C.diphtheriae Kharakteristik Umum : * Diameter 0,5-1 cm, Gram positif, bentuk : club- shaped rod (coryneform) * Sering tersusun dlm bentuk huruf V dan L * Kadang-kadang berkelompok spt / disebut “Chinese character” (tulisan huruf Cina) * Penyebab diphtheria mel. kolonisasi pada sal. nafas bag. atas dan mengeluarkan eksotoksin yg potensial * Anaerob fakultatif,optimal dalam suasana aerob * Tidak bergerak * Katalase positif C.diphtheriae o Biakan Gambaran koloni pleomorfis o - perbenihan Pai, o - perbenihan serum Loeffler, o - perbenihan agar darah koloni kecil bergranuler berwarna abu-abu dgn tepi tdk teratur, terdapat zona hemolisis o - Perbenihan serum (12-24 jam,37°C): koloni-koloni kecil, mengkilap berwarna putih keabuan. o - Pada agar yang mengandung kalium tellurite, koloni berwarna coklat sampai hitam karena tellurite direduksi intraseluler. C.diphtheriae
o Tidak membentuk spora, tidak tahan asam,
sedikit cenderung untuk bercabang o Tumbuh secara aerob, Bersifat toksigenik o Terdapat 4 biotipe C. diphtheriae yang dikenali : 1. Gravis 2. Mitis 3. Intermedius 4. Belfanti o Tetapi sangat sulit dibedakan antar biotipe PATHOGENESIS - Secara alami, C. diphteriae berada dalam saluran respirasi, pada luka, atau kulit yg terinfeksi atau karier normal - Penyebaran melalui tetesan, kontak dgn individu yang terkena. Basil tumbuh di membran mukosa, atau abrasi kulit dan memproduksi toksin - Semua yang bersifat toxigenic dari C. diphteriae mampu menghasilkan exotoxin penyakit yang sama - Produk toxin in vitro bergantung: besar konsentrasi besi (optimal saat konsentrasi besi 0,14 g/ml besi; ditekan saat 0,5 g/ml besi ) o Faktor lain yang mempengaruhi toxin in vitro: a) Tekanan Osmotik; b) Konsentrasi Asam Amino; c) pH; d) Ketersediaan sumber C dan N o Faktor yang mempengaruhi toxin in vivo tidak diketahui o Target primer sel dari toksin adalah sal. nafas bag. atas jantung dan sel syaraf o Bentuk terinactivasi (toxoid), adalah komponen vaksin difteri, toksoid tetanus dan pertusis (DPT) o Produksi toksin dapat dilihat dengan : a. agar diffusion Elek test (in vitro) b. in vivo test c. tissue culture cells test o Toxin diphteri adalah heat-labile polypeptide (BM=62000) o Dosis lethal 0,1 g/kg o adalah eksotoksin yg potensial, t.d 2 komponen (A dan B) - komponen B berikatan dgn reseptor membran sel spesifik (yg dibutuhkan utk menangkap komponen A dan B oleh sel) - component A adalah suatu enzyme (ADP ribosyl transferase) yg merupakan ADP ribosylates elongation factor 2 (EF2) menghambat pergerakan rantai peptida, thus menyetop protein synthesis GEJALA KLINIK
- Dimulai dgn pharyngitis ringan dengan sedikit demam
dan menggigil menyebar ke nasopharynx atau kebawah sampai di larynx dan trachea - Bakteri sendiri tidak menyebar tapi melepaskan eksotoksin diphtheria dalam sirkulasi (toxaemia) dan menyebabkan symptom tambahan seperti hoarseness and stridor - Menghasilkan pseudomembran yang abu-abu kotor, melekat erat pada dasar, menyebar, terdiri dari inflammatory necrosis, fibrin, epithelial cells, neutrophils, monocytes dan bacteria - - menyebabkan cervical adenitis dan edema, yg pada bbp kasus dapat menghasilkan “bull neck” yg khas - Rasa lemah dan sesak napas segera mengikuti karena obstruksi yang disebabkan oleh membran. - Obstruksi ini akan menyebabkan kekurangan oksigen sampai mati lemas jika tidak diobati secara tepat dengan inkubasi atau tracheostomy. o Irreguler cardiac ritmik menandakan kerusakan pada jantung, kemudian ada kesulitan dengan penglihatan, bicara, menelan atau pergerakan lengan atau kaki. o Semua manifestasi cenderung terjadi secara spontan.
o Umumnya var gravis cenderung memyebabkan penyakit yang
lebih parah daripada var mitis. o Tetapi penyakit yg sama dapat ditimbulkan oleh semua tipe. Laboratory diagnosis - Pengecatan : Gram, neisser - Kultur pada 2 media khusus : a. tellurite-containing medium C.Diphtheriae mereduksi tellurite,merubah colony abu jadi hitam b. Loeffler coagulated serum medium C.diphtheriae menghasilkan banyak granula volutin yang dapat dicat metakhromatik Control * Pengobatan dengan antitoxin (ADS) dan antibiotics * Pencegahan melalui vaksinasi dengan toxoid dalam DTP diikuti oleh booster Td (tetanus dan diphtheria toxoids). * Vaksinasi tidak mencegah kolonisasi, tetapi jelas mengurangi kecepatan kolonisasi * Masalah utama pada kontrol dipteria adalah Eliminasi dari keadaan karier. * Usaha kontrol: 1) Isolasi & YanKes; 2) Menggunakan eritromisin dan penisilin; 3) Imunisasi Complication - asphyxiation dari psudomembrane - myocarditis dan kadang-kadang lebih berat cardiotoxicity - paralysis palatum mole dan lebih berat neuropathi PENGOBATAN
o Pasien dipteria Antitoxin
Toxin Netral o Penisilin dan eritromisin Anti Mikroba yang efektif o Eritromisin Memberantas keadaan Karier o Penisilin Menekan lesi pada dipteria cutaneus PENCEGAHAN o Imunisasi Massal Faktor utama untuk kontrol dipteria (Pertusis, Tetanus, Hemophilus Influenza Tipe B) o Ibu rumah tangga dengan dipteria respirasi Profilaksis Epidemiologi * Ditularkan melalui penyebaran droplet, oleh kontak langsung dengan infeksi pada kulit, atau pada tingkat yang lebih rendah, oleh fomites. * Beberapa subyek sembuh sebagai carrier nasal atau pharyngeal dan organisme tsb akan mendiami tubuhnya selama beberapa minggu/bulan, bahkan seumur hidupnya. * Diphtheria masih terjadi di negara berkembang, tapi diphteria jarang terjadi karena dilakukan imunisasi - secara luas. * Penderita diphteria biasanya orang-orang yang tidak memperoleh imunisasi yang cukup, seperti: pekerja yg suka berpindah, orang yang hanya tinggal di suatu wilayah utk sementara waktu, dan orang-orang yang memang menolak diberi imunisasi. Schick test right arm left arm toxin heated-toxin 24-48 h 6 d 24-48 h 6 d + + - - positive - - - - negative + - + - pseudo-reaction + + + - combine-reaction