Anda di halaman 1dari 40

PENYAKIT GINJAL

dr. Danny Irawan, Sp.PD


INFEKSI SALURAN KEMIH

 ISK  Istilah umum yang menunjukkan keberadaan


mikroorganisme (MO) di dalam urine

 Sebanyak 25-35% wanita pernah mengalami ISK semasa


hidupnya. ISK pada laki-laki jarang kecuali ada pencetus

 Bakteriuria bermakna  pertumbuhan MO murni lebih dari 105


colony forming unit (CFU)/mL pada biakan urine

 Bakteriuria bermakna tanpa presentasi klinis disebut


bakteriuria asimtomatik  kebalikan dari bakteriuria
bermakna simtomatik
 Hampir semua ISK disebabkan invasi MO ascending dari
uretra ke kandung kemih

 Pencetus ISK : Batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih,


penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, DM paska
transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit Sickle-cell ,
senggama, kehamilan dan peserta KB progesterone,
kateterisasi.
Gejala Klinis ISK

 Pielonefritis Akut (PNA)  Demam tinggi, disertai menggigil


dan sakit pinggang. Sering didahului gejala ISK bawah.

 ISK bawah (sistitis)  Sakit suprapubik, polakisuria, nokturia,


disuria, dan stranguria

 Sindrom uretra akut (SUA)  Sulit dibedakan dengan sistitis,


sering ditemukan pada perempuan usia 20 – 50 tahun, cfu/ml
urine < 105

 ISK rekuren  terdiri dari : A) Re-infeksi, episode infeksi interval


> 6 minggu dgn MO berbeda. B) Relapsing infection, setiap
infeksi disebabkan MO sama karena terapi kurang adekuat
Komplikasi ISK

 ISK sederhana  sistitis, non-obstruksi, bukan pada wanita


hamil, merupakan self-limiting disease.

 ISK berkomplikasi  ISK pada kehamilan dan ISK pada DM


Manajemen ISK

ISK Bawah

 Meliputi intake cairan yang banyak, antibiotik adekuat, bila


perlu alkalinisasi urin

 Koreksi faktor risiko pada re-infeksi berulang

ISK Atas

 Umumnya memerlukan rawat inap untuk menjaga hidrasi dan


antibiotik parenteral sedikitnya 48 jam
Pencegahan

 Uji saring bakteriuria asimtomatik dgn jadual tertentu pada


kelompok pasien perempuan hamil, penderita DM
perempuan, pasca transplantasi ginjal pd perempuan dan
laki-laki, kateterisasi pd laki-laki dan perempuan

 Perempuan hamil disertai baksiluria asimtomatik harus


mendapat terapi antimikroba

 Bakteriuria asimtomatik pada perempuan DM > non DM 


pemicu PNA dan insufisiensi renal  beri terapi antimikroba
 Prevalensi bakteriuria asimtomatik 35 – 79% pd resipien 3 – 4
bulan pertama, diduga terkait indwelling catheter sebagai
faktor risiko  risiko PNA (Graft infection) septikemia diikuti
penurunan laju filtrasi glomerulus

 Prevalensi infeksi nosokomial terkait pemasangan kateter urin


sebesar 40%. Bakteriuria asimtomatik 26% pada pasien
indwelling catheter mulai hari ke-2 sampai 10. Hampir ¼
diantaranya diikuti presentasi klinis ISK. Umumnya bakteriuria
bersifat polimikroba

 Antibiotika tidak dianjurkan sebagai pencegahan infeksi


saluran kemih terkait kateter
GLOMERULONEFRITIS

 Glomerulonefritis (GN) : Penyakit Inflamasi / Non-inflamasi


glomerulus  perubahan permeabilitas, struktur, dan fungsi
glomerulus

 Kerusakan GN  mekanisme imunologik

 GN Primer  penyakit dasar dari ginjal sendiri. GN sekunder


akibat penyakit sistemik lain (DM, SLE, MM, Amiloidosis)

 Etiologi diagnosis didapat dari Biopsi  Jarang dilakukan


Imunopatogenesis GN
Circulating Immune Complex (CIC)

Kompleks Komplemen
Ag Eksogen Imun teraktivasi
(Ag-AB)

Antibodi
Spesifik
Degradasi

Menetap di sirkulasi

Ginjal
Terikat Reseptor-Fc Aktivasi sistem
pada sel mesangial komplemen
Imunopatogenesis GN
Deposit Kompleks Imun in-situ

Fixed-Ag
Kompleks
Imun
Ginjal
(Ag-AB)

Antibodi

Aktivasi sistem
komplemen
secara lokal
Imunopatogenesis GN
Cell-mediated Immunity

Ag Eksogen
dan
Sensitisasi Ginjal
sel T
Endogen

Aktivasi
Makrofag

Delayed Type
Hypersensitivity
Gejala dan Tanda

 Mulai dari kelainan urin asimtomatik, hematuri makroskopik,


sindrom nefrotik, sindrom nefritik, GN progresif cepat dan GN
kronik

 Sebagian besar menunjukkan gejala tidak khas

 Gejala umum : proteinuria, hematuria, penurunan fungsi


ginjal, perubahan ekskresi garam  edema, kongesti aliran
darah, dan hipertensi
Kelainan Urine Asimtomatik

 Hematuria mikroskopik dengan / tanpa proteinuria

 Hematuria mikroskopik : 2 eritrosit / lpb sedimen urin dnegan 3000


putaran per menit selama 5 menit

ATAU

Eritrosit > 10 x 106 /L

 Dapat diikuti proteinuria non-nefrotik (<3,5g/24jam)

 Sering disertai silinder eritrosit

 Biasanya tanpa keluhan sakit, tampilan urin berwarna kecoklatan

 Singkirkan kemungkinan Hemoglobinuria, mioglobinuria, porfiriam


pengaruh makanan atau obat (rifampisin)
Sindrom Nefrotik

 Proteinuria ≥ 3,5 g/1,73 m2 /hari, hipoalbuminemia, edema anasarka,


dan hiperlipidemia.

 Urin : Lipiduria (Oval Fat bodies)dan silinder eritrosit.

 Fungsi ginjal umumnya normal

Sindrom Nefritik

 Urin : Hematuria dan silinder eritrosit, proteinuria, edema, hipertensi dan


penurunan fungsi ginjal

 Sindroma nefritik fokal : proteinuria < 1,5 g/24jam

 Sindroma nefritik difus : Proteinuria lebih berat tetap belum sampai


nefrotik
Glomerulonefritis progresif cepat

 Kerusakan mendadak dan berat, penurunan fungsi ginjal dalam


beberapa hari atau minggu

 Terdapat tanda uremia akut, gambaran nefritik. Pada biopsi ginjal


menunjukkan gambaran spesifik

Glomerulonefritis Kronik

 Proteinuria persisten dengan / tanpa hematuria

 Penurunan fungsi ginjal progresif lambat


Etiologi

 Sebagian besar tidak diketahui

 Pada penyebab infeksi  Beta Streptokokus dan Virus


Hepatitis C

 Faktor presipitasi (infeksi, paparan obat)  Inisiasi respon imun


yang dapat menyebabkan GN
Diagnosis
 Anamnesis : Riwayat GN dalam keluarga, penggunaan
OAINS, preparat emas organik, heroin, imunosupresif
(siklosporin, takrolimus), riwayat infeksi streptokokus,
endokarditis, infeksi virus, penyakit keganasan, penyakit
multisistem (DM, amiloidosis, Lupus, Vaskulitis)

 Pemeriksaan Fisik : Edema tungkai, edema periorbita. Edema


anasarka ditemukan pada sindroma nefrotik.
Hipoalbuminemia kronik kuku pucat dan membentuk pita
putih. Perlu disingkirkan adanya gagal jantung atau sirosis
hepatis
Diagnosis….

 Urinalisis : Hematuria dan silinder eritrosit. Proteinuria > 1


g/24jam berasal dari glomerulus

 Pemeriksaan gula darah, albumin serum, profil lemak, fungsi


ginjal  membantu diagnosis

 Pemeriksaan ASTO, C3, C4, ANA, anti-ds DNA, antibodi anti-


GBM (glomerular basement membrane), ANCA 
menegakkan diagnosis dan membedakan GN primer /
sekunder

 USG Ginjal  ukuran ginjal dan singkirkan penyebab lain

 Biopsi ginjal  diagnosis histopatologis dan panduan terapi.


Tidak dilakukan bila ukuran ginjal < 9 cm
Klasifikasi
GN Non-Proliferatif

 GN Lesi Minimal (GNLM)

Sering disebut Nefrosis Lupoid. Pada ME terlihat fusi atau hilangnya foot
processes sel epitel viseral glomerulus

 Glomerulosklerosis fokal dan Segmental (GSFS)

Klinis : proteinuria masif, hipertensi, hematuria, dan sering gangguan


fungsi ginjal. Pada MC terlihat sklerosis glomerulus pada segmen
tertentu

 GN membranosa (GNMS)

Sering menyebabkan SN. Sebagian besar idiopatik, sebagian akibat


obat, lupus, hepatitis virus, tumor ganas. MC tdk menunjukkan kelainan,
MIF terdapat deposit IgG dan C3 berbentuk granular pada dinding
kapiler glomerulus
Klasifikasi….

GN Proliferatif

 GN Membrano-Proliferatif (GNMP)

Primer (idiopatik) dan sekunder (infeksi kronik, autoimun sistemik).


Pemeriksaan serologi Hipokomplemenemia. MC : penebalan dinding
kapiler dan penambahan matrik mesangial. Pengecatan PAS
ditemukan MBG splitting disebut double contour / trem-track
appearance. Pada MIF : endapan C3, C1q, C4 dan C2

 GN Progresif Cepat (GNPC)

GN pasca Streptokokus, sindrom Goodpasture, Lupus Nefritis, vaskulitis,


krioglobulinemia atau idiopatik. Pada histopatologi ditemukan kresen
seluler pada sebagian besar glomerulus

Nefropati IgA dan IgM termasuk GNPC


Penatalaksanaan

 Spesifik : Imunosupresif

Kortikosteroid menghambat sitokin proinflamasi (IL-1β, TNF-α) dan transkripsi NFκB

Prednison 1 mg/kgBB/hari, dosis max 60-80mg selama 6-8 mgg, diturunkan


bertahap setelah remisi komplit (proteinuria ≤ 200 mg/hari dan albumin serum > 3,5
g/L (pada GNLM dewasa, remisi komplit 12-16 mgg)

GSFS membutuhkan kombinasi imunosupresif lain (siklofosfamid, klorambusil,


azatioprin), juga sebagai terapi lanjutan

 Non-Spesifik : menghambat progresivitas

Kontrol tekanan darah dan proteinuria (ACE-I atau ARBs), target tekanan darah <
130/80 mmHg atau <125/75 mmHg bila proteinuria > 1g/24 jam

Asupan protein 0,8 g/kgBB/hari

Kontrol kadar lemak darah dgn HMG CoA reduktase


Komplikasi
 Hiperkoagulasi denagn berbagai akibatnya

 Gangguan fungsi ginjal (sering pada GSFS dan GNMN)

 Risiko infeksi akibat imunosupresif

Prognosis

 GN  fibrosis glomerulus

 GN akut biasanya membaik dengan sedikit atau tanpa kerusakan


ginjal
SINDROM NEFROTIK

 Ditandai Proteinuria masif (> 3,5 g/hari), hipoalbuminemia (<


3,5 g), edema anasarka, hiperkolesterolemia, lipiduria

 Umumnya fungsi ginjal normal

 Dapat disebabkan GN primer dan sekunder akibat infeksi,


keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau toksin dan
penyakit sistemik
Proteinuria

 Proteinuria glomerular  Meningkatnya filtrasi makromolekul


melewati dinding kapiler glomerulus

 SN terutama disebabkan injury sel podosit  progresi menjadi


PGK

 Gangguan mekanisme size barrier dan charge barrier


Hipoalbuminemia

 Disebabkan proteinuria masif  penurunan tekanan onkotik


plasma  peningkatan sintesis albumin, tetapi tdk mampu
mengatasi hipoalbumin

 Diet tinggi protein mendorong peningkatan ekskresi albumin


melalui urin
Edema

 Teori Underfill : Hipoalbuminemia  penurunan tekanan


onkotik plasma  cairan bergeser dari intravaskuler ke
interstisial  edema dan hipovolemia  aktivasi sistem RAA 
retensi natrium dan air  memperberat edema

 Teori overfill : Defek primer nefron distal utk mengekskresikan


Natrium  peningkatan volume darah  Menekan sistem
RAA dan vasopressin  cenderung hipertensi. Akibat tekanan
onkotik rendah  transudasi cairan ke ekstraseluler  edema
Hiperkoagulasi

 Disebabkan peningkatan sintesis protein di hati dan


kehilangan protein urin

 Insiden trombosis arteri dan vena meningkat 10-40% pada SN


 tromboemboli meningkat tajam bila albumin < 2 g/dL

 Trombosis vena renalis sering pada ekskresi protein > 10 g/hari


 dapat menyebabkan tromboemboli paru

 Emboli paru dan DVT sering pada SN


Hiperlipidemia dan Lipiduria

 Dicetuskan menurunnya tekanan onkotik plasma  reversibel

 Pasien SN memiliki risiko 5x lipat lbh tinggi terhadap kematian


akibat koroner (kecuali GNLM)

 LDL tinggi disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa


gangguan katabolisme. Gangguan konversi VLDL dan IDL
menjadi LDL  kadar VLDL tinggi. Menurunnya aktivitas enzim
lipoprotein lipase (LPL)  katabolisme VLDL turun

 Lipiduria ditandai oval fat bodies dan fatty cast


Metabolisme Kalsium dan Tulang

 Vitamin D yang terikat protein dan Kalsium yang terikat


albumin akan berkurang kadarnya dalam darah

 Karena fungsi ginjal umumnya normal pada SN  Jarang


dijumpai osteomalasia atau hiperparatiroid yang tak
terkontrol
Efek Metabolik Lain dari SN

 Kehilangan hormon Thyroid terikat protein dan penurunan


kadar tiroksin plasma, tetapi fT4 dan TSH tetap normal  tidak
menimbulkan gangguan, kecuali pada penurunan fungsi
ginjal

 Anemia akibat defisiensi eritripoietin dan proteinuria

 Ikatan obat dalam plasma terganggu  dosis clofibrate,


warfarin, furosemide perlu diturunkan
Infeksi

 Infeksi pada SN akibat penurunan IgG, IgA dan Gamma


globulin (humoral), jumlah sel T berkurang dalam sirkulasi
(seluler) karena keluarnya transferin dan zinc yg dibutuhkan
sel T

 Akumulasi cairan  tempat pertumbuhan yang baik utk


bakteri

 Edema menyebabkan dilusi faktor imun humoral lokal


Gangguan Fungsi Ginjal pada SN

 Gagal Ginjal Akut (GGA) : Penurunan volume plasma


dan/atau sepsis sering menimbulkan GGA prerenal atau NTA.
Selain itu edema intrarenal menyebabkan kompresi tubulus
ginjal

 Gagal Ginjal Kronik (GGK) : Bila bersifat progresif  PGTA


kecuali pada GNLM. Risiko meningkat sesuai derajat
proteinuria, peningkatan risiko bermakna pada proteinuria >
5g/hari
Pengobatan
 Pengobatan Spesifik : untuk mengatasi penyakit dasar

 Pengobatan Non-spesifik : mengurangi proteinuria, mengontrol


edema, mengurangi komplikasi

Diuretik dan diet rendah garam (< 2g/hari) dan tirah baring untuk
mengontrol edema

Batasi asupan protein 0,8-1 g/kgBB/hari

Obat ACE-1 atau ARB menurunkan tekanan darah dan mengurangi


proteinuria

Pemberian antikoagulan jangka panjang menguntungkan

Jika trombosis, dapat diberi heparin dilanjutkan warfarin

Obat golongan statin untuk menurunkan LDL, trigliserid dan


meningkatkan HDL
Pyelonefritis Akut

 Penyakit infeksi yang melibatkan parenkim ginjal dan pelvis


renalis

 Bakteri gram negatip (E coli, Proteus, Klebsiella, enterobacter


dan Pseudomonas) merupakan penyebab tersering

 Bakteri gram positip lebih jarang ditemukan (Enterococcus


faecalis dan S aureus)

 Umumnya infeksi naik dari saluran kemih bagian bawah,


kecuali pada infeksi S aureus umumnya dari penyebaran
hematogenik
Temuan Klinis
 Gejala : Demam, nyeri pinggang, menggigil, gejala iritatif
(urgency, frequency, dysuria), mual dan muntah, terkadang
diare

 Tanda : Demam dan takikardia. Nyeri tekan sudut


costovertebra juga didapatkan

 Lab DL menunjukkan lekositosis dan shift to the left, urinalisis


menunjukkan pyuria, bakteriuria, dan hematuria. Kultur urin
menunjukkan pertumbuhan kuman yang menginfeksi

 Pada pyelonefritis komplikata, USG menunjukkan Hidronefrosis


akibat batu atau sumbatan lainnya
Komplikasi

 Sepsis dan syok dapat terjadi

 Pada diabetesi, pyelonefritis emfisematus akibat kuman yg


memproduksi gas dapat mengancam jiwa

 Jika disertai penyakit ginjal lainnya, dapat terjadi scar atau


pyelonefritis kronik

 Terapi inadekuat menyebabkan pembentukan abses


Pengobatan

 Antimikroba berdasarkan kultur urin dan darah

 Pada pasien ranap, ampicillin intravena dan aminoglikosida dapat


diberikan sembari menunggu hasil kultur

 Pada pasien rajal, quinolon dapat diberikan

 Demam dapat terjadi sampai 72 jam, kegagalan respon terapi


menandakan perlunya pemeriksaan CT atau USG untuk menyingkirkan
komplikasi lain

 Kateter diperlukan pada retensi urin, nefrostomy dibutuhkan jika


terdapat obstruksi ureter

 Antibiotik intravena diberikan sampai 24 jam bebas demam,


dilanjutkan antibiotik oral 7-14 hari
Prognosis

 Dengan diagnosis dini dan terapi yang baik, pyelonefritis akut


memiliki prognosis baik

 Faktor penyulit lain seperti adanya penyakit ginjal yang


mendasari dan usia pasien menjadi faktor yang
memberatkan
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai