons imun optimal, interval imunisasi hepB-2
dengan hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka
imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.
Imunisasi hep B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu)
dri imunisasi hepB-1 yaitu sat bayi berumur 1 bulan.
Untuk mendapat respons imun optimal, interval
imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2 bulan,
terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada
umur 3-6 bulan.
Dosis : 0 – 12 bulan : 0,5 ml, intramuskular
> 1 tahun : 1 ml, intramuskular
Kemenkes mulai tahun 2005 memberikan vaksin hepB-0
monovalen (uniject) saat lahir, dilanjutkan vaksin
kombinasi DTP/hepB/Hib pada umur 2-3-4 bulan.
Tujuan vaksin hepB diberikan dalam kombinasi untuk
mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan
hepB-3 yang masih rendah
 Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah
memperoleh imunisasi hepB, maka secepatnya diberikan
imunisasi hepB dengan jadwal 3 kali pemberian.
 Ulangan imunisasi hepatitis B (hepB-4) dapat
dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila kadar
pencegahan belum tercapai (anti HBs <10 ug/ml).
 Bayi prematur : imunisasi ditunda sampai bayi berusia 2 bulan
atau BB sudah mencapai 2 kg.
 KIPI : efek samping berupa reaksi lokal yang ringan dan
bersifat sementara. Kadang-kadang demam ringan 1-2
hari.
 KI absolut tidak ada
DTP (Difteri, Tetanus, Pertusis)
 Imunisasi DTP primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan,
interval 4-8 minggu
 Tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu
 Ulangan booster DTP-4 diberikan 1 tahun setelah DTP-3
yaitu pada umur 18-24 bulan dan DTP-5 pada saat masuk
sekolah umur 5 tahun.
 Dosis : 0,5 ml, intramuskular
 Kontra Indikasi :
Riwayat anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya
Ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis
sebelumnya
Perhatian khusus (precaution) bila dijumpai riwayat
hiperpireksia, keadaan hipotonik-hiporesponsif dalam
48 jam, anak menangis terus menerus selama 3 jam dan
riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DTP.
 KIPI :
Ringan
 Reaksi lokal
 Demam > 38,50C
 Irritabel, lesu, sistemik
Berat
 hipotonik-hiporesponsif
 menangis >3 jam
 Kejang
 Reaksi anafilaktik
 Ensefalopati
POLIOMIELITIS
 Vaksin polio berisi virus polio-1, 2, DAN 3.
 Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI dan
diberikan saat bayi meninggalkan rumah sakit/rumah bersalin
 Imunisasi dasar (polio-2,3,4) diberikan pada umur 2,4, dan 6
bulan, interval antara 2 imunisasi tidak kurang dari 4 minggu
 Dosisi : OPV 2 tetes per-oral
 Imunisasi ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisasi polio-4,
selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun)
 Bila dimuntahkan dalam 10 menit, dosis tersebut dapat
diulang
 KIPI :
Sebagian kecil mengalami gejala pusing, diare ringan,
nyeri otot.
 Kontra Indikasi :
 Penyakit akut atau demam
 Muntah atau diare
 Pengobatan kortikosteroid / imunosupresif
 Keganasan
 Infeksi HIV
 Ibu hamil
CAMPAK
 Dosis : 0,5 ml, sub-kutan dalam
 Diberikan pada umur 9 bulan
 Imunisasi campak ke-2 diberikan pada anak sekolah SD kelas
1 (program BIAS)
 Bila telah mendapat imunisasi MMR pada usia 15-18 bulan
dan ulangan umur 6 tahun, ulangan campak SD kelas 1 tidak
diperlukan
 KIPI :
 Demam > 39,50C
 Ruam, timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2-4 hari
 Reaksi KIPI berat berupa ensefalitis dan ensefalopati
pasca imunisasi
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai