Anda di halaman 1dari 35

Presentasi Kasus

Pembimbing: dr. Hexanto, Sp.S


Claudia Lintang Septaviori
112016306
Identitas Pasien

 Nama : Ny. M
 Umur : 72 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Status perkawinan : Menikah
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Alamat : Kanalsari Barat VIII/12 RT.009
 No RM : 427532
 Tanggal masuk RS: 30 Maret 2018
 Pasien Datang Ke RS diantar oleh keluarga (anak)
 RPS
Seorang pasien perempuan berusia 72 tahun datang
ke IGD RS PWDC, datang diantar oleh keluarga
dengan keluhan jatuh dikamar mandi 1 jam SMRS.
Pasien mengatakan saat terjatuh dikamar mandi

Keluha • Tubuh karena badan terasa lemas 1 badan, saat terjatuh


bagian tubuh yang terkena adalah bagian bokong.
bagian kiri Saat pasien masuk ke RS PWDC, pasien mengatakan
n terasa lemah
badan sebelah kiri terasa lebih lemas, dan sulit untuk
digerakkan. Selain itu, pasien juga mengalami

utama kesulitan berbicara dimana pasien berbicara pelo.


Keluhan nyeri kepala tidak dirasakan pasien. Pada
saat kejadian, pasien tidak merasa mual maupun
muntah. Pasien tidak dapat bangun sendiri dari
posisinya terjatuh, dan tidak dapat berjalan sendiri
sehingga perlu dibantu. Namun pasien tidak
mengalami kesulitan dalam mengerti pembicaraan
orang lain dan dalam menyampaikan isi pikirannya.

Pasien mengatakan tidak ada keluhan pada BAB dan


BAK. Rasa kesemutan dan baal hanya terasa pada
anggota gerak bagian kiri. Tidak ada gangguan
penglihatan kabur dan pandangan ganda, ataupun
gangguan pendengaran. Pasien juga mengatakan
tidak mengalami muntah menyembur, ataupun
penurunan kesadaran. Selain itu pasien juga tidak
mengalami demam tinggi ataupun kejang.
Riwayat sosial:
Keadaan ekonomi
pasien cukup baik,
Riw pasien tinggal
RPK: keluarga bersama dengan
RPD: pengobatan: keluarganya, pasien
pasien tidak
Hipertensi Amlodipin mempunyai riwayat
ada yang umur yang sudah
sejak 2 tahun (obat diminum mengalami
mengalami hal degenerasi, tidak
yang lalu jika pasien memiliki kebiasaan
serupa
merasa pusing) merokok, dan tidak
mengkonsumsi
alkohol.
Objektif
 Kesadaran : kompos mentis
 Tekanan darah : 170/92 mmHg
 Nadi : 67 kali/menit
 Pernapasan : 20 kali/menit
 Suhu : 36,9oC
 Kepala : Normocephal
 Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
 Toraks                        : Pergerakan simetris, kanan dan kiri
 Jantung : Bunyi I dan II reguler, murmur (-), Gallop (-)
 Paru-paru : Vesikuler, ronki -/-, Wheezing -/-
 Abdomen : Perut datar tidak teraba massa, nyeri tekan -, bising usus -
 Ekstremitas: Akral hangat dan tidak ada sianosis disemua ekstremitas
Neurologis

Rangsang meningeal
 Kaku Kuduk : (-), Tidak ada tahanan
 Bruzinski I : (-), Tidak ada fleksi pada tungkai
 Bruzinski II : (-), Tidak ada fleksi tungkai kontralateral
 Bruzinski III : (-), Tidak ada fleksi kedua lengan
 Bruzinski IV : (-), Tidak ada fleksi kedua tungkai
 Laseque : (-), Tidak ada tahanan tidak terdapat tahanan sblm
mencapai 70º
 Kerniq : (-), Tidak ada tahanan tidak terdapat tahanan sblm
mencapai 135º
Status Neurologikus

 Nervus I (Olfakturius) : Tidak dilakukan


 Nervus II (Optikus)
 Tajam penglihatan : Tidak dilakukan
 Lapang pandang : Tidak dilakukan
 Funduskopi : Tidak dilakukan
 Melihat warna : Tidak dilakukan
 Nervus III (Oculomotorius)
 Pergerakan bulbus : Normal pada kedua mata
 Strabismus : Tidak ada pada kedua mata
 Nystagmus : Tidak ada pada kedua mata
 Exopthalmus : Tidak ada pada kedua mata
 Ptosis: Tidak ada pada kedua mata
 Besar pupil : 3 mm pada kedua mata
 Bentuk pupil : Bulat dan isokor pada kedua mata
 Refleks terhadap sinar : RCL, RCTL postif pada kedua mata
 Melihat kembar : Tidak ada
 Nervus IV (Trochlearis)
 Gerak ke adduksi – depresi : Normal pada kedua mata
 Sikap bulbus : Normal pada kedua mata
 Nervus V (Trigeminus)
 Membuka mulut : Pasien dapat membuka mulut
 Mengunyah : Pasien dapat mengunyah
 Menggigit : Pasien dapat menggigit
 Refleks kornea : Tidak dilakukan
 Sensibilitas: : Positif pada seluruh wajah
 Nervus VI (Abdusens)
 Gerak mata ke lateral : Normal pada kedua mata
 Sikap bulbus : Normal pada kedua mata
 Melihat kembar: : Tidak ada
 Nervus VII (Facialis)
 Mengkerutkan dahi : Normal pada kedua sisi
 Menyeringai : Bagian sinistra tertinggal
 Menutup mata : Normal pada kedua sisi
 Memperlihatkan gigi : Normal pada kedua sisi
 Menggembungkan pipi: Normal pada kedua sisi
 Pengecapan : Tidak dilakukan
 Mencucu : Bagian sinistra tertinggal
 Nervus VIII (Vestibulotrokelaris)
 Rinne : Tidak dilakukan
 Webber : Tidak dilakukan
 Swabach : Tidak dilakukan
 Nervus IX (Glossopharyngeus)
 Pengecapan : Tidak dilakukan 
 Nervus X (Vagus)
 Arcus Faring : Simetris
 Uvula : Letak ditengah, tidak ada deviasi
 Bicara : Bicara normal
 Menelan : Menelan baik
 Nervus XI (Accesorius)
 Mengangkat bahu : Normal pada kedua sisi
 Memalingkan kepala : Normal pada kedua sisi
 Nervus XII (Hipoglossus)
 Pergerakan lidah : Deviasi ke sinistra
 Lidah : Deviasi ke sinistra
 Tremor lidah : Tidak ada
 Artikulasi : Disartria
Badan dan Anggota Gerak
ANGGOTA GERAK ATAS
Motorik kanan kiri
 Pergerakan normal menurun
 Kekuatan 555441
 Tonus isotonus isotonus
 Atrofi (-) (-)
 Refleks fisiologis kanan kiri
 Biceps + tidak meningkat + tidak meningkat
 Triceps + tidak meningkat + tidak meningkat
 Refleks patologis
 Trommer hoffman - - 
 Sensibilitas kanan kiri
 Taktil normal menurun
 Nyeri normal menurun
 Thermi tidak dilakukan
 Lokalisasi tidak dilakukan
ANGGOTA GERAK BAWAH
 Motorik kanan kiri
 Pergerakan normal menurun
 Kekuatan 555441
 
 Refleks fisiologis
 Refleks patella + tidak meningkat + tidak meningkat
 Refleks achiles + tidak meningkat + tidak meningkat
 
Refleks patologis
 Babinsky - -
 Oppenheim - -
 Schaeffer - -
 Chaddok - -
Sensibilitas kanan kiri
 Taktil normal menurun
 Nyeri normal menurun
 Thermi tidak dilakukan
 Lokalisasi t idak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Pemeriksaan kadar gula darah


Paket darah lengkap (30/03/2018) GDS : 117 mg/dL
 Haemoglobin: 11.9 g/dL
 Jumlah Leukosit: 4.4 (10^3)/μL
 Hematokrit: 35%
 Eritrosit: 4.2 (10^6)/uL
 Jumlah Trombosit: 244 (10^3)/μL
 MCV : 84 fl
 MCH : 28 pg
 MCHC : 34 g/dL
CT SCAN KEPALA

• Intracerebral hemorrhage di nucleus lentiformis kanan dengan vol 0,76cm3


• Infark lakuner di corona radiate kiri, kapsula interna krus anterior kanan
• Tak tampak gambaran peningkatan tekanan intracranial pada MSCT scan kepala tanpa
kontras pada saat ini
• Atrophy cerebri
RESUME
Seorang pasien perempuan berusia 72 tahun datang ke IGD RS PWDC,
datang diantar oleh keluarga dengan keluhan jatuh dikamar mandi 1 jam
SMRS. Saat pasien masuk ke RS PWDC, pasien mengatakan badan sebelah
kiri terasa lebih lemas, dan sulit untuk digerakkan. Selain itu, pasien juga
mengalami kesulitan berbicara dimana pasien berbicara pelo. Pasien
memiliki riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, dan obat yang
dikonsumsi adalah amlodipine. Pada pemeriksaan neurologis dapat
kelainan pada N,VII yaitu saat menyeringai dan mencucu terdapat bagian
sinistra tertinggal, selain itu terdapat kelainan di N.XII yaitu mulut
mengalami deviasi ke sinistra, deviasi lidah ke arah sinistra, dan disartria.
Pada pemeriksaan penunjang CT Scan kepala didapatkan hasil intracerebral
hemorrhage di nucleus lentiformis kanan dengan vol 0,76cm3, infark
lakuner di corona radiate kiri, kapsula interna krus anterior kanan.
DIAGNOSIS
KLINIS:
Hemiparesis
Diagnosis topis: Diagnosis
sinistra spastik
Hemisfer Cerebri etiologik: Stroke
Paresis N.VII Dextra Hemoragik
Sinistra-Central
Paresis N.XII
Sinistra-Central
PENATALAKSANAAN

Medikamentosa Non Medikamentosa


 Amlodipine 1x5mg  Bed rest
 Antasida 2x1 sdm  Fisioterapi
 Manitol inj 4x125cc
 Citicholin inj 3x500 mg
 Asam tranexamat 3x500 mg
PROGNOSIS

 PROGNOSIS
 Ad vitam : Dubia ad bonam
 Ad fungsionam : Dubia ad bonam
 Ad sanationam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI EPIDEMIOLOGI
 Menurut WHO, stroke adalah  Stroke merupakan penyebab
kumpulan gejala klinis yang utama dari kelumpuhan dan
ditandai dengan hilangnya penyebab keempat terbanyak
fungsi otak baik fokal atau global dari kematian di Amerika Serikat.
secara tiba-tiba, disertai gejala- Setiap tahunnya tercatat sekitar
gejala yang berlangsung selama 795.000 orang di Ameria Serikat
24 jam atau lebih dan dapat mengalami serangan stroke, baik
menyebabkan kematian, tanpa yang baru pertama mendapat
adanya penyebab lain selain serangan, maupun yang
gangguan vaskuler berulang. Sekitar 610.000 kasus
merupakan serangan pertama
dan 185.000 kasus berulang
KLASIFIKASI

 Stroke Haemoragik  parenkim otak (perdarahan intraserebral) maupun


kompartemen meningeal di sekitarnya (perdarahan subaraknoid dan
subdural)
 Stroke iskemik blockade pembuluh darah yang memberikan suplai
(arteri)
Stroke Haemoragik

 Tingkat mortalitas pasien stroke hemoragik lebih tinggi dibandingkan


stroke iskemik.
 Etiologi : Hipertensi, Amyloidosis, Koagulopati, Aneurisma dan
perdarahan subaraknoid
 Faktor resiko :
o Dapat dikendalikan: hipertensi, penyakit jantung, fibrilasi atrium,
endokarditis, stenosis mitralis, infark jantung, merokok, anemia sel
sabit, transient ischemic attack, stenosis karotis asimtomatik
o Potensial bisa dikendalikan: diabetes mellitus, hiperomosisteinemia,
hipertrofi ventrikel kiri
o Tidak dapat dikendalikan: Umur, jenis kelamin, herediter, ras dan etnis.
Patofisiologi
DIAGNOSIS
Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score

Pada kasus ini :


(2,5x0)+(2x0)+(2x0)
+(0.1x9.2)-(3x0)-12
= -2,8
Algoritma gajah mada
Pemeriksaan Penunjang

 CT SCAN
 MRI : lebih sensitive dibandingkan dengan CT scan dalam mendiagnosis
stroke iskemik
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Khusus Stroke Hemoragik
Perdarahan Intraserebral (ICH)

1. Diagnosis dan penilaian gawat darurat perdarahan intrakranial dan penyebabnya dilakukan dengan:
 CT atau MRI (direkomendasikan pada stroke iskemik dengan perdarahan intrakranial)
 Angiografi CT Scan atau CT Scan dengan kontras, membantu identifikasi pasien resiko perluasan
hematom
2. Tatalaksana medis pada perdarahan intrakranial
 Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi berat atau trombositopenia berat: terapi penggantian
faktor koagulasi atau trombosit
 Pasien dengan perdarahan intrakranial dan peningkatan INR terkait obat antikoagulan oral,
sebaikanya jangan diberikan warfarin. Terapi diganti Vitamin K, pemberian Konsentrat Kompleks
Protrombin untuk mengurangi komplikasi, FFP (Fresh Froezen Plasma).
 Pasien dengan gangguan koagulasi:
Vit K 10 mg/ IV dengan peningkatan INR, kecepatan pemberian <1mg/menit untuk meminimalkan
resiko anafilaksis.
FFP 2-6 unit untuk koreksi defisiensi faktor pembekuan darah/faktor koagulasi, memperbaiki INR atau
aPTT dengan cepat.
 LMWH (Low Molecular Weight Heparin) dan UFH (Unfractioned Heparin) subkutan dosis rendah
dapat dipertimbangkan untuk mencegah tromboemboli vena setelah perdarahan berhenti.
 Efek heparin diatasi dengan protamin sulfat, observasi tanda-tanda hipersensitif
3. Tekanan darah
4. Penanganan di rumah sakit dan pencegahan terjadi kerusakan otak sekunder
 Stroke hemoragik: sebaiknya ICU
 Glukosa darah dijaga hingga tingkat median (137mg/dl). Hindari kadar gula darah > 180 mg/dl.
 Obat kejang dan antiepilepsi. Pada pasien dengan penurunan kesadaran, pemantauan EEG dapat
dilakukan secara kontinu.
5. Prosedur / operasi:
 Penanganan dan pemantauan TIK : pada pasien dengan GCS < 8, tanda klinis herniasi transtentorial,
perdarahan intraventrikuler luas, hidrosefalus. Drainase ventrikuler dengan stroke iskemik dengan
hidrosefalus yang disertai penurunan kesadaran
 Perdarahan intraventrikuler
 Evakuasi hematom: pada sebagian besar pasien dengan perdarahan intrakranial, kegunaan tindak
operasi masih belum pasti. Jika terjadi perdarahan intraserebral yang mengalami perburukan biologis
sebaiknya dilakukan operasi evakuasi bekuan darah secepatnya. Pasien dengan bekuan darah di lobus
> 30 ml dan terdapat 1 cm dari permukaan, evakuasi perdarahan intrakranial supratentorial dengan
kraniotomi standar dapat dipertimbangkan.
 Mencegah perdarahan intrakranial berulang  Kontrol tekanan darah
 Rehabilitasi dan pemulihan
Penatalaksanaan Perdarahan
Subarakhoid (PSA)
1.Tatalaksana penegakkan diagnosis perdarahan subarachnoid
 Perdarahan subarachnoid merupakan salah satu gawatdarurat neurologi dengan gejala
yang kadangkala tidak khas sehingga sering ditemukan kesulitan dalam menegakkan
diagnosis. Pasien dengan keluhan nyeri kepala hebat (paling sakit yang dirasakan
sepanjang hidup) yang muncul tiba-tiba sebaiknya dicurigai dicurigai sebagaisuatu tanda
adanya PSA (AHA/ASA, Class I, level evidance B)
 Pasien yang dicurigai PSA sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT-Scan kepala (AHA/ASA,
Class I, level evidance B). Apabila hasil CT-Scan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda
PSA pada pasien yang secara klinis dicurigai PSA maka tindakan pungsi lumbal untuk
analisis cairan cerebrospinal sangat direkomendasikan (AHA/ASA, Class I, level evidance
B).
 Untuk memastikan adanya gambaran aneurisma pada pasien PSA, pemeriksaan
angiografi serebral sebaiknya dilakukan (AHA/ASA, Class I, level evidance B). Namun,
apabila tindakan angiografi konvensional tidak dapat dilakukan maka pemeriksaan MRA
atau CT angiografi perlu dipertimbangkan (AHA/ASA, Class I, level evidance B)
2.Tatalaksana umum PSA
 Berdasarkan HUNT dan HESS, PSA derajat I dan II:
 Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
 Tirah baring total, posisi kepala ditinggikan 300, O2 2-3 L/m
 Hati-hati penggunaan sedatif, dapat kesulitan menilai tingkat kesadaran
 Infus dari UGD, normovolemia, monitor cardiopulmoner dan kelainan neurogi yang timbul
 Derajat PSA III, IV, V perawatan lebih intensif:
 ABC
 ICU atau semi-ICU
 Pertimbangkan intubasi dan ETT cegah aspirasi dan airway
 Hindari sedatif berlebihan
3. Cegah perdarahan ulang setelah PSA
 Monitor dan kontrol Tekanan Darah
 Bed rest total
 Anti fibrinolitik
4.Tindakan operasi pada ruptur aneurisma
 Clipping atau endovaskuler coilling untuk mengurangi perdarahan ulang (bedah saraf, dokter
endovaskuler)
 Ada Resiko pendarahan ulang PSA (+) walau telah di operasi
5.Pencegahan dan tatalaksana vasospasme
 Nimodipin 1-2mg/jam IV pada hari ke 3 atau secara oral 60mg setiap 6 jam selama 21 hari
6. Pengelolaan tekanan darah pada PSA sesuai dengan penatalaksanaan
pada stroke akut
7. Atasi Hiponatremi
8. Atasi Kejang
9. Tatalaksana komplikasi hidrosefalus: ventrikulostomi/drainase eksternal
ventrikel untuk obstruksi hidrosefalus akut, dan ventrikulo peritoneal shunt
untuk hidrosefalus kronik/komunikan
10. Terapi tambahan: laksansia, analgesik asetaminofen, kodein fosfat,
tylanol dan kodein, hindari asetosal, obat penenang untuk pasien sangat
gelisah: haloperidol, petidin, midazolam, propofol.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai