Anda di halaman 1dari 12

Pemeriksaan

laboratorium dan
diagnostik

osteoporosis
OSTEOPOROSIS
A. Definisi
 Osteoporosis ditandai dengan massa tulang yang
rendah dan kerusakan jaringan tulang yang
berakibat pada kerapuhan tulang dan
peningkatan resiko fraktur. WHO
mengklasifikasikan massa tulang dengan dasar
skor T. Skor T adalah bilangan deviasi standar dari
densitas mineral tulang (Bone Mineral
Density:BMD) rata-rata untuk populasi normal
muda. Massa tulang normal memiliki skor T lebih
besar dari -1, osteopenia -1 hingga -2, dan
osteoporosis lebih kecil dari -2,5.
B. Patofisiologi
Osteoforosis terjadi karena adanya
interaksi yang menahun antara factor
genetic dan factor lingkungan.
Factor genetic meliputi:
- usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk
tubuh, tidak pernah melahirkan.
Factor lingkungan meliputi:
- merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin
dan gizi, Gaya hidup, Mobilitas, anoreksia
nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua factor diatas akan menyebabkan
melemahnya daya serap sel terhadap kalsium
dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran
kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa
tulang yang maksimal dengan resobsi tulang
menjadi lebih cepat yang selanjutnya
menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak
dari pada pembentukan tulang baru sehingga
terjadi penurunan massa tulang total yang
disebut osteoporosis.
C. Klasifikasi
• Osteoporosis primer
- Tipe 1 adalah tipe yang terjadi pada
wanita pascamenopause
- Tipe 2 adalah tipe yang terjadi pada
orang usia lanjut baik pria maupun wanita
• Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terutama
disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang
erosif misalnya mieloma multiple,
hipertirodisme,
hiperparatiroidisme dan akibat obat-
obatan yang toksik untuk tulang (misalnya ;
glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada
kurang lebih 2-3 juta klien.
• Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya dan ditemukan pada :
- Usia kanak-kanak (juvenile)
- Usia remaja (adolesen)
- Wanita pra-menopause
- Pria usia pertengahan
D. Masalah klinis
• Nyeri tulang akut. Nyeri terutama
terasa pada tulang belakang, nyeri
dapat dengan atau tanpa fraktur
yang nyata dan nyeri timbul
mendadak.
• Nyeri berkurang pada saat
beristirahat di tempat tidur
• Nyeri ringan pada saat bangun
tidur dan akan bertambah bila
melakukan aktivitas
• Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur
traumatic pada vertebra dan menyebabkan
kifosis angular yang menyebabkan medulla
spinalis tertekan sehingga dapat terjadi
paraparesis.
• Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien
(terutama wanita tua) biasanya datang
dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan
sudah menopause sedangkan gambaran
klinis setelah terjadi patah tulang, klien
biasanya datang dengan keluhan punggung
terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit
pada pangkal paha, atau bengkak pada
pergelangan tangan setelah jatuh.
• Kecenderungan penurunan tinggi badan
• Postur tubuh kelihatan memendek
E. Pemeriksaan diagnostik
Ditandai dengan adanya:
1. ditemukan ketidaksimetrisan rongga
dada dan tulang belakang
2. traktil fremitus seimbang kanan dan
kiri
3. sering terjadi keringat dingin dan
pusing,
4. adanya pulsus perifer memberi
makna terjadi gangguan pembuluh
darah atau edema yang berkaitan
dengan efek obat
5. Produksi urine dalam batas normal dan
tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan
6. sering menunjukkan kifosis atau gibbus
(dowager’s hump) dan penurunan tinggi
badan.
7. Ada perubahan gaya berjalan,
deformitas tulang, leg-length inequality
dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang
terjadi adalah antara vertebra torakalis 8
dan lumbalis 3
F. Pemeriksaan laboratorium
Seorang pasien dirujuk oleh dokter
dalam perawatan untuk pengobatan
oeteoporosis dan keropos tulang
progresif. Dari hasil laboratorium sebagai
berikut:
1. kehilangan tinggi badannya 3,8 cm
(7,5 inci)
2. pada periksaan dual energi X-Ray
absorptiometri (DXA) scan menunjukkan
kepadatan mineral tulang T
skor 3-1 pada spina lumbalis dan -2,8
pada leher femur.

Anda mungkin juga menyukai