Anda di halaman 1dari 33

I.

DASAR HUKUM
 Buku III - KUH Perdata ;
 UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar
Pokok-pokok agraria ;
 UU Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan
hak atas tanah dan benda-benda yang ada
diatasnya ;
 UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah bagi pembangunan untuk Kep. Umum.
II.ASAS-SAS PENGADAAN TANAH
Menurut UUPA ada 9 asas :
a. Penguasaan dan penggunaan tanah oleh
siapapun dan untuk kepeluan apapun, harus
dilandasi hak atas tanah yang disediakan oleh
Hukum Tanah nasional ;
b. Penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada
landasan hak nya ( iilegal ) tidak dibenarkan dan
dapat diancam sanksi pidana;
c. Penguasaan dan penggunaan tanah yang
berlandaskan hak yang disediakan oleh Hukum
tanah nasional dilindungi oleh hukum terhadap
gangguan-gangguan dari pihak manapun, baik
oleh sesama anggota masyarakat maupun oleh
pihak penguasa sekalipun, jika gangguaan tsb
tidak ada landasan hukumnya ;
d. Hukum menjadikan berbagai sarana
perlindungan untuk menanggulangi gangguan
yang ada, yaitu :
* gangguan oleh sesama anggota masyarakat
gugatan diajukan melalui Pengadilan Negeri ;
* gangguan oleh penguasa gugatan diajukan
melalui Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tata
Usaha Negara ;
e. Dalam keadaan biasa, diperlukan oleh siapapun
dan untuk keperluan apapun ( proyek untuk
kepentingan umum ) perolehan tanah yang dihaki
seseorang harus melalui musyawarah untuk
mencapai kesepakatan, baik mngenai penyerahan
tanahnya kepada pihak yang memerlukan maupun
mengenai imbalannya yang merupakan hak
pemegang hak atas tanah untuk menerimanya ;
f. Dalam keadaan biasa untuk memperoleh tanah
yang diperlukan tidak dibenarkan ada paksaan
dalam bentuk apapun dan oleh pihak siapapun
kepada pemegang haknya untuk menyerahkan
tanah miliknya dan/atau menerima imbalan yang
tidak disetujui, termasuk juga menggunakan
lembaga “ penawaran yang diikuti dg konsinyasi “,
pada PN seperti yang diatur ps 1404 KUHPerd.
g. Dalam keadaan yang memaksa, jika tanah
yang bersangkutan diperlukan untuk
menyelenggarkan untuk kepentingan
umum, dan tidak mungkin menggunakan
tanah lain, sedang musyawarah tidak
mencapai sepakat; dapat dilakukan dengan
cara paksa dengan pencabutan hak;
h. Pemegang hak memperoleh imbalan atau
ganti rugi yang bukan hanya meliputi tanah
dan/atau bangunan/atau tanaman yang
diatasnya saja, melainkan kerugian lain
yang diderita sebagai akibat penyerahan
yang dilakukan baik dengan musyawarah
atau pencabutan hak ;
i. Bentuk dan jumlah imbalan atau ganti
kerugian tersebut, juga jika tanahnya
diperlukan untuk kepentingan umum dan
dilakukan pencabutan hak haruslah
sedemikian rupa hingga pemegang haknya
tidak mengalami kemunduran baik dalam
bidang sosial maupun ekonominya .
III. PROSES PENGADAAN TANAH
Pengadaan tanah dapat dilakukan dengan
cara :
1. Jual – Beli/ Tukar menukar hak atas tanah
;
2. Pelepasan/penyerahan hak atas tanah ;
3. Pencabutan hak atas tanah .
III.1. JUAL- BELI/ TUKAR MENUKAR
 Pasal 1457 KUHPerdata “ Jual-beli adalah
suatu persetujuan, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan dan pihak
yang lain membayar harga yang telah
dijanjikaa “.
SYARAT –SYARAT MATERIIL
 Syarat-syarat sahnya perjanjian – pasal 1320
KUHPerdata :
1. Harus ada kesepakatan dari para pihak ;
2. Harus ada kecakapan dari para pihak ;
3. Harus ada obyek tertentu ;
4. Harus ada kausa yang halal .
SYARAT FORMAL
 Pasal 37 ayat ( 1 ) PP Nomor 24 Tahun 1997
mengatakan bahwa “ Peralihan hak dan hak milik
satuan rumah susun melalui jual-beli, tukar-
menukar, hibah, pemasukan data perusahaan dan
perbuatan hukum pemindahan hak lainya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat
didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat
oleh PPAT yang berwenang menurut peraturan-
perundangan yang berlaku “.
III.2.PELEPASAN HAK
Menurut pasal 1 angka 9 UU Nomor 2Tahun 2012 : “
Pelepasan Hak adalah kegiatan pemutusan
hubungan hukumdari pihak yang berhak kepada
negara melalui lembaga Pertanahan “.
Menurut pasal 1 angka 14 UU Nomor 2 Tahun 2012 :”
Lembaga Pertanahan adalah Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia, lembaga pemerintah
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pertanahan “.
ASAS DAN TUJUAN
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
dilaksanakan berdasarkan asas :
a. Kemanusiaan ; b. Keadilan ; c . Kemanfaatan ;
d. Kepastian ; e. Keterbukaan ; f. Kesepakatan ;
g. Keikutsertaan ; h. kesejahteraan ;
i. Keberlanjutan ; dan j. Keselarasan ( pasal 2
UU/12-2012 ).
 Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
bertujuan: “ menyediakan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan guna
meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bangsa, negara, dan
masyarakat dengan tetap menjamin
kepentingan hukum pihak yang berhak “.
Pasal 3 UU/12-2012 ).
PENYELENGGARAAN
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
diselenggarakan melalui tahapan :
a. Perencanaan ;
b. Persiapan ;
c. Pelaksanaan ; dan
d. Penyerahan hasil . ( pasal 13 UU/12-2012 )
selanjutnya lihat pasal 14 dan 15 . Berkaitan dengan
perencanaan.
 Persiapan Pengadaan tanah dilakukan dengan cara :
a. pemberitahuan rencana pembangunan ;
b. pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan
c. Konsultasi publik rencana pembangunan ( pasal 16
UU/12-2012 ).
 Pelaksanaan pengadaan tanah oleh instansi yang
memerlukan tanah kepada Lembaga Pertanahan,
pelaksanaannya meliputi :
a.inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah ;
b. Penilaian ganti kerugian ;
c. Musyawarah penetapan ganti kerugian ;
d.Pemberian ganti kerugian ;
e. Pelepasan tanah instansi .(pasal 27 ayat 2 UU/12-2012)
 Penyerahan hasil pengadaan tanah kepada
instansi yang memerlukan tanah dilakukan,
setelah :
a. pemberian ganti kerugian kepada pihak yang
berhak dan pelepasan hak sebagaimana dimaksud
dalam pasal 41 ayat ( 2 ) huruf a telah
dilaksanakan; dan/atau ;
b. pemberian ganti kerugian telah dititipkan di
Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam
pasal 42 ayat ( 1 ). ( pasal 48 ayat ( 1 ) UU/12-2012.
GANTI KERUGIAN
 Pasal 37 ( 1 ) : Lembaga pertanahan melakukan
musyawarah dengan pihak yang berhak dalam
waktu paling lama 30 ( tigapuluh ) hari kerja sejak
hasil penilaian dari penilai disampaikan kepada
lembaga pertanahan untuk menetapkan bentuk
dan/atau besarnya ganti kerugian segaimana
dimaksud pasal 34.
 (2 ) Hasil kesepakatan dalam musyawarah
sebagaimana dimaksud ayat ( 1 ) menjadi dasar
pemberian ganti kerugian kepada pihak yang
berhak yg dimuat dalam berita-acara kesepakatan
 Pasal 38 ( 1 ) dalam hal tidak terjadi kesepakatan,. .
. . pihak yang berhak dapat mengajukan
keberatan kpd Pengadilan Negeri setempat dalam
waktu paling lama 14 hari kerja, setelah
musyawarah penetapan ganti kerugian
sebagaimana dimaksud pasal 37 ( 1 ).
 (2 ) Pengadilan Negeri memutus bentuk dan/atau
besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama
30 hari kerja sejak diterimanya pengajuan
keberatan .
 (3 ) Pihak yang keberatan terhadap putusan PN
sebagaimana dimaksud ayat ( 2 ), dalam waktu
paling lama 14 hari kerja, mengajukan kasasi
kepada MARI.
 (4).MA wajib memeberikan putusan dalam waktu
paling lama 30 hari kerja sejak permohonankasasi
diteriman.
 (5) Putusan PN/MA yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran
Ganti kerugian kepada pihak yang mengajukan
keberatan.
 Pasal 39 :” Dalam hal pihak yang
berhak menolak bentuk dan/atau
besarnya ganti kerugian, tetapi tidak
mengajukan keberatan dalam waktu
sebagaimana dimaksud pasal 38 ayat ( 1
), karena hukum pihak yang berhak
dianggap menerima bentuk dan
besarnya ganti kerugian sebagaimana
dimaksud pasal 37 ayat ( 1 ).
III.3. PENCABUTAN HAK
 Pasal 1 UU/20-1961 “ Untuk kepentingan umum,
termasuk kepentingan bangsa dan negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, demikian
pula kepentingan pembangunan maka
Presiden dalam keadaan memaksa setelah
mendengar menteri agraria, Menteri
kehakiman dan Menteri yang bersangkutan
dapat mencabut hak-hak atas tanah dan
benda-benda yang ada diatasnya “.
 Permintaan Pencabutan hak dilakukan oleh yang
berkeptingan disertai :
a. rencana peruntukan dan alasan-alasan bahwa
untuk kepentingan umum harus dilakukan
pencabutan hak ;
b. keterangan tentang nama yang berhak ( Jika
mungkin ). serta letak, luas dan macam hak dari
tanah yang akan dicabut besera benda-benda yang
ada di atasnya ;
c. Rencana penampungan orang-orang yang
haknya akan dicabut dan jika ada orang-
orang yang menggarap tanah atau
menempati rumah yang bersangkutan.
 Kepala BPN, setelah menerima permohonan, segera :
a. meminta kepada para Kepala Daerah yang
bersangutan untuk memberi pertimbangan mengenai
permintaan pencabutan hak tsb, khususnya bahwa
untuk kepentingan umum harus dilakukan
pencabutan hak itu dan juga penampungan orang-
orang yang terkena pencabutan hak ;
b. meminta kepada Panitia Penaksir untuk
melakukan penaksiran ganti kerugiannya .
 Dalam waktu selama-lamanya 3 bulan :
a. kepala daerah sudah harus menyampaikan
pertimbangannya kepada kepala Dinas BPN setempat;
b.Panitia penaksir juga harus menyampaikan
Taksiran ganti kerugian kepada Kepala Dinas BPN
setempat .
* Setelah menerima pertimbangan tsb diatas, disertai
dengan pertimbangan sendiri, meneruskan
permintaan Pencabutan hak kepada Kepala BPN (
Menteri Agraria ).
 Kepala BPN ( Menteri agraria ), setelah menerima
permintaan tsb diatas dengan disertai
pertimbangannya dan pertimbangan Menteri
kehakiman serta pertimbangan Menteri yang
bersangkutan, segera meneruskan kepada Presiden
untuk mendapatkan keputusan . Pasal 3 (6) UU/20-
1961.
 Surat keputusan Presiden tentang Pencabutan Hak
tersebut disertai penetapan jumlah ganti kerugian
yang harus dibayarkan kepada Pemegang/Pemilik hak
atas tanah yang terkena Pencabutan hak ( ps 5 UU/20-
1961 ).
 Pemegang/Pemilik Hak yang keberatan dengan
Penetapan Ganti kerugian tsb, dapat mengajukan
banding ke PT. Dan PT memutus perkara tsb tingkat
pertama dan terakhir . ( pasal 8 ayat 1 UU/20-1961 ).
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai