Anda di halaman 1dari 17

Corynebacterium diphtheriae

Oleh :

Dr.dr.Hj. Efrida Warganegara, M.Kes., Sp.MK


C.diphtheriae
Kharakteristik Umum :
* Diameter 0,5-1 cm, Gram positif, bentuk : club-
shaped rod (coryneform)
* Sering tersusun dlm bentuk huruf V dan L
* Kadang-kadang berkelompok spt / disebut “Chinese
character” (tulisan huruf Cina)
* Penyebab diphtheria mel. kolonisasi pada sal. nafas
bag. atas dan mengeluarkan eksotoksin yg potensial
* Anaerob fakultatif,optimal dalam suasana aerob
* Tidak bergerak
* Katalase positif
C.diphtheriae
o Biakan  Gambaran koloni pleomorfis
o - perbenihan Pai,
o - perbenihan serum Loeffler,
o - perbenihan agar darah  koloni kecil bergranuler
berwarna abu-abu dgn tepi tdk teratur, terdapat
zona hemolisis
o - Perbenihan serum (12-24 jam,37°C): koloni-koloni
kecil, mengkilap berwarna putih keabuan.
o - Pada agar yang mengandung kalium tellurite, koloni
berwarna coklat sampai hitam karena tellurite
direduksi intraseluler.
C.diphtheriae

o Tidak membentuk spora, tidak tahan asam,


sedikit cenderung untuk bercabang
o Tumbuh secara aerob, Bersifat toksigenik
o Terdapat 4 biotipe C. diphtheriae yang dikenali :
1. Gravis
2. Mitis
3. Intermedius
4. Belfanti
o Tetapi sangat sulit dibedakan antar biotipe
PATHOGENESIS
- Secara alami, C. diphteriae berada dalam saluran
respirasi, pada luka, atau kulit yg terinfeksi atau
karier normal
- Penyebaran  melalui tetesan, kontak dgn individu
yang terkena. Basil tumbuh di membran mukosa, atau
abrasi kulit dan memproduksi toksin
- Semua yang bersifat toxigenic dari C. diphteriae
mampu menghasilkan exotoxin penyakit yang sama
- Produk toxin in vitro bergantung:
besar konsentrasi besi (optimal saat konsentrasi
besi 0,14 g/ml besi; ditekan saat 0,5 g/ml besi )
o Faktor lain yang mempengaruhi toxin in vitro:
a) Tekanan Osmotik; b) Konsentrasi Asam Amino;
c) pH; d) Ketersediaan sumber C dan N
o Faktor yang mempengaruhi toxin in vivo tidak
diketahui
o Target primer sel dari toksin adalah sal. nafas bag.
atas jantung dan sel syaraf
o Bentuk terinactivasi (toxoid), adalah komponen vaksin
difteri, toksoid tetanus dan pertusis (DPT)
o Produksi toksin dapat dilihat dengan :
a. agar diffusion Elek test (in vitro)
b. in vivo test
c. tissue culture cells test
o Toxin diphteri adalah heat-labile polypeptide
(BM=62000)
o Dosis lethal 0,1 g/kg
o adalah eksotoksin yg potensial, t.d 2 komponen (A
dan B)
- komponen B berikatan dgn reseptor membran
sel spesifik (yg dibutuhkan utk menangkap
komponen A dan B oleh sel)
- component A adalah suatu enzyme (ADP ribosyl
transferase) yg merupakan ADP ribosylates
elongation factor 2 (EF2) menghambat
pergerakan rantai peptida, thus menyetop
protein synthesis
GEJALA KLINIK

- Dimulai dgn pharyngitis ringan dengan sedikit demam


dan menggigil  menyebar ke nasopharynx atau
kebawah sampai di larynx dan trachea
- Bakteri sendiri tidak menyebar tapi melepaskan
eksotoksin diphtheria dalam sirkulasi (toxaemia) dan
menyebabkan symptom tambahan seperti hoarseness
and stridor
- Menghasilkan pseudomembran yang abu-abu kotor,
melekat erat pada dasar, menyebar, terdiri dari
inflammatory necrosis, fibrin, epithelial cells,
neutrophils, monocytes dan bacteria
-
- menyebabkan cervical adenitis dan edema, yg pada bbp kasus
dapat menghasilkan “bull neck” yg khas
- Rasa lemah dan sesak napas segera mengikuti karena
obstruksi yang disebabkan oleh membran.
- Obstruksi ini akan menyebabkan kekurangan oksigen sampai
mati lemas jika tidak diobati secara tepat dengan inkubasi
atau tracheostomy.
o Irreguler cardiac ritmik menandakan kerusakan pada
jantung, kemudian ada kesulitan dengan penglihatan, bicara,
menelan atau pergerakan lengan atau kaki.
o Semua manifestasi cenderung terjadi secara spontan.

o Umumnya var gravis cenderung memyebabkan penyakit yang


lebih parah daripada var mitis.
o Tetapi penyakit yg sama dapat ditimbulkan oleh semua tipe.
Laboratory diagnosis
- Pengecatan : Gram, neisser
- Kultur pada 2 media khusus :
a. tellurite-containing medium  C.Diphtheriae
mereduksi tellurite,merubah colony abu jadi
hitam
b. Loeffler coagulated serum medium 
C.diphtheriae menghasilkan banyak granula
volutin yang dapat dicat metakhromatik
Control
* Pengobatan dengan antitoxin (ADS) dan antibiotics
* Pencegahan melalui vaksinasi dengan toxoid dalam
DTP diikuti oleh booster Td (tetanus dan
diphtheria toxoids).
* Vaksinasi tidak mencegah kolonisasi, tetapi jelas
mengurangi kecepatan kolonisasi
* Masalah utama pada kontrol dipteria adalah Eliminasi
dari keadaan karier.
* Usaha kontrol: 1) Isolasi & YanKes; 2) Menggunakan
eritromisin dan penisilin; 3) Imunisasi
Complication
- asphyxiation dari psudomembrane
- myocarditis dan kadang-kadang
lebih berat cardiotoxicity
- paralysis palatum mole dan lebih
berat neuropathi
PENGOBATAN

o Pasien dipteria Antitoxin


Toxin Netral
o Penisilin dan eritromisin Anti
Mikroba yang efektif
o Eritromisin Memberantas keadaan
Karier
o Penisilin Menekan lesi pada
dipteria cutaneus
PENCEGAHAN
o Imunisasi Massal Faktor utama
untuk kontrol dipteria (Pertusis,
Tetanus, Hemophilus Influenza
Tipe B)
o Ibu rumah tangga dengan dipteria
respirasi Profilaksis
Epidemiologi
* Ditularkan melalui penyebaran droplet,
oleh kontak langsung dengan infeksi
pada kulit, atau pada tingkat yang
lebih rendah, oleh fomites.
* Beberapa subyek sembuh sebagai
carrier nasal atau pharyngeal dan
organisme tsb akan mendiami
tubuhnya selama beberapa
minggu/bulan, bahkan seumur
hidupnya.
* Diphtheria masih terjadi di negara
berkembang, tapi diphteria jarang
terjadi karena dilakukan imunisasi
- secara luas.
* Penderita diphteria biasanya orang-orang
yang tidak memperoleh imunisasi yang
cukup, seperti: pekerja yg suka
berpindah, orang yang hanya tinggal di
suatu wilayah utk sementara waktu,
dan orang-orang yang memang menolak
diberi imunisasi.
Schick test
right arm left arm
toxin heated-toxin
24-48 h 6 d 24-48 h 6 d
+ + - - positive
- - - - negative
+ - + - pseudo-reaction
+ + + - combine-reaction

Anda mungkin juga menyukai