Anda di halaman 1dari 106

LO1

autopsi
AUTOPSI
Ada 3 jns Autopsi
1. Anatomis
a. Utk pendidikan mahasiswa kedokteran
b.Dasar : UU Kesehatan
2. Klinis
a.Kepentingan diagnosa akhir
b.Cara kematiannatural (sakit)
c. Dasarkesepakatan(HK.Perdata)
3. Forensik
a.untuk kepentingan peradilan
b. cara & sebab kematiantidak diketahui
c.dasarKUHAP (HK. PIDANA)
MACAM OTOPSI
• Otopsi anatomis
• Otopsi klinik
• Otopsi kehakiman/Forensik
OTOPSI FORENSIK :
• otopsi yang dilakukan atas dasar perintah yang berwajib untuk
kepentingan peradilan, karena peristiwa yang diduga merupakan
tindak pidana, yang dilakukan dengan cara pembedahan terhadap
jenazah untuk mengetahui dengan pasti penyakit atau kelainan yang
menjadi sebab kematian.
INFORMASI UNTUK DOKTER
SEBELUM MELAKUKAN OTOPSI
1. Kecelakaan lalu lintas
• Bagaimana kecelakaan terjadi
• Siapakah korban
• Apakah ada dugaan korban mabuk, minum obat sejenis Amphetamine dsb
2. Kecelakaan lain
Dokter harus diberitahu benda yang menyebabkan kecelakaan
3. Pembunuhan, bunuh diri
4. Kematian memdadak
5. Kematian setelah berobat / perawatan
6. Tanggal dan jam korban ditemukan meninggal,tanggal dan jam korban terakhir terlihat
masih hidup
TEKNIK OTOPSI
• Pemeriksaan luar
• Pemeriksaan dalam :
– Insisi bentuk I
– Insisi bentuk Y

• Pemeriksaan tambahan
• Pemeriksaan khusus
PEMERIKSAAN LUAR
• Kepala • Identifikasi
•Leher • Pakaian
•Perut • Lebam mayat
•Alat kelamin • Kaku mayat
•Dubur • Pembusukan
•Anggora gerak • Panjang dan berat
•Punggung • badan
•Bokong

Cara melukis luka : harus menggunakan


absis dan ordinat, dan luka harus
dirapatkan dulu
PEMERIKSAAN LUAR

1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol
kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat
warna, bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk
identifikasi di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.
2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran)
dari penutup mayat.
3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran)
dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.
4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di
bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar,
warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu,
monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian
bila ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.
5. Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta
ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.

6. Mencatat benda di samping mayat.


7. Mencatat perubahan tanatologi :
i. Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
ii. Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya spasme kadaverik.
iii. Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dan dicatat juga suhu ruangan pada saat tersebut.
iv. Pembusukan
v. Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera

8. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit, status gizi,
tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding perut.
9. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi
rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.
10. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala harus
diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai ke akarnya,
paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam
kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
11. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan.
Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang melebar,
bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau
patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan
kiri dan kanan.
12. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
13. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap,
termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya.
14. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh darah.
Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.
15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan yang
ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan selaput darah dan
komisura posterior, periksa sekret liang sanggama. Perhatikan bentuk lubang pelepasan,
perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain
16. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,
edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.

17. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada
tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll.
Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka
dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang
dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu,
dan garis mendatar melalui pusat.
PEMERIKSAAN DALAM
Yang perlu diperhatikan :
• Rongga perut perlu diinspeksi dulu sebelum rongga dada dibuka
• Pemeriksaan dalam kepala harus dilakukan setelah rongga dada
kosong
• Cara mengiris alat tubuh :
• Permukaan terlihat seluas-luasnya
• Satu kali irisan
• Irisan lain sejajar dengan irisan pertama
• Permukaan tidak boleh dicuci tetapi dihapus
PEMERIKSAAN DALAM

Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan :


• Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus
xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan
demikian tidak perlu melingkari pusat.
• Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi
• Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan
suprasternal ini dibuat sayatan melingkari bagian leher.
DASAR HUKUM

Pasal 133 KUHAP

• Ayat 1:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
• Ayat 2:
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara tertulis yang
dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan
atau pemeriksaan bedah mayat.

• Ayat 3:
Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yg
memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain
badan mayat.
Pasal 134 KUHAP

(1) Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud
dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu
diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 179 KUHAP

1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman


atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang
sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
LO2
Kematian asfiksia
ETIOLOGI :
1. alamiah :
- penyakit sal nafas.
2. mekanik :
- trauma
- sumbatan sal. nafas.
3. keracunan :
- cns depresant.
FASE PADA ASFIKSI :
1. DYSPNOE
2. KONVULSI
3. APNOE / AKHIR
TANDA-TANDA ASFIKSI PADA JENASAH :
1. cyanosis.
2. lebam mayat :
• lebih gelap
• lebih luas
• lebih cepat terbentuk.
3. busah halus :
- depan hidung mulut
- saluran nafas
TANDA-TANDA ASFIKSI (Cont.)
4. pelebaran pembuluh darah
bintik2 perdarahan/tardieu spot/petechiael hemorrhage.
5. perbendungan / kongesti.
6. oedem pulmoner.
7. darah lebih encer.
ASFIKSIA MEKANIK
1. pembekapan/smothering.
2. gagging & choking.
3. pencekikan.
4. penjeratan / strangulasi.
5. gantung / hanging.
6. traumatic asfiksia.
PEMBEKAPAN :
• tanda2 kekerasan -- tergantung
-- jenis benda & kekuatan.
• luka lecet gores/tekan –kuku
-- di hidung, pipi, bibir, dagu.
• luka memar :
-- belakang kepala, gusi, bibir,lidah.
GAGGING & CHOKING
• sumbatan /benda di sal. nafas
• gagging oropharynx.
• choking laryngopharynx.
• sebab kematian :
1. asfiksia.
2. vagal reflex.
PENJERATAN /STRANGULASI
• jerat jejas jerat/simpul
• jejas = luka lecet tekan
1. mendatar ,seluruh leher
2. dibawah rawan gondok.
3. simpul mati.
• jejas jerat  tali penjerat
keras, kecil, kasar jelas
PENJERATAN (Cont.)
--halus, lebar. lunak  tidak jelas
• asfiksia / vagal reflex.
• perbendungan muka jelas.
• resapan darah subcutis/otot
- leher dibwh. jejas.
• jejas post mortal tidak jelas
GANTUNG / HANGING
• jejas jerat ;
1. mengarah keatas ke simpul.
2. diatas rawan gondok.
3. simpul hidup.
• letak simpul :
1. typical hanging: blk kepala
2. atypical hanging :
- samping leher kiri,kanan
- depan.
SEBAB KEMATIAN (GANTUNG)
1. asfiksia.
2. anoksia jaringan otak.
jerat kecil&keras,
letak simpul, posisi gantung
3. vagal reflex.
4. fraktur os cervical.
--- kasus hukum gantung.
PEMBUNUHAN & BUNUH DIRI KASUS
GANTUNG
1. alat penjerat :
simpul,lilitan,arah.
2. korban :
jejas dileher,perlawanan
luka lain, jarak dg lantai.
3. t.k.p. :
lokasi,kondisi,pakaian,surat
Akibat Truma
 Aspek Medik
1. Kelainan Fisik
2. Gangguan Fungsi
3. Infeksi
4. Penyakit
5. Kelainan Psikis
 Aspek Yuridis
1. Luka ringan
2. Luka Sedang
3. Luka berat/cacat
Terjadinya Trauma
A. Pembunuhan
B. Bunuh Diri
C. Kecelakaan
Penulisan Perlukaan
• Area/Lokasi luka
• Jenis dan bentuk luka
• Ukuran/demensi luka
• Arah luka
• Waktu luka
• Keadaan luka
LO3
Visum et Repertum
• Menurut Staatsblad tahun 1937 nomor 350 :
• Visa Reperta (Visum et Repertum) adalah laporan tertulis
untuk Yustisi yang dibuat oleh dokter berdasarkan
sumpah, tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan
pada benda yang diperiksa menurut pengetahuan yang
sebaik-baiknya.
Visum et Repertum
• KUHAP pasal 1 butir ke-28, menyatakan : “Keterangan ahli adalah
keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.
Dasar hukum pengadaan
• Pasal 120 KUHAP
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus

• Pasal 133 KUHAP


(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya
Macam-macam Visum et Repertum
1. Visum et Repertum korban hidup:
• Visum et repertum definitif  dibuat setelah pemeriksaan selesai, korban tidak
perlu dirawat lebih lanjut atau meninggal.
• Visum et Repertum sementara  dibuat setelah pemeriksaan selesai, korban masih
perlu mendapat perawatan lebih lanjut.
• Visum et Repertum lanjutan dibuat bila:
• Setelah selesai perawatan korban sembuh.
• Setelah mendapat perawatan, korban meninggal.
• Perawatan belum selesai, korban pindah RS atau dokter lain.
• Perawatan belum selesai, korban pulang paksa atau melarikan diri
Macam-macam Visum et Repertum
2. Visum et Repertum mayat
• (Harus dibuat berdasarkan hasil autopsi lengkap)
• Tujuan pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan
mekanisme kematian
3. Visum et Repertum pemeriksaan TKP
• Hubungan sebab akibat luka yang ditemukan pada tubuh korban.
• Saat kematian korban.
• Barang bukti yang ditemukan.
• Cara kematian korban jika mungkin.
Macam-macam Visum et Repertum
4. Visum et Repertum penggalian mayat
5. Visum et Repertum mengenai umur
6. Visum et Repertum Psikiatrik
7. Visum et Repertum mengenai barang bukti
Pihak yang berwenang membuat keterangan
ahli
• Pasal 133 ayat 1 KUHAP :
• Yang berwenang melakukan pemeriksaan forensik yang menyakut tubuh
manusia dan membuat keterangan ahli adalah dokter ahli kedokteran
kehakiman (forensik), dokter, dan ahli lainnya
• Jadi :
• Keterangan yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli
• Keterangan yang dibuat selain ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan
Pihak yang berhak meminta
visum et repertum
• Penyidik
Pejabat Polri yang sekurang-kurang berpangkat Pelda Polisi
• Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polri yang sekurang-kurangnya berpangkat Serda
Polisi.
• Kapolsek yang berpangkat Bintara dibawah Pelda Polisi karena
• Jabatannya adalah Penyidik

• Hakim pidana
Hakim pidana biasanya tidak langsung minta visum et repertum pada dokter,
tetapi memerintahkan kepada jaksa untuk melengkapi berita acara pemeriksaan
dengan visum et repertum. Kemudian jaksa melimpahkan permintaan hakim
kepada penyidik.
Pihak yang berhak meminta
visum et repertum
• Hakim perdata
Karena di sidang pengadilan perdata tidak ada jaksa,maka hakim perdata minta
langsung visum et repertum kepada dokter.

• Hakim agama
Dasar hukumnya  Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman pasal 10.
Hakim agama mengadili perkara yang bersangkutan dengan agama
islam,sehingga permintaan visum et repertum hanya berkenaan dengan hal
syarat untuk berpoligami, syarat untuk melakukan perceraian dan syarat waktu
tunggu seorang janda.
Ketentuan umum dalam pembuatan
Visum et Repertum
a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.
b. Bernomor dan bertanggal.
c. Mencantumkan nama “Pro justitia” dibagian atas (kiri atau tengah)
d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
e. Tidak menggunakan singkatan terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
pemeriksaan.
f. Tidak menggunakan istilah asing atau istilah kedokteran.
g. Berstempel instansi pemeriksa tersebut.
h. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan.
i. Hanya diberikan kepada penyidik peminta Visum et Repertum (instansi).
Format Visum et Repertum
• Pembukaan PRO JUSTITIA
• Pendahuluan Identitas
• Pemberitaan Hasil pemeriksaan
(objektif)
• Kesimpulan Pendapat pemeriksa
(subjektif, ilmiah)
• Penutup Sumpah, ilmiah,
tandatangan, cap, dsb
Bagian-bagian Visum et Repertum
1. PRO JUSTISIA
• Kata ini dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum tidak perlu
bermaterai, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.
2. PENDAHULUAN
• Bagian ini memuat antara lain :
• Identitas pemohon visum et repertum
• Identitas dokter yang memeriksa / membuat visum et repertum
• Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya)
• Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan
• Identitas korban
• Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban dirawat, waktu
korban meninggal
• Keteranganmengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban pada dokter dan waktu
saat korban diterima dirumah sakit
3. PEMBERITAAN
• Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis kel,TB/BB), serta
keadaan umum .
• Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.
• Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan.
• Hasil pemeriksaan tambahan.
• Syarat-syarat :
• Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awam.
• Angka harus ditulis dengan huruf (4 cm ditulis empat sentimeter).
• Tidak dibenarkan menulis diagnosa luka (luka bacok, luka tembak dll).
• Luka harus dilukiskan dengan kata-kata.
• Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan
ditemukan).
4. KESIMPULAN
• Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai
hasil pemeriksaan sesuai dgn pengetahuan yang sebaik-baiknya.
• Seseorang melakukan pengamatan dengan kelima panca indera
(pengelihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan perabaan).
• Sifatnya subjektif.
5. PENUTUP
• Memuat kata “Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat
sumpah pada waktu menerima jabatan”.
• Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.
Peranan Visum et Repertum

SEBAGAI PENGGANTI BENDA BUKTI

• PENYIDIK MENGUNGKAP PERKARA

• PENUNTUT UMUM MEMBUAT DAKWAAN


• HAKIM KEYAKINAN MEMBUAT
PUTUSAN
• PENASEHAT HUKUM FUNGSI PEMBELAAN
Tujuan Visum et Repertum
Sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang
buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan
barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184.

Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Keterangan terdakwa
4. Surat-surat
5. Petunjuk

Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:


1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan VeR
yang lebih baru
Bantuan dokter pada penyidik :
1. Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP)
2. Pemeriksaan korban hidup
3. Pemeriksaan korban mati
4. Penggalian mayat
5. Menentukan umur seorang korban / terdakwa
6. Pemeriksaan jiwa seorang terdakwa
7. Pemeriksaan barang bukti lain (trace evidence)
Pemeriksaan dokter tersebut sesuai dengan jenis tindak pidananya,
yg diatur dalam KUHP :

• Buku kesatu ( Aturan umum ) :


• Bab III pasal 44 – 45, tentang hal yang menghapus, mengurangi atau
memberatkan pidana.

• Buku kedua ( kejahatan ) :


• Bab XIV pasal 284 –290 / 292 – 295, tentang kejahatan kesusilaan.
• Bab XIX pasal 338 – 348, tentang kejahatan terhadap nyawa.
• Bab XX pasal 351 – 355, tentang penganiayaan.
• Bab XXI pasal 359 – 360, tentang meyebabkan mati atau luka karena
kealpaan.
Sanksi Hukum
• Sanksi hukum untuk bedah mayat, diatur dalam pasal 82 UU No. 23
tahun 1992 Ayat (1):
• Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangannya dengan sengaja
melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda
paling banyak Rp.100.000.000,00,- (seratus juta rupiah).
Tata Cara Permintaan
Visum et Repertum
1. Pasal 133 ayat (2) KUHAP :
1. “Permintaan Keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan
tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat atau
pemeriksaan bedah mayat”
2. Surat Permintaan Visum et Repertum (SPVR) harus dibuat dengan
menggunakan format sesuai dengan jenis kasus yang sedang ditangani.
3. SPVR harus ditanda tangani oleh penyidik yang syarat kepangkatan dan
pengangkatannya diatur dalam BAB II pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP)
nomor 27 tahun 1983.
4. Korban yang meninggal dunia harus diantar oleh seorang anggota
POLRI dengan membawa SPVR.
5. Korban yang meninggal dunia harus diberi label sesuai dengan
peraturan yang tercantum didalam pasal 133 ayat (3) KUHAP
6. Sebaiknya penyidik yang meminta Visum et Repertum mengikuti
jalannya pemeriksaan bedah jenazah.
Prosedur Permintaan VeR Korban Hidup

1. Permintaan harus secara tertulis, tdk dibenarkan secara lisan /


telepon / via pos.
2. Permintaan VetR harus diserahkan sendiri oleh polisi bersama-
sama korban/tersangka.
3. Tidak dibenarkan permintaan VetR tentang sesuatu peristiwa
yang telah lampau, mengingat rahasia kedokteran (Instruksi
Kapolri No.Ins/E/20/IX/75).
Prosedur Permintaan VeR Korban Mati
(mayat):
1. Permintaan harus diajukan secara tertulis, tidak dibenarkan melalui
telepon, lisan atau pos.
2. Korban yang meninggal dunia harus diantar oleh seorang anggota
POLRI dengan membawa SPVR.
3. Korban yang meninggal dunia harus diberi label sesuai dengan
peraturan yang tercantum didalam pasal 133 ayat (3) KUHAP.
4. Sebaiknya penyidik yang meminta Visum et Repertum mengikuti
jalannya pemeriksaan bedah jenazah.
KEWAJIBAN PENYIDIK
TERHADAP KELUARGA KORBAN
KUHAP Pasal 134
• (1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah
mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih
dahulu kepada keluarga korban.
• (2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-
jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
• (3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
SANKSI HUKUM BAGI YANG
MENGHALANG-HALANGI PEMERIKSAAN MAYAT
Pasal 222 KUHP :
• “Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
SANKSI BAGI DOKTER YANG MENOLAK
PERMINTAAN PENYIDIK
Pasal 216 KUHP :
1. Barangsiapa dengan sengaja tidak menurut perintah atau permintaan
keras, yang dilakukan menurut peraturan Undang-undang oleh Pegawai
Negeri yang diwajibkan mengawasi atau oleh pegawai negeri yang
diwajibkan atau yang dikuasakan mengusut atau memeriksa tindak
pidana.
Demikian juga barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-
halangi atau menggagalkan suatu pekerjaan yang diusahakan oleh salah
seorang pegawai negeri itu untuk menjalankan suatu peraturan undang-
undang, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah
2. Yang disamakan dengan pegawai negeri yang tersebut dalam
bagian pertama ayat diatas ini ialah semua orang yang menurut
peraturan undang-undang selalu atau sementara diwajibkan
menjalankan suatu jabatan umum apapun juga.
3. Kalau pada waktu melakukan kejahatan itu belum lagi dua
tahun sesudah pemidanaan yang dahulu menjadi tetap karena
kejahatan yang sama itu juga, maka pidana itu dapat ditambah
sepertiganya.
Pencabutan Visum Et Repertum
1. Pencabutan permintaan Visum et Repertum pada prinsipnya tidak
dibenarkan, namun kadang kala dijumpai hambatan dari keluarga
korban yang keberatan untuk dilaksanakan bedah mayat dengan
alasan larangan Agama, adat dan lain-lain.
2. Bila timbul keberatan dari pihak keluarga, sesuai dengan ketentuan
KUHAP Pasal 134 ayat 2, maka penyidik wajib menerangkan sejelas-
jelasnya tentang maksud dan tujuan bedah jenazah tersebut.
Lama Penyimpanan
Visum et Repertum
• 10 tahun
• MENGACU PADA PERMENKES NO. 749A TAHUN 1989 TENTANG REKAM
MEDIS

• 30 tahun
• MENGACU PADA SISTEM ARSIP NASIONAL
Pencabutan SPVR.
- Penyidik dibenarkan mencabut SPVR (Instr. Kapolri No.Pol:INS/E/20/IX/75):
“Bila ada keluarga korban/mayat keberatan jika diadakan visum et repertum
bedah mayat, maka adalah kewajiban dari petugas Polri ,Pemeriksa untuk secara
persuasif memberikan penjelasan perlu dan pentingnya autopsi untuk
kepentingan penyidik, kalau perlu ditegakkannya pasal 222 KUHP”.
Pencabutan SPVR
- Pada dasarnya penarikan/pencabutan kembali visum et repertum tidak dapat
dibenarkan.
- Bila terpaksa visum et repertum yang sudah diminta harus diadakan
pencabutan/penarikan kembali, maka hal tersebut hanya dapat diberikan oleh
Komandan Kesatuan paling rendah setingkat Komres dan untuk kota besar hanya
oleh Dantabes.
Visum et Repertum Sementara
• Dibuat atas permintaan penyidik.
• Penatalaksanaan korban belum selesai perawatannya.
• Keterangan tentang cedera korban diperlukan oleh penyidik.
• Perlu dibuat apabila korban pindah tempat perawatan.
• Memuat identitas korban, jenis luka, jenis kekerasan. Kualifikasi luka
belum dapat ditentukan.
Visum et Repertum Psikiatrik
• Suatu persaksian tertulis dalam perkara pidana / perkara perdata,
yang dibuat atas permintaan hakim Ketua Pengadilan dan
mengingat sumpah dokter.
• Tentunya persaksian tersebut adalah tentang keadaan kesehatan jiwa
penderita/terdakwa yang berperkara atau yang telah melanggar
hukum.
Visum et Repertum Psikiatrik
• Menurut Permenkes No.1993/Kdj/U/70, tentang perawatan
penderita penyakit jiwa pasal 15 ayat 2 membedakan kesaksian ahli
jiwa menjadi 2 macam yaitu :
• Keterangan dokter
• Visum et Repertum Psikiatrik
Keterangan dokter
• Keterangan dokter adalah keterangan yang diberikan oleh dokter atas
permintaan jaksa, polisi atau pamong praja dalam pemeriksaan
pendahuluan suatu perkara pengadilan.
• Yang berhak membuat keterangan ini adalah dokter (tidak harus Psikiater).
• Pada prinsipnya setiap dokter yang terdaftar pada DepKes dan telah
mendapat ijin bekerja dari MenKes, berhak membuatnya.
Visum et Repertum Psikiatrik
• Yang berhak meminta visum et repertum psikiatrik ialah Hakim Ketua
PN.
• Yang berhak membuat visum et repertum psikiatrik ialah ahli
kedokteran jiwa suatu tempat perawatan penderita penyakit jiwa
yang ditunujuk pengawas/Kepala DinKes Propinsi.
Syarat pembuatan
Visum et Repertum Psikiatrik
• Harus selesai dalam waktu 3 x 24 jam.
• Bila ada kekuatiran penderita/terdakwa akan lari, dapat
ditempuh pemeriksaan secara jalan dalam waktu yang sama 3 x
24 jam.
• Bila ternyata penderita/terdakwa benar sakit jiwa, maka kepala
tempat perawatan harus membuat laporan kepada hakim PN
(keterangan bahwa pdrta/terdakwa menderita sakit jiwa dan
perlu perawatan dan pengobatan segera).
Kesimpulan Visum et Repertum
Korban Hidup
• Identitas korban
• Jenis luka
• Jenis kekerasan
• Kualifikasi luka
Kesimpulan Visum et Repertum Kejahatan
Seksual
• Jenis luka
• Jenis kekerasan
• Tanda persetubuhan
• Identitas korban / umur
Kesimpulan Visum et Repertum
Korban Mati (Jenasah)
• Identitas korban
• Jenis luka
• Jenis kekerasan
• Sebab kematian
Beberapa peraturan yg harus
diperhatikan
• Menurut Standar Pelayanan Medis yang disusun oleh IDI dan
diterbitkan oleh Dek-Kes RI tahun 1993.
• Daerah yg tidak ada dokter SpF  maka pemeriksaan oleh dokter umum
(minimal di RS kelas D).
• Daerah yg punya dokter SpF  maka pemeriksaan oleh dokter spesialis
Forensik.
Pemeriksaan penunjang
di bidang Ilmu Kedokteran Forensik
• Pemeriksaan Toksikologi
• Pemeriksaan Histopatologi.
• Pemeriksaan Antropologi
• Pemeriksaan/ teknik superimposisi
• Pemeriksaan Laboratorium Forensik Khusus
Undang-Undang Pembunuhan Anak Sendiri
Undang-Undang Aborsi
• UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN

• Bagian VI Kesehatan Reproduksi


• BAB XX KETENTUAN PIDANA
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan
bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi


korban perkosaan.

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
• Pasal 76 Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat
dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
• Pasal 77 Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari
aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang
tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta
bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
LO4
Yang berwenang/wajib melakukan
pemeriksaan
• Menurut KUHP pasal 133 ayat (1) yang berwenang melakukan
pemeriksaan atas tubuh manusia, baik masih hidup maupun sudah
mati, adalah :
• Ahli kedokteran kehakiman
• Dokter
• Ahli lain, karena dengan dipergunakannya kata-kata ‘dan atau ahli’ berarti ahli
lain dapat memeriksa sendiri tanpa bekerjasama dengan dokter
SIAPA YANG BERHAK MEMINTA VISUM ET
REPERTUM
1. Penyidik (KUHAP I butir 1, 6,7,120, 133, PP RI NO 27 Th 1983)
* Pejabat polisi negara RI tertentu sekurang-kurangnya berpangkat PELDA (AIPDA)
* Kapolsek berpangkat Bintara dibawah PELDA (AIPDA)
2. Penyidik Pembantu (KUHAP I Butir 3, 10, PP RI NO. 27 Th 1983)
* Pejabat polisi negara RI tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat SERDA Polisi
(BRIPDA)
3. Provos
* UU No I Darurat Th 1958
* Keputusan Pangab No. Kep/04/P/II/1984
* UU No. 31 tahun 1997 ttg Peradilan Militer
4. Hakim Pidana (KUHAP 180)
SYARAT KEPANGKATAN DAN PENGANGKATAN PENYIDIK
• Pasal 2 (PP no.27 1983)
(1)Penyidik adalah :a.Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;b.Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-
kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tk.I (Golongan II/b) atau yang disamakan dengan itu;
(2)Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a, maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat bintara di bawah Pembantu
Letnan Dua Polisi, karena jabatanya adalah penyidik.
(3)Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik
Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4)Wewenang penunjukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilimpahkan kepada
pejabat Kepolisian Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(5)Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b diangkat oleh Menteri atas usul dari
Departemen yang membawahkan pegawai negeri tersebut. Menteri sebelim melaksanakan
pengangkatan terlebih dahulu mendengar pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian
Republik Indonesia.
(6)Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dapat dilimpahkan kepada
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
DASAR HUKUM
• Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pekerjaan dokter
dalam membantu peradilan:
* KUHAP 133
* KUHAP 134
* KUHAP 179
* KUHP 222
* Reglemen pencatatan sipil Eropa 72
* Reglemen pencatatan sipil Tionghoa 80
* STBL 1871/91
* UU RI No 23 Th 1992 Pasal 70
• Pasal 179 KUHAP
• Ayat 1:
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
• Ayat 2:
Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka
mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang
sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang
keahliannya.
• UU RI No 23 Th 1992 Pasal 70
• Ayat 1:
Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan
bedah mayat untuk penyelidikan sebab penyakit dan atau sebab kematian
serta pendidikan tenaga kesehatan.
• Ayat 2:
Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan
memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.
• Ayat 3:
Ketentuan mengenai bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)
dan Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Sanksi hukum bila dokter menolak
permintaan penyidik,
• dapat dikenakan sanki pidana :Pasal 216 KUHP
Pasal 224
• Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut
undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban
berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam:
1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan;
2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam
bulan.
Sanksi keterangan palsu
Pasal 225
• Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi perintah undang-
undang untuk menyerahkan surat-surat yang dianggap palsu atau
dipalsukan, atau yang harus dipakai untuk dibandingkan dengan surat
lain yang dianggap palsu atau dipalsukan atau yang kebenarannya
disangkal atau tidak diakui, diancam:
• 1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan;
• 2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam
bulan;
Pasal 267
• (1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat
keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau
cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
• (2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan
seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ,
dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan.
• (3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja
memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan
kebenaran.
• Pasal 242
• (1) Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya
memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada
keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas
sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya
yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
• (2) Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan
merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
• (3) Disamakan dengan sumpah adalah janji atau penguatan diharuskan menurut
aturan-aturan umum atau yang menjadi pengganti sumpah.
• (4) Pidana pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 4 dapat dijatuhkan.
Larangan untuk menjadi sanksi
Pasal 168 KUHAP
• Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat
didengar keterangannya dan dapatmengundurkan diri sebagai saksi :
a.Keluarga sedarah atau semendadalam garis lurus ke atas atau
kebawah sampai sederajat ketiga dariterdakwa atau yang bersama-
samasebagai terdakwa
b.Saudara dari terdakwa atau yangbersama-sama sebagai
terdakwa,saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang
mempunyaihubungan karena perkawinan dananak-anak saudara
terdakwa sampaiderajat ketiga
c.Suami atau isteri terdakwa meskipunsudah bercerai atau yang
bersama-sama sebagai terdakwa
Pasal 169 KUHAP
(1)Dalam hal mereka sebagaimanadimaksud dalam pasal 168
menghendakinya dan penuntut umum serta terdakwa secara tegas
menyetujuinya dapat memberi keterangan dibawah sumpah
(2)Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mereka
diperbolehkan memberikan keterangan tanpa sumpah

Anda mungkin juga menyukai