autopsi
AUTOPSI
Ada 3 jns Autopsi
1. Anatomis
a. Utk pendidikan mahasiswa kedokteran
b.Dasar : UU Kesehatan
2. Klinis
a.Kepentingan diagnosa akhir
b.Cara kematiannatural (sakit)
c. Dasarkesepakatan(HK.Perdata)
3. Forensik
a.untuk kepentingan peradilan
b. cara & sebab kematiantidak diketahui
c.dasarKUHAP (HK. PIDANA)
MACAM OTOPSI
• Otopsi anatomis
• Otopsi klinik
• Otopsi kehakiman/Forensik
OTOPSI FORENSIK :
• otopsi yang dilakukan atas dasar perintah yang berwajib untuk
kepentingan peradilan, karena peristiwa yang diduga merupakan
tindak pidana, yang dilakukan dengan cara pembedahan terhadap
jenazah untuk mengetahui dengan pasti penyakit atau kelainan yang
menjadi sebab kematian.
INFORMASI UNTUK DOKTER
SEBELUM MELAKUKAN OTOPSI
1. Kecelakaan lalu lintas
• Bagaimana kecelakaan terjadi
• Siapakah korban
• Apakah ada dugaan korban mabuk, minum obat sejenis Amphetamine dsb
2. Kecelakaan lain
Dokter harus diberitahu benda yang menyebabkan kecelakaan
3. Pembunuhan, bunuh diri
4. Kematian memdadak
5. Kematian setelah berobat / perawatan
6. Tanggal dan jam korban ditemukan meninggal,tanggal dan jam korban terakhir terlihat
masih hidup
TEKNIK OTOPSI
• Pemeriksaan luar
• Pemeriksaan dalam :
– Insisi bentuk I
– Insisi bentuk Y
• Pemeriksaan tambahan
• Pemeriksaan khusus
PEMERIKSAAN LUAR
• Kepala • Identifikasi
•Leher • Pakaian
•Perut • Lebam mayat
•Alat kelamin • Kaku mayat
•Dubur • Pembusukan
•Anggora gerak • Panjang dan berat
•Punggung • badan
•Bokong
1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol
kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat
warna, bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk
identifikasi di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.
2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran)
dari penutup mayat.
3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran)
dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.
4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di
bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar,
warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu,
monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian
bila ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.
5. Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta
ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
8. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit, status gizi,
tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding perut.
9. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi
rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.
10. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala harus
diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai ke akarnya,
paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam
kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
11. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan.
Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang melebar,
bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau
patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan
kiri dan kanan.
12. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
13. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap,
termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya.
14. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh darah.
Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.
15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan yang
ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan selaput darah dan
komisura posterior, periksa sekret liang sanggama. Perhatikan bentuk lubang pelepasan,
perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain
16. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,
edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.
17. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada
tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll.
Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka
dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang
dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu,
dan garis mendatar melalui pusat.
PEMERIKSAAN DALAM
Yang perlu diperhatikan :
• Rongga perut perlu diinspeksi dulu sebelum rongga dada dibuka
• Pemeriksaan dalam kepala harus dilakukan setelah rongga dada
kosong
• Cara mengiris alat tubuh :
• Permukaan terlihat seluas-luasnya
• Satu kali irisan
• Irisan lain sejajar dengan irisan pertama
• Permukaan tidak boleh dicuci tetapi dihapus
PEMERIKSAAN DALAM
• Ayat 1:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
• Ayat 2:
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara tertulis yang
dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan
atau pemeriksaan bedah mayat.
• Ayat 3:
Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yg
memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain
badan mayat.
Pasal 134 KUHAP
(1) Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud
dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu
diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 179 KUHAP
• Hakim pidana
Hakim pidana biasanya tidak langsung minta visum et repertum pada dokter,
tetapi memerintahkan kepada jaksa untuk melengkapi berita acara pemeriksaan
dengan visum et repertum. Kemudian jaksa melimpahkan permintaan hakim
kepada penyidik.
Pihak yang berhak meminta
visum et repertum
• Hakim perdata
Karena di sidang pengadilan perdata tidak ada jaksa,maka hakim perdata minta
langsung visum et repertum kepada dokter.
• Hakim agama
Dasar hukumnya Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman pasal 10.
Hakim agama mengadili perkara yang bersangkutan dengan agama
islam,sehingga permintaan visum et repertum hanya berkenaan dengan hal
syarat untuk berpoligami, syarat untuk melakukan perceraian dan syarat waktu
tunggu seorang janda.
Ketentuan umum dalam pembuatan
Visum et Repertum
a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.
b. Bernomor dan bertanggal.
c. Mencantumkan nama “Pro justitia” dibagian atas (kiri atau tengah)
d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
e. Tidak menggunakan singkatan terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
pemeriksaan.
f. Tidak menggunakan istilah asing atau istilah kedokteran.
g. Berstempel instansi pemeriksa tersebut.
h. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan.
i. Hanya diberikan kepada penyidik peminta Visum et Repertum (instansi).
Format Visum et Repertum
• Pembukaan PRO JUSTITIA
• Pendahuluan Identitas
• Pemberitaan Hasil pemeriksaan
(objektif)
• Kesimpulan Pendapat pemeriksa
(subjektif, ilmiah)
• Penutup Sumpah, ilmiah,
tandatangan, cap, dsb
Bagian-bagian Visum et Repertum
1. PRO JUSTISIA
• Kata ini dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum tidak perlu
bermaterai, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.
2. PENDAHULUAN
• Bagian ini memuat antara lain :
• Identitas pemohon visum et repertum
• Identitas dokter yang memeriksa / membuat visum et repertum
• Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya)
• Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan
• Identitas korban
• Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban dirawat, waktu
korban meninggal
• Keteranganmengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban pada dokter dan waktu
saat korban diterima dirumah sakit
3. PEMBERITAAN
• Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis kel,TB/BB), serta
keadaan umum .
• Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.
• Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan.
• Hasil pemeriksaan tambahan.
• Syarat-syarat :
• Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awam.
• Angka harus ditulis dengan huruf (4 cm ditulis empat sentimeter).
• Tidak dibenarkan menulis diagnosa luka (luka bacok, luka tembak dll).
• Luka harus dilukiskan dengan kata-kata.
• Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan
ditemukan).
4. KESIMPULAN
• Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai
hasil pemeriksaan sesuai dgn pengetahuan yang sebaik-baiknya.
• Seseorang melakukan pengamatan dengan kelima panca indera
(pengelihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan perabaan).
• Sifatnya subjektif.
5. PENUTUP
• Memuat kata “Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat
sumpah pada waktu menerima jabatan”.
• Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.
Peranan Visum et Repertum
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Keterangan terdakwa
4. Surat-surat
5. Petunjuk
• 30 tahun
• MENGACU PADA SISTEM ARSIP NASIONAL
Pencabutan SPVR.
- Penyidik dibenarkan mencabut SPVR (Instr. Kapolri No.Pol:INS/E/20/IX/75):
“Bila ada keluarga korban/mayat keberatan jika diadakan visum et repertum
bedah mayat, maka adalah kewajiban dari petugas Polri ,Pemeriksa untuk secara
persuasif memberikan penjelasan perlu dan pentingnya autopsi untuk
kepentingan penyidik, kalau perlu ditegakkannya pasal 222 KUHP”.
Pencabutan SPVR
- Pada dasarnya penarikan/pencabutan kembali visum et repertum tidak dapat
dibenarkan.
- Bila terpaksa visum et repertum yang sudah diminta harus diadakan
pencabutan/penarikan kembali, maka hal tersebut hanya dapat diberikan oleh
Komandan Kesatuan paling rendah setingkat Komres dan untuk kota besar hanya
oleh Dantabes.
Visum et Repertum Sementara
• Dibuat atas permintaan penyidik.
• Penatalaksanaan korban belum selesai perawatannya.
• Keterangan tentang cedera korban diperlukan oleh penyidik.
• Perlu dibuat apabila korban pindah tempat perawatan.
• Memuat identitas korban, jenis luka, jenis kekerasan. Kualifikasi luka
belum dapat ditentukan.
Visum et Repertum Psikiatrik
• Suatu persaksian tertulis dalam perkara pidana / perkara perdata,
yang dibuat atas permintaan hakim Ketua Pengadilan dan
mengingat sumpah dokter.
• Tentunya persaksian tersebut adalah tentang keadaan kesehatan jiwa
penderita/terdakwa yang berperkara atau yang telah melanggar
hukum.
Visum et Repertum Psikiatrik
• Menurut Permenkes No.1993/Kdj/U/70, tentang perawatan
penderita penyakit jiwa pasal 15 ayat 2 membedakan kesaksian ahli
jiwa menjadi 2 macam yaitu :
• Keterangan dokter
• Visum et Repertum Psikiatrik
Keterangan dokter
• Keterangan dokter adalah keterangan yang diberikan oleh dokter atas
permintaan jaksa, polisi atau pamong praja dalam pemeriksaan
pendahuluan suatu perkara pengadilan.
• Yang berhak membuat keterangan ini adalah dokter (tidak harus Psikiater).
• Pada prinsipnya setiap dokter yang terdaftar pada DepKes dan telah
mendapat ijin bekerja dari MenKes, berhak membuatnya.
Visum et Repertum Psikiatrik
• Yang berhak meminta visum et repertum psikiatrik ialah Hakim Ketua
PN.
• Yang berhak membuat visum et repertum psikiatrik ialah ahli
kedokteran jiwa suatu tempat perawatan penderita penyakit jiwa
yang ditunujuk pengawas/Kepala DinKes Propinsi.
Syarat pembuatan
Visum et Repertum Psikiatrik
• Harus selesai dalam waktu 3 x 24 jam.
• Bila ada kekuatiran penderita/terdakwa akan lari, dapat
ditempuh pemeriksaan secara jalan dalam waktu yang sama 3 x
24 jam.
• Bila ternyata penderita/terdakwa benar sakit jiwa, maka kepala
tempat perawatan harus membuat laporan kepada hakim PN
(keterangan bahwa pdrta/terdakwa menderita sakit jiwa dan
perlu perawatan dan pengobatan segera).
Kesimpulan Visum et Repertum
Korban Hidup
• Identitas korban
• Jenis luka
• Jenis kekerasan
• Kualifikasi luka
Kesimpulan Visum et Repertum Kejahatan
Seksual
• Jenis luka
• Jenis kekerasan
• Tanda persetubuhan
• Identitas korban / umur
Kesimpulan Visum et Repertum
Korban Mati (Jenasah)
• Identitas korban
• Jenis luka
• Jenis kekerasan
• Sebab kematian
Beberapa peraturan yg harus
diperhatikan
• Menurut Standar Pelayanan Medis yang disusun oleh IDI dan
diterbitkan oleh Dek-Kes RI tahun 1993.
• Daerah yg tidak ada dokter SpF maka pemeriksaan oleh dokter umum
(minimal di RS kelas D).
• Daerah yg punya dokter SpF maka pemeriksaan oleh dokter spesialis
Forensik.
Pemeriksaan penunjang
di bidang Ilmu Kedokteran Forensik
• Pemeriksaan Toksikologi
• Pemeriksaan Histopatologi.
• Pemeriksaan Antropologi
• Pemeriksaan/ teknik superimposisi
• Pemeriksaan Laboratorium Forensik Khusus
Undang-Undang Pembunuhan Anak Sendiri
Undang-Undang Aborsi
• UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
• Pasal 76 Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat
dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
• Pasal 77 Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari
aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang
tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta
bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
LO4
Yang berwenang/wajib melakukan
pemeriksaan
• Menurut KUHP pasal 133 ayat (1) yang berwenang melakukan
pemeriksaan atas tubuh manusia, baik masih hidup maupun sudah
mati, adalah :
• Ahli kedokteran kehakiman
• Dokter
• Ahli lain, karena dengan dipergunakannya kata-kata ‘dan atau ahli’ berarti ahli
lain dapat memeriksa sendiri tanpa bekerjasama dengan dokter
SIAPA YANG BERHAK MEMINTA VISUM ET
REPERTUM
1. Penyidik (KUHAP I butir 1, 6,7,120, 133, PP RI NO 27 Th 1983)
* Pejabat polisi negara RI tertentu sekurang-kurangnya berpangkat PELDA (AIPDA)
* Kapolsek berpangkat Bintara dibawah PELDA (AIPDA)
2. Penyidik Pembantu (KUHAP I Butir 3, 10, PP RI NO. 27 Th 1983)
* Pejabat polisi negara RI tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat SERDA Polisi
(BRIPDA)
3. Provos
* UU No I Darurat Th 1958
* Keputusan Pangab No. Kep/04/P/II/1984
* UU No. 31 tahun 1997 ttg Peradilan Militer
4. Hakim Pidana (KUHAP 180)
SYARAT KEPANGKATAN DAN PENGANGKATAN PENYIDIK
• Pasal 2 (PP no.27 1983)
(1)Penyidik adalah :a.Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;b.Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-
kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tk.I (Golongan II/b) atau yang disamakan dengan itu;
(2)Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a, maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat bintara di bawah Pembantu
Letnan Dua Polisi, karena jabatanya adalah penyidik.
(3)Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik
Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4)Wewenang penunjukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilimpahkan kepada
pejabat Kepolisian Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(5)Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b diangkat oleh Menteri atas usul dari
Departemen yang membawahkan pegawai negeri tersebut. Menteri sebelim melaksanakan
pengangkatan terlebih dahulu mendengar pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian
Republik Indonesia.
(6)Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dapat dilimpahkan kepada
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
DASAR HUKUM
• Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pekerjaan dokter
dalam membantu peradilan:
* KUHAP 133
* KUHAP 134
* KUHAP 179
* KUHP 222
* Reglemen pencatatan sipil Eropa 72
* Reglemen pencatatan sipil Tionghoa 80
* STBL 1871/91
* UU RI No 23 Th 1992 Pasal 70
• Pasal 179 KUHAP
• Ayat 1:
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
• Ayat 2:
Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka
mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang
sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang
keahliannya.
• UU RI No 23 Th 1992 Pasal 70
• Ayat 1:
Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan
bedah mayat untuk penyelidikan sebab penyakit dan atau sebab kematian
serta pendidikan tenaga kesehatan.
• Ayat 2:
Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan
memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.
• Ayat 3:
Ketentuan mengenai bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)
dan Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Sanksi hukum bila dokter menolak
permintaan penyidik,
• dapat dikenakan sanki pidana :Pasal 216 KUHP
Pasal 224
• Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut
undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban
berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam:
1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan;
2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam
bulan.
Sanksi keterangan palsu
Pasal 225
• Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi perintah undang-
undang untuk menyerahkan surat-surat yang dianggap palsu atau
dipalsukan, atau yang harus dipakai untuk dibandingkan dengan surat
lain yang dianggap palsu atau dipalsukan atau yang kebenarannya
disangkal atau tidak diakui, diancam:
• 1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan;
• 2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam
bulan;
Pasal 267
• (1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat
keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau
cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
• (2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan
seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ,
dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan.
• (3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja
memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan
kebenaran.
• Pasal 242
• (1) Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya
memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada
keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas
sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya
yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
• (2) Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan
merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
• (3) Disamakan dengan sumpah adalah janji atau penguatan diharuskan menurut
aturan-aturan umum atau yang menjadi pengganti sumpah.
• (4) Pidana pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 4 dapat dijatuhkan.
Larangan untuk menjadi sanksi
Pasal 168 KUHAP
• Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat
didengar keterangannya dan dapatmengundurkan diri sebagai saksi :
a.Keluarga sedarah atau semendadalam garis lurus ke atas atau
kebawah sampai sederajat ketiga dariterdakwa atau yang bersama-
samasebagai terdakwa
b.Saudara dari terdakwa atau yangbersama-sama sebagai
terdakwa,saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang
mempunyaihubungan karena perkawinan dananak-anak saudara
terdakwa sampaiderajat ketiga
c.Suami atau isteri terdakwa meskipunsudah bercerai atau yang
bersama-sama sebagai terdakwa
Pasal 169 KUHAP
(1)Dalam hal mereka sebagaimanadimaksud dalam pasal 168
menghendakinya dan penuntut umum serta terdakwa secara tegas
menyetujuinya dapat memberi keterangan dibawah sumpah
(2)Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mereka
diperbolehkan memberikan keterangan tanpa sumpah