Anda di halaman 1dari 23

BELL’S PALSY

MOHAMED IKMAL BIN A. WAHAB


112016395
DEFINISI

 Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis


atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat
disfungsi nervus facialis perifer.
ANATOMI

 Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu:


 Serabut somato-motoric
 Serabut visero-motoric
 Serabut visero-sensorik
 Serabut somato-sensorik
EPIDEMIOLOGI
 Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab
terbanyak dari paralisis fasial akut.

 Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar


23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi
kanan.

 Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000


populasi.

 Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi,


dibanding non-diabetes.
ETIOLOGI

 Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah edema dan


iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus
fasialis.

 HSV sebagai penyebab Bell’s palsy, karena telah


diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada
beberapa penelitian otopsi.
PATOFISIOLOGI

 Salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi


pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan
diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari
saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal.

 Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal


melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti
corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai
foramen mental.
GEJALA KLINIS
a)Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus.

Gejala:

 kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi.

 Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat

 Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi

 Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi

 Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan


sekresi air liur masih baik.
b)Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.
stapedeus (didalam kanalis fasialis).

Gejala:

 seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan


2/3 depan lidah dan gangguan salivasi.
c)Lesi setinggi diantara n. stapedeus dengan ganglion
genikulatum.

Gejala:

 seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran


yaitu hiperakusis.
d)Lesi setinggi ganglion genikulatum.

Gejala:

 seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar


hidung dan gangguan kelenjar air mata (lakrimasi).
DIAGNOSIS

ANAMNESIS

 Hampir semua keluhan yang disampaikan adalah


kelemahan pada salah satu sisi wajah.

 Perubahan rasa

 Mata kering

 Hyperacusis
PEMERIKSAAN FISIK

 Pemeriksaan nervus kranialis.


PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Elektromiografi (EMG)

2) Elektroneuronografi (ENOG)
KLASIFIKASI HOUSE-BRACKMANN
I Normal Fungsi fasial normal
II Disfungsi ringan Kelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi dekat,
bisa ada sedikit sinkinesis.
Pada istirahat simetri dan selaras.
Pergerakan dahi sedang sampai baik
Menutup mata dengan usaha yang minimal
Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan
pergerakan
III Disfungsi sedang Terlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara kedua
sisi
Adanya sinkinesis ringan
Dapat ditemukam spasme atau kontraktur hemifasial
Pada istirahat simetris dan selaras
Pergerakan dahi ringan sampai sedang
Menutup mata dengan usaha
Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang maksimum

IV Disfungsi sedang Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan asimetri
berat Kemampuan menggerakkan dahi tidak ada
Tidak dapat menutup mata dengan sempurna
Mulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.
V Disfungsi berat Wajah tampak asimetris
Pergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilai
Dahi tidak dapat digerakkan
Tidak dapat menutup mata
Mulut tidak simetris dan sulit digerakkan
VI Total parese Tidak ada pergerakkan
TATALAKSANA
 Tujuan utama utk memperbaiki fungsi dan mengurangi kerusakan
N. fasialis.

 Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan dalam waktu 72 jam


setelah onset.

 Penggunaan obat anti-viral harus dikombinasikan dengan obat


kortikosteroid.

 Prednison 1mg/kgbb/hari selama 6 hari

 Asiklovir 400mg 5 kali sehari selama 10 hari.


Pelindung Mata

 Air mata pengganti

 Lubrican digunakan saat sedang tidur

 Kaca mata atau pelindung


Komplikasi
 Regenerasi motorik yang tidak sempurna

 Inkompetensi oral

 Epifora

 Regenerasi sensorik yang tidak sempurna

 Dysgeusia

 Ageusia

 Reinervasi aberan dari nervus fasialis

 synkinesis
PROGNOSIS
Dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.

Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bell’s palsy adalah:

 Usia di atas 60 tahun.

 Paralisis komplit.

 Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang


lumpuh.

 Nyeri pada bagian belakang telinga.

 Berkurangnya air mata.


KESIMPULAN
 Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau
kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis
perifer.

 Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat


didiagnosa dengan inspeksi:

1. Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan nampak seluruh


muka sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat.

2. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.

Anda mungkin juga menyukai