Anda di halaman 1dari 6

• Berdasarkan UU PPh pasal 17, ditetapkan bahwa tarif pajak yang

diterapkan atas penghasilan kena pajak (PKP) bagi wajib pajak badan
dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) adalah 25%. Selain itu,
pada ayat (1) pasal 31E UU PPh ditetapkan bahwa:
• “Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai
dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat
fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen)
dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan
ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah)”.
Pilihan PT atau BUT
PT BUT
2017 2018 2017 2018
Peredaran Bruto 50,000,000,000 60,000,000,000 50,000,000,000 60,000,000,000
EBT 5,000,000,000 6,000,000,000 5,000,000,000 6,000,000,000

PPh Terutang
Fasilitas Ps 31E 600,000,000 -
PPh Badan Non Fasilitas 50,000,000 1,500,000,000 1,250,000,000 1,500,000,000
Total PPh Terutang 650,000,000 1,500,000,000 1,250,000,000 1,500,000,000
Berdasarkan perbandingan ketentuan dan perhitungan kewajiban
perpajakan PT dan BUT di atas, maka secara umum perlakuan pajak BUT
hampir mirip dengan Subjek Pajak Badan. Akan tetapi, kami
merekomendasikan agar investor memilih untuk mendirikan bentuk usaha
PT dengan pertimbangan sebagai berikut:
• Bentuk usaha Badan memiliki tarif PPh efektif yang lebih rendah
dibandingkan dengan BUT yaitu dengan adanya fasilitas PPh Pasal 31E dan
PP 23 tahun 2018 berupa potongan PPh Badan sebesar 50% terhadap
Penghasilan Kena Pajak (PKP) sampai dengan Rp4.800.000.000,00 jika PT
memiliki peredaran usaha bruto tidak lebih dari Rp50.000.000.000,00.
• Pada bentuk usaha PT, biaya bunga atas pinjaman yang terkait usaha untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilkan dapat menjadi
pengurang penghasilan (deductable expense) sehingga dapat mengurangi
jumlah pajak terutang. Pada BUT, bunga yang dibayarkan kepada kantor
pusat tidak dapat menjadi pengurang penghasilan sehingga mengakibatkan
pajak terutang menjadi lebih tinggi.
Dengan mempertimbangkan peraturan DER
(Debt to Equity Ratio) sebesar 4:1

Perseroan Terbatas BUT

Pendanaan Utang - Pembayaran bunga pinjaman dapat - Beban bunga tidak dapat menjadi
menjadi pengurang penghasilan pengurang penghasilan (non deductable
kena pajak (deductable expense) expense)
[UU PPh Pasal 5 ayat 3 huruf b], kecuali
beban bunga kepada Bank
Pendanaan Modal - Pembayaran dividen kepada Kantor - Penghasilan Kena Pajak akan kena Branch
Pusat akan dikenakan PPh sebesar Profit Tax sesuai UU PPh Ps 26 ayat 4
20% [UU PPh Ps 26 ayat 1 b] sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut
ditanam kembali di Indonesia, yang
- Dividen bukan merupakan biaya ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
sehingga tidak dapat menjadi atau berdasarkan PMK.
pengurang penghasilan kena pajak.
[UU PPh Ps 9 ayat 1a]
Maka, lebih baik :

• Pada awal pendirian, perusahaan biasanya membutuhkan banyak pengeluaran modal (capital
expenditure) seperti pendirian pabrik, mesin, peralatan, dan kendaraan serta dana operasional
kantor. Dalam kasus juga dijelaskan bahwa untuk tahun 2016, perusahaan masih dalam tahap
pembangunan usaha dan baru beroperasi secara komersil di tahun 2017. Oleh karena itu,
pencatatan dana sebagai ekuitas di awal pembentukan bisnis lebih tepat karena perusahaan
dapat lebih fokus menggunakan dananya untuk membangun pondasi usahanya terlebih dahulu
tanpa perlu terbebani dengan adanya kewajiban membayar bunga.

• Dengan adanya aturan mengenai DER (Debt to Equity Ratio), maka pencatatan dana sebagai
utang akan meningkatkan risiko perusahaan memiliki rasio utang yang tinggi yang berdampak
pada pelanggaran terhadap aturan DER. Dalam kasus, dijelaskan bahwa terdapat aturan DER 4:1
yang berarti bahwa jumlah utang yang dimiliki perusahaan maksimal 4 kali dari jumlah
ekuitasnnya. Dengan pencatatan dan investasi awal sebagai ekuitas seluruhnya, maka
perusahaan akan memiliki kapasitas yang lebih besar untuk melakukan pinjaman utang di masa
depan. Dengan kapasitas untuk berhutang yang lebih besar ini, akan menguntungkan
perusahaan apabila ke depannya perusahaan ingin menggunakan fasiltas utang untuk ekspansi
bisnis dan lain sebagainya.
Back to Back Loan

• Back to Back Loan adalah pinjaman yang terjadi antara parent dan
subsidiary dengan perantaraan bank. Manfaat Back to Back Loan
antara lain:
• Jumlah pinjaman yang lebih besar dikarenakan adanya agunan pada
bank sebagai jaminan
• Lebih kecilnya terjadi potensi pembayaran bunga hutang sebagai
deviden terselubung karena transaksi dilakukan melalui bank
• Beban bunga atas pinjaman ke bank merupakan deductible expense.

Anda mungkin juga menyukai