Anda di halaman 1dari 37

MEMBANGUN KOMITMEN DALAM

RANGKA MENGHINDARI FRAUD


DALAM SISTEM JKN

EMAN SULAEMAN, SKM

DPP PORMIKI
1
EMAN SULAEMAN, SKM
PENDIDIKAN NON FORMAL
D3 RMIK, 1998, ESA PELATIHAN PENGUJI KOMPETENSI REKAM MEDIS, PELATIHAN
UNGGUL TOT, PUSDIKNAKES BPPSDM KEMENKES 2011
FKM, STIKIM 2012
TANGGAL LAHIR CIANJUR, 23 JUNI 1971
PENGALAMAN DPP PORMIKI (PERHIMPUNAN PROFESIONAL PEREKAM
ORGANISASI MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN INDONESIA)

2015-2018 : KETUA UMUM DPP PORMIKI

PEKERJAAAN RS PERSAHABATAN, RAWAMANGUN, JAKARTA


TIMUR

Jabatan Koordinator Pelayanan Rekam Medis Instalasi MIK


Alamat Rumah JL.Abdulrahman II/30 RT 14/08, Pulogebang , Cakung,
Jakarta Timur , Telp. 021-4801592 HP: 081310043733
2

FB : DPP PORMIKI email: sieman71@yahoo.com- siemantwins@gmail.com


Pembahasan
A. PENDAHULUAN
B. KOMPETENSI
C. KEBIJAKAN
 STANDAR
 KODE ETIK CODING
A. ADVOKASI BANTUAN HUKUM DALAM
FRAUD
B. KESIMPULAN

3
Peran PORMIKI
1. Mengusulkan penetapan penggunaan pedoman Klasifikasi
penyakit / prosedur
2. Mengembangkan penggunaan standard klasifikasi penyakit
3. Memberikan informasi tentang penggunaan dan istilah penyakit /
prosedur sesuai pedoman
4. Memantau penggunaan kode penyakit dan prosedur
5. Identifikasi penyalahgunaan / penggunaan kode yang tidak sesuai
dengan bukti dokumentasi RM
6. Penyusunan kode etik, standar kode etik dan penerapan standak
etik  CODER
7. Peningkatan pengetahuan dan kompetensi  Diklat
berkelanjutan
8. Uji kompetensi -- > Pilot Test Coder
Peran PORMIKI
1. Mengusulkan penetapan penggunaan pedoman Klasifikasi
penyakit / prosedur
2. Mengembangkan penggunaan standard klasifikasi penyakit
3. Memberikan informasi tentang penggunaan dan istilah penyakit /
prosedur sesuai pedoman
4. Memantau penggunaan kode penyakit dan prosedur
5. Identifikasi penyalahgunaan / penggunaan kode yang tidak sesuai
dengan bukti dokumentasi RM
6. Penyusunan kode etik, standar kode etik dan penerapan standak
etik  CODER
7. Peningkatan pengetahuan dan kompetensi  Diklat
berkelanjutan
8. Uji kompetensi -- > Pilot Test Coder
Peran profesi PMIK  CODER
1. Partisipasi Aktif dalam Persiapan penetapan kode Klinis
2. Pengkodean penyakit dan prosedur merupakan komponen
penting dari casemix
3. Pemahaman terhadap kualitas kode akan berdampak pada
sistem pelaporan yang baik
4. Kualitas kode sesuai diagnosis yg telah ditetapkan akan
mempunyai dampak sistem pembayaran yg sesuai dengan
ketentuan (mengurangi variasi perawatan dan Meningkatkan
kualitas dan efisiensi )
5. Kesalahan kode berdampak pada biaya klaim yg tinggi
6. Evaluasi penggunaan kode utk klaim
TENAGA KESEHATAN
ILO – WHO
Occupational Employment and Wages, May 2008
29-2071 Medical Records and Health Information
Technicians
 Compile, process, and maintain medical records of hospital
and clinic patients in a manner consistent with medical,
administrative, ethical, legal, and regulatory requirements of the
health care system. Process, maintain, compile, and report patient
information for health requirements and standards.

PP 32 tahun 1996 Perekam Medis


UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2014 – PMIK

Standar Profesi (Kepmenkes No. 377 tahun 2007)


Perekam Medis dan Informasi Kesehatan)
Kompetensi Profesi (Stanpro 377/2007)
1. Melaksanakan klasifikasi dan kodefikasi penyakit, masalah-masalah yang
berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan keilmuan;
2. Menyelenggarakan pelayanan manajemen rekam medis dan informasi
kesehatan dengan menyertakan aspek hukum dan etika profesi;
3. Melakukan penyelenggaraan manajemen rekam medis dan informasi
kesehatan;
4. Memelihara dan menjaga mutu rekam medis (manual/elektronis)
5. Mengelola dan menganalisis statistik kesehatan demi menunjang
pengambilan keputusan yang berkualitas ;
6. Mengelola unit kerja manajemen rekam medis dan informasi kesehatan
(Manajemen Informasi Kesehatan);
7. Kemitraan profesi; dan
8. Meningkatkan kualitas profesional melalui berbagai pelatihan dan
pendalaman keilmuan
Kompetensi tenaga Perekam Medis dan
Informasi Kesehatan : (BARU)

1. Manajemen data kesehatan


a. mengelola struktur, isi dan standard data kesehatan
b. standar dan persyaratan informasi pelayanan kesehatan
c. sistem klasifikasi klinis
d. metodologi pembayaran pelayan kesehatan
2. Statistik kesehatan, riset biomedis dan manajemen kualitas
a. Statistik asuhan kesehatan dan riset
b. manajemen kualitas dan peningkatan kinerja
3. Organisasi penyelenggara dan pemberi layanan kesehatan
a. sistem asuhan pelayanan kesehatan
b. privasi, konfidensialitas, hukum dan isu etik
Kompetensi tenaga Perekam Medis dan
Informasi Kesehatan : (BARU)

4. Sistem dan teknologi informasi


a. pelayanan teknologi informasi dan
komunikasi
b. data, informasi dan struktur penjajaran (file)
c. penyimpanan dan pengeluaran
d. sekuritas data
5. Organisasi dan Manajemen
a. Mengelola sumber daya manusia
b. Perencana strategis dan pengorganisasian
(higher level qualifications or competencies)
Kelengkapan pendokumentasian
untuk INA CBGs?
‘specificity’
penetapan diagnosis
 akurat dalam pengkodean
 hindarkan singkatan / istilah medis
 Istilah medis = terminologi medis  ICD

DAMPAK :
besaran pembayaran klaim rendah..!

12
DIAGNOSIS PADA SJKN
 Pengkodean sangat menentukan  Kesalahan
penulisan diagnosis MEMPENGARUHI NILAI TARIF
 Harus ditentukan diagnosa utama dan diagnosa penyerta
 Diagnosis Penyerta 
Terdiri dari Komplikasi dan Komorbiditas
 Dapat mempengaruhi  mempengaruhi level severity
(tingkat keparahan)
Jika ada lebih dari 1 diagnosis maka pilih 1 diagnosis yang
paling banyak menggunakan resources (SDM, bahan pakai
habis, peralatan medik, tes pemeriksaan dan lainnya.
 Penulisan prosedur juga sangat Mutlak
 Pengkode diagnosis & prosedur harus terampil
13
KOMPETENSI PMIK  CODING
REIMBURSEMENT

1. Assess
Documentation
for
Completeness and Clarity
Release
Codes for
• Determine Provider,
Patient Type, Place,
Billing
and Payer
• Abstract the
Diagnoses and
Procedures
Assign Accurate,
Complete Codes
Verify Codes Are
Compliant
Pemenuhan sumberdaya terkait
dengan kualitas KODE klinis
• Adanya profesi  coder (PMIK dalam UU 36/2014)
• Sistem jaringan SIM RS
• Standar klasifikasi
• Standar Kode  proses PORMIKI
• Diklat coding  PORMIKI
• Pemeliharaan data coding
• Audit Coding
• PORMIKI krjasama dengan BNSP sedang membuat LSP (
Lembaga Sertifikasi Profesi ) masukan dari BPJS dan
P2JK, koder harus bersertifikat
Etika Coding
1. Coding profesional yang terlibat dalam Kode diagnostik /
prosedur
2. Kemampuan abstraksi catatan / data kesehatan
3. Menunjukkan nilai-nilai profesional kepada :
 Pasien
 Pengusaha / Pemilik
 Anggota tim kesehatan
 Masyarakat
 Stakeholder
Standar etika coding
1. Menerapkan akurasi, kelengkapan dan konsistensi dalam
mengkode
2. Kebutuhan untuk laporan statistik medis
3. Hanya melaporkan kode dan data yng jelas dan konsisten
ses RM dan kode data set nya
4. Klasifikasi penyakit / tindakan
5. Menolak untuk mengubah kode
6. Menolak untuk berpartisipasi atau mendukung kode untuk
:
 Meningkatkan pembayaran
 Memenuhi syarat klaim polis asuransi
Standar etika coding

7. Memfasilitasi kolaborasi interdisipliner utk


ketepatan kode
8. Memajukan pengetahuan kode melalui diklat
9. Menolak untuk berpartisipasi atau
menyembunyikan etis kode atau praktek
abstraksi dan prosedur
10. Melindungi kerahasiaan RM dan menolak
akses Infokes
11. Berperilaku profesional menjujung etis kode
Penerapan standar etik koding
 Coder dan Pengelolaan data kode harus :
1. Ketepatan diagnostik, prosedur dan kode pelayanan
2. Mematuhi kebijakan internal utk kode yg konprehensif
(melarang pembuatan kode yg tdk sesuai bukti
dokumentasi)
3. Berpartisipasi dlm pengembangan kebijakan kode
4. Jujur, etis dalam praktek kode
 Coder tidak harus :
Berpartisipasi pd persiapan yg tdk tepat pada penekanan
informasi kode
 Coder harus :

1. Patuh pada ketentuan pengkodean


2. Pilih urutan kode sesuai diagnosis dan prosedur
3. Menerapkan ketrampilan, pengetahuan coder ses klasifikasi
4. Komunikasi data utk penetapan kode : pada data yang tidak
lengkap, tidak jelas, tidak konsisten atau tidak tepat
5. Berkolaborasi membantu dokter utk mengetahui kode
sesuai pedoman
6. Memelihara dan meningkatkan kompetensi
7. Bertindak profesional
8. Mencegah berperilaku tdk etis dari kolega
 Coder tidak harus :

1. Menyediakan data/informasi yg tdk ada (keberadaan


pneumonia gram(-) pd pneumonia terlepas ada indikasi klinis)
2. Menolak mengubah kode
3. Mengubah deskripsiutk diagnosis atau prosedur
4. Menggambarkan gambaran klinis pasien melalui koding yg
sengaja salah, atau kelalauan diagnosis /prosedur, atau
penambahan diagnosis atau prosedur tdk didukung
dokumentasi dg tujuan meningkatkan penggantian,
membenarkan kebutuhan medis, memperbaiki data yg
dilaporkan publik, memenuhi syarat utk keb polis asuransi
Coder tidak harus :
1. Mengecualikan diagnosis atau prosedur utk
menggambarkan kualitas perawatan (ILO kode tak
dilaporkan utk menjaga nama institusi)
2. Berpartisipasi, membenarkan, dikaitkan dengan
ketidakjujuran, penipuan dan penyalahgunaan data :
(daftar penyakit retrospektif, menetapkan kode tanpa
pendukung (mis nama dokter), tidak membenarkan
diagnosis/prosedur yg telah dilakukan klaim
Kinerja sesuai standar praktek kode
Contoh
 RS A, hanya menampilkan 1 tingkat penilaian kinerja yakni :
memenuhi harapan - > 20 kode per hari
 RS B, mempunyai beberapa tingkat penilaian kinerja, seperti :
- 30 – 35 kode per hari terbaik
- 25 – 29 kode per hari melebihi harapan
- 20 – 24 kode per hari sesuai harapan
- 15 – 19 kode per hari butuh peningkatan
- < 14 kode per hari tidak memuaskan

Contoh dibawah ini menunjukkan bagaimana standar mutu yang


digunakan sebagai Kinerja indikator ketepatan koding.
- 96 – 100 % tepat terbaik
- 92 – 95 % tepat melebihi harapan
- 89 – 94 % tepat sesuai harapan
- 84 – 88 % tepat butuh peningkatan
- < 84 % tidak memuaskan
Fraud
 adalah kesengajaan melakukan kesalahan /misrepresentasi
oleh seseorang/ entitas dengan tujuan memperoleh sesuatu
yang tidak legal dari individu/ entitas/ pihak lain
 Fraud di dalam asuransi biasanya terjadi ketika tindakan
apapun yang dilakukan dengan maksud untuk menipu yang
bertujuan untuk mendapatkan beberapa manfaat atau
keuntungan dimana mereka sebenarnya tidak berhak.
 Para pelaku dalam skema ini dapat menjadi karyawan
perusahaan asuransi dan pengadu. Pelaku fraud biasanya
adalah 3 pihak yaitu peserta, provider dan perusahaan
asuransi.
KEMUNGKINAN FRAUD
• Up-Coding,
• De-bundling,
• Admisi yang tidak seharusnya,
• penggunaan obat dan tindakan yang berlebih dan
sebagainya.

• Di beberapa tempat sudah disinyalir ada


peningkatan Up-Coding secara sistematis.
Kemungkinan Fraud >>
Fraud dari sisi peserta
• Klaim fraud ini meliputi merubah tagihan klaim (contoh
klaimnya sebesar Rp 100.000; tetapi dilaporkannnya
bernilai Rp 150.000;),
• klaim untuk orang yang tidak berhak (contohnya
seorang peserta JKN mengklaimkan untuk orang lain
yang sebenarnya tidak berhak menerima pelayanan
JKN) dan misrepresentasi respon.
• Adanya eligibilitas fraud yang meliputi perusahaan fiktif,
adanya karyawan fiktif, menambah anggota keluarga
yang tidak berhak dan adanya misreprentasi data
Fraud
 Dapat dimaknai sbg upaya kecurangan dengan sengaja untuk
memperoleh
 keuntungan financial. Sehingga terdapat unsur-unsur dalam Fraud
antara
 lain :
 a. UNSUR PELAKU : adalah seseorang atau Institusi yang dengan
sengaja melakukan kesalahan yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
 b. UNSUR MOTIVASI ( NIAT) : bawa tindakan fraud tersebut
dilakukan dengan sengaja dengan motif / niat untuk mendapatkan
keuntungan / manfaat bagi dirinya atau pihak lain
c. UNSUR FAKTA KESALAHAN : adanya bukti / fakta yang nyata
atas kesalahan yang dilakukan oleh pelaku, dan pelaku mengakuinya.
 d. UNSUR KERUGIAN : terjadinya sejumlah kerugian yang
dialami pihak lain akibat tindakan kesalahan pelaku
Kemungkinan Fraud
 Fraud dilakukan oleh pihak provider
• seperti kecurangan di dalam membuat diagnose penyakit pada pasien,
• melakukan pemeriksaan yang tidak sesuai dengan indikasi medis,
• melakukan penagihan terhadap tindakan-tindakan medis maupun non medis yang
sebenarnya tidak dilakukan,
• melakukan penagihan obat dagang utuk obat generik,
• jumlah obat yang diberikan kepada pasien tidak sama dengan jumlah obat yang
telah ditagihkan,
• apoteker melakukan penambahan jenis obat
• melakukan perubahan terhadap aturan minum obat.

 Fraud kemungkinan dilakukan oleh pihak perusahaan asuransi


• penggelapan premi atau iuran,
• penggelapan klaim PPK.
• melakukan klaim yang fiktif dan adanya peserta yang fiktif juga.
The fraud triangle
Fraud Triangle (Segitiga Fraud)
 Pressure (DORONGAN )
 Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan
fraud, contohnya untuk mencapai target pendapatan, mencari
keuntungan jasa, berlakudll. Pada umumnya yang mendorong
terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Tapi banyak
juga yang hanya terdorong oleh keserakahan.
 Opportunity (PELUANG)
 Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi.
Biasanya disebabkan karena internal control suatu organisasi yang
lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di
antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang
paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses,
prosedur, dan control dan upaya deteksi dini terhadap fraud.
Fraud Triangle (Segitiga Fraud)

 Rationalization (RASIONALISASI )
 Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam
terjadinya fraud, dimana pelaku mencari
pembenaran atas tindakannya, misalnya:
1. Bahwasanya tindakannya untuk membahagiakan
keluarga dan orang-orang yang dicintainya.
2. Masa kerja pelaku cukup lama dan dia merasa
seharusnya berhak mendapatkan lebih dari yang
telah dia dapatkan sekarang (posisi, gaji, promosi,
dll.)
3. Perusahaan telah mendapatkan keuntungan
yang sangat besar dan tidak mengapa jika pelaku
mengambil bagian sedikit dari keuntungan
tersebut.
Beberapa contoh fraud
 Pemalsuan diagnosa untuk mensahkan pelayanan yang
tidak dibutuhkan dan tarif yang mahal (up coding)
 Tagihan jasa yang tidak pernah dilakukan ( tagihan fiktif)
 Pemberian obat-obatan dari indikasi yang tidak jelas
manfaatnya
 Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik atas indikasi
yang tidak tepat
 Akomodasi di RS yang tidak perlu
 Meminjam Kartu BPJS bagi pasien yang tdk berwenang
ALUR PENGAJUAN KLAIM
RUMAH SAKIT
Koding diagnosa
Data Rekam pelayanan
Pelayanan Medik menurut ICD-10
dan ICD-9 CM
Titik kritis : oleh Koder
Kesesuaian diagnosa
dengan kode
diagnostik
BPJS KESEHATAN
Pengajuan Klaim Entri data dengan
Verifikasi tagihan
ke Kantor BPJS Software INA
oleh Verifikator
Kesehatan BPJS Kesehatan CBG’s
 Data dasar pasien
 Diagnosa & tindakan
INA CBG’s
 Tarif
Pembayaran  Kelengkapan berkas
 pengesahan komdik/
Diryan untul SL 3
Pengelolaan Rekam Medis
Permenkes Nomor 269/Menkes/Per/III/2008

Tim Kendali Mutu BPJS Kesehatan :


Kendali Mutu Pelayanan
1. Tim Pengendali RS
Kesehatan :
2. BPJS Kesehatan
a. pemenuhan standar mutu
fasilitas kesehatan;
b. pemenuhan standar proses dapat meminta informasi tentang identitas, diagnosis,
pelayanan kesehatan; dan riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan peserta dalam bentuk salinan/fotokopi
c. pemantauan terhadap rekam medis kepada Fasilitas Kesehatan sesuai
luaran kesehatan Peserta kebutuhan
1. ANALISIS KUANTITATIF
2. ANALISIS KUALITATIF

Peningkatan mutu 3.
4.
ANALISIS KEABSAHAN
ANALISIS KONSISTENSI ISI RM
rmik 5. AUDIT CODING
6. AKPLRM (ANGKA
KETIDAKLENGKAPAN RM)
7. STANDAR PELAYANAN
CODING REIMBuRSEMENT MINIMAL RM = 5 PARAMETER
PENILAIAN
Kompetensi  Audits
 Audit pendokumentasian
◦ Periksa pendokumentasian hingga ditetapkannya kode ICD-10 dan
penilaian risiko (risk assessments) praktik pendokumentasian
◦ Audit kode 10 PENYAKIT TERBESAR, ATAU 25 diagnosis utama
(principal diagnosis) dan periksa apakah rekaman yang ada memiliki
informasi klinis yang jelas demi mendukung kode ?

Audit Coding
◦ Targetkan kasus pasien rawat inap tertentu dan periksa adakah
perubahan makna dari kode di ICD 10 hingga pengelompokan
dalam INA CBGs dan dampaknya bagi pengganti klaim
 Bandingkan Coding dengan hasil INA CBG’s

36
KESIMPULAN
• Peningkatan kompetensi Profesi (Coder)  Profesi
 Sertifikasi oleh LSP
• Meningkatkan profesionalisme Coder secara umum
di Indonesia melalui diklat atau ‘workshop’
• Melakukan monitoring dan audit untuk Coding
untuk meningkatkan kualitas Coding dan Coder.
• Adanya Standar Profesi, Etika dan Standar Coding di
Indonesia
• Peningkatan kolaborasi dengan nakes lain dalam
penggunaan istilah medis/klinis sesuai pedoman yg
berlaku

Anda mungkin juga menyukai