Anda di halaman 1dari 47

Karsinoma Nasofaring

Case Presentation Session


DISUSUN OLEH:
RIRIN MAHARANI INDARMI 4151151406
WILDAN PRIMA PUTRA 4151161412
VARESHA RIZKI ALVINALDO 4151161478
CINTYA NUR AZIZAH 4151161516
 Nama :FK
 Umur : 19 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Tanggal Pemeriksaan : 1 Oktober 2018
 Alamat : Kp. Cimindi
 Pekerjaan :Teknisi Lintas Artha
 Keluhan utama : Telinga kanan terasa
tersumbat
Anamnesis khusus :
 Pasien mengeluhkan telinga kanan terasa
seperti tersumbat sejak ±1bulan yang lalu.
Keluhan dirasakan semakin lama semakin
memberat sehingga mengganggu
pendengaran pasien.
 Pasien merasakan nyeri pada telinga kanan
2 minggu yang lalu namun saat ini keluhan
tersebut sudah hilang. Keluhan disertai
dengan pusing sejak ±2bulan yang lalu
sehingga pasien dirawat di poli saraf
selama 3 hari. Pasien baru pertama kali
mengalami keluhan seperti ini
Anamnesis khusus :
 Keluhan tidak disertai telinga berdenging, keluar
cairan dari telinga, dan penurunan
pendengaran. Pasien menyangkal adanya
hidung tersumbat, mimisan berulang, gangguan
penciuman. Pasien tidak mengeluhkan sakit
tenggorokan, sulit menelan, suara menjadi serak,
benjolan pada leher, batuk berdarah, mual dan
muntah.
 Pasien tidak memiliki riwayat batuk pilek
berulang, berenang lebih dari 1 jam, atau nyeri
dalam telinga. Pasien menyangkal adanya
trauma pada daerah kepala. Pasien tidak
mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka
waktu panjang.
Anamnesis khusus :
 Keluhan tidak disertai dengan penglihatan
ganda dan mata juling, sulit membuka mulut,
sulit menelan, kesemutan pada wajah, keluar
air liur yang banyak, dan sesak. Pasien
menyangkal adanya penurunan berat badan
yang drastis dan nyeri kepala.
 Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi
alkohol. pasien mengatakan bahwa sejak kecil
pasien dan keluarga suka mengkonsumsi ikan
asin 2-3x/minggu. Pasien mengatakan tidak
berkerja di daerah yang terpapar asap industri
maupun gas kimia. Pasien tidak memiliki
riwayat alergi.
Anamnesis khusus :
 Pasien mengatakan bahwa ayah pasien
menderita kanker nasofaring ketika pasien
masih SMP.
 Sebelumnya pasien sudah berobat ke
dokter untuk keluhan ini dan pasien diberi
obat alergi, obat radang, dan antibiotik
namun pendengarannya dirasakan tidak
membaik
PEMERIKSAAN
Status Generalis :
FISIK
 KU : Compos Mentis
 Kesan sakit : sakit ringan
 Tekanan darah : 120/80 mmHg Respirasi :19x/m
 Nadi : 78x/m Suhu : 36,5°C

Status Lokalis :
Auris Dextra dan Sinistra :
Preaurikula
 Kelainan kongenital : Fistula (-/-), Tragus asesorius (-/-), kista brachialis (-
/-)
 Infeksi : abses kista brachialis (-/-), Parotitis (-/-), Limfadenitis (-/-)
 Neoplasma : tumor kelenjar parotis (-/-)
 Trauma : laserasi (-/-), hematoma (-/-), TMJ (-/-)
Aurikula
 Kelainan kongenital : mikrotia (-/-), makrotia (-/-), anotia (-/-)
PEMERIKSAAN FISIK
Retroaurikula
 Kelainan kongenital : (-)
 Infeksi : abses subkutan (-/-), mastoiditis (-/-)
 Neoplasma : (-)
 Trauma : fraktur basis kranii (-/-), fraktur os temporal (-/-)

Otoskopi
 Kanalis Akustikus Eksternus
 Kulit : Tenang/Tenang
 Sekret : (-/-)
 Serumen : (-/-)
 Massa/benda asing (-/-)

 Membran Timpani
 Intak/perforasi : intak/intak
 Refleks cahaya : (+/+)
PEMERIKSAAN FISIK
Cavum Nasi :
 Vestibulum: tenang / tenang
 Mukosa: tenang / tenang
 Sekret: - / -
 Konka Inferior: Eutrofi / eutrofi
 Septum: Deviasi (-)
 Polip/massa: -/-
 Pasase udara: +/+
Cavum Oris :
 Trismus (-)
 Mukosa: basah, tenang
 Palatum molle: tenang, simetris
 Ginggiva: Karies gigi (-)
 Uvula: simetris
PEMERIKSAAN FISIK

Orofaring :
 Tonsil :
 Besar: T1 / T1
 Mukosa: tenang / tenang
 Kripta: tidak melebar / tidak melebar
 Detritus: - / -
Faring:
 Mukosa: tenang
 Granula: (-)
 Post-nasal drip: (-)
 Refleks muntah: (+)
PEMERIKSAAN FISIK
Maxillofacial :
 Bentuk: Simetris
 Parese nervus cranialis: tidak ada
 tanda rhinitis alergi : allergic shinner (-), allergic sallute (-),
allergic crease (-)
 tanda sinusitis : Nyeri tekan (-), nyeri ketok sinus paranasal (-)
 tes transiluminasi: sinus frontalis 4/4, sinus maksilaris 4/4

 Leher :
 KGB: tidak teraba pembesaran
 Massa: tidak ada
PEMERIKSAAN
Rhinoskopi Posterior FISIK
 Mukosa : tenang
 Choana :terbuka
 Sekret : -/-
 Orifisium tuba eustachius : terbuka
 Torus tubarius : Tenang / tenang
 Fossa rosenmuller : massa (+)
 Adenoid : tidak membesar

Laringoskopi Indirek
 Epiglottis : tumor (-), edema (-), ulkus (-)
 Aritenoid : tenang
 Plica ariepiglotica : simetris, tenang, massa (-)
 Plica vocalis : simetris, tenang, massa (-)
 Plica vestibularis : simetris, tenang, massa (-)
Pemeriksaan garpu tala dan tes
suara AD AS

Tes Rinne + +

Tes Weber Tidak ada latelarisasi

Tes Sama dengan Sama dengan


Schwaba pemeriksa pemeriksa
ch

Tes suara Jarak 1 m Jarak 1 m mendengar


mendengar bisikan bisikan

Kesan Normal
CASE OVERVIEW
Anamnesis Keterangan

Laki-laki, 19 th, seorang teknisi lintas artha Identitas


DD/
Pasien mengeluhkan telinga kanan terasa seperti  Suspek karsinoma nasofaring
tersumbat sejak ±1bulan yang lalu.  Hipertrofi adenoid
 Suspek karsinoma laring
 Otitis media efusi
 Sudden deaffness
 Angiofibroma nasofaring
 Ototoksik

Keluhan dirasakan semakin lama semakin Menunjukan gejala kronik


memberat sehingga mengganggu pendengaran Menyingkirkan DD/ sudden deafness
pasien

Pasien merasakan nyeri pada telinga kanan 2 gejala telinga dan gejala saraf dari suspek
minggu yang lalu namun saat ini keluhan tersebut karsinoma nasofaring
sudah hilang
Keluhan disertai dengan pusing sejak ±2bulan
yang lalu sehingga pasien dirawat di poli saraf
selama 3 hari
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan
seperti ini
CASE OVERVIEW
Keluhan tidak disertai telinga Menyingkirkan DD/ otitis media efusi
berdenging, keluar cairan dari telinga,
dan penurunan pendengaran.

Pasien menyangkal adanya hidung Menyingkirkan DD/ angiofibroma


tersumbat, mimisan berulang, nasofaring
gangguan penciuman. Tidak menunjukan gejala nasofaring
dari karsinoma nasofaring

Pasien tidak mengeluhkan sakit Menyingkirkan DD/ karsinoma laring


tenggorokan, sulit menelan, suara
menjadi serak, benjolan pada leher,
batuk berdarah, mual dan muntah.

Pasien tidak memiliki riwayat batuk Menyingkirkan DD/ otitis media efusi
pilek berulang, berenang
CASE OVERVIEW
trauma pada kepala disangkal Menyingkirkan DD/ Sudden deaffness
akibat trauma

Pasien sedang tidak mengkonsumsi Menyingkirkan DD/ Ototoksik


obat-obatan dalam jangka waktu
panjang

Keluhan tidak disertai dengan Komplikasi karsinoma nasofaring tidak


penglihatan ganda dan mata juling, ada
sulit membuka mulut, sulit menelan,
kesemutan pada wajah, keluar air
liur yang banyak, dan sesak.

Pasien tidak merokok dan tidak Singkirkan faktor risiko merokok dan
mengkonsumsi alcohol alcohol
CASE OVERVIEW
pasien mengatakan bahwa pasien Terdapat faktor risiko berupa zat
dan keluarga suka mengkonsumsi nitrosamin karsinogenik
ikan asin 2-3x/minggu

Pasien mengatakan pasien tidak Singkirkan faktor risiko terpapar polusi


berada di daerah yang terpapar udara yang bersifat karsinogenik
asap industri maupun gas kimia

Pasien tidak memiliki riwayat alergi Menyingkirkan faktor resiko alergi

Pasien mengatakan bahwa ayah Terdapat faktor risiko berupa genetik


pasien menderita kanker nasofaring
ketika pasien masih SMP

Pasien sudah berobat ke dokter untuk Riwayat pengobatan sebelumnya


keluhannya ini namun tidak memberikan respon baik
pendengarannya dirasakan tidak
membaik. Pasien tidak memiliki
riwayat alergi obat.
Auris Dextra dan Sinistra : Pemeriksaan menunjukan dalam batas normal
 Preaurikula
o Kelainan kongenital : Fistula (-/-), Tragus
asesorius (-/-), kista brachialis (-/-)
o Infeksi : abses kista brachialis (-/-), Parotitis (-/-
), Limfadenitis (-/-)
o Neoplasma : tumor kelenjar parotis (-/-)
o Trauma : laserasi (-/-), hematoma (-/-), TMJ (-/-
)
 Aurikula
o Kelainan kongenital : mikrotia (-/-), makrotia (-
/-), anotia (-/-)
o Infeksi : Perikondritis (-/-)
o Neoplasma : melanoma (-/-), Basal Cell
Carsinoma (-/-)
o Trauma : laserasi (-/-), hematoma (-/-),
nekrosis (-/-), Frost bite (-/-)
 Retroaurikula
o Kelainan kongenital : (-)
o Infeksi : abses subkutan (-/-), mastoiditis (-/-)
o Neoplasma : (-)
o Trauma : fraktur basis kranii (-/-), fraktur os
temporal (-/-)
CASE OVERVIEW
Otoskopi Pemeriksaan menunjukan dalam batas
 Kanalis Akustikus Eksternus normal
o Kulit : Tenang/Tenang
o Sekret : (-/-)
o Serumen : (-/-)
o Massa/benda asing (-/-)
 Membran Timpani
o Intak/perforasi : intak/intak
o Refleks cahaya : (+/+)

Cavum Nasi : Pemeriksaan menunjukan dalam batas


 Vestibulum: tenang / tenang normal
 Mukosa: tenang / tenang
 Sekret: - / -
 Konka Inferior: Eutrofi / eutrofi
 Septum: Deviasi (-)
 Polip/massa: -/-
 Pasase udara: +/+
CASE OVERVIEW
Cavum Oris : Pemeriksaan menunjukan dalam batas
 Trismus (-) normal
 Mukosa: basah, tenang
 Palatum molle: tenang, simetris
 Ginggiva: Karies gigi (-)
 Uvula: simetris

Orofaring : Pemeriksaan menunjukan dalam batas normal


Tonsil :
 Besar: T1 / T1
 Mukosa: tenang / tenang
 Kripta: tidak melebar / tidak melebar
 Detritus: - / -
Faring:
 Mukosa: tenang
 Granula: (-)
 Post-nasal drip: (-)
 Refleks muntah: (+)
CASE OVERVIEW
Maxillofacial : Pemeriksaan menunjukan dalam batas
 Bentuk: Simetris normal
 Parese nervus cranialis: tidak ada
 tanda rhinitis alergi : allergic
shinner (-), allergic sallute (-),
allergic crease (-)
 tanda sinusitis : Nyeri tekan (-),
nyeri ketok sinus paranasal (-)
 tes transiluminasi: sinus frontalis
4/4, sinus maksilaris 4/4

Leher : Pemeriksaan menunjukan dalam batas


 KGB: tidak teraba pembesaran normal
 Massa: tidak ada
CASE OVERVIEW
Pemeriksaan garpu tala dan tes suara Pemeriksaan menunjukan dalam batas
Rinne: +/+ normal
Weber: tidak ada latelarisasi
Swabach: sama dengan pemeriksa/sama
dengan pemeriksa

Tes suara
AD: Jarak 1 m mendengar bisikan
AS: Jarak 1 m mendengar bisikan

Rhinoskopi Posterior Pemeriksaan menunjukan kecurigaan


 Mukosa : tenang tempat asal massa, yaitu pada fossa
 Choana :terbuka rosenmuller.
 Sekret : -/-
 Orifisium tuba eustachius : terbuka
 Torus tubarius : Tenang / tenang
 Fossa rosenmuller : massa (+)
 Adenoid : tidak membesar
CASE OVERVIEW
Laringoskopi Indirek Pemeriksaan menunjukan dalam batas
 Epiglottis : tumor (-), edema (-), ulkus (- normal
)
 Aritenoid : tenang
 Plica ariepiglotica : simetris, tenang,
massa (-)
 Plica vocalis : simetris, tenang, massa (-
)
 Plica vestibularis : simetris, tenang,
massa (-)
 Rima glottis : terbuka
 Trakea : tidak deviasi
DIAGNOSIS BANDING:
 Suspek karsinoma nasofaring
 Hipertrofi adenoid

PEMERIKSAAN PENUNJANG:
 Nasofaringoskopi (gambar)
 CT-scan kepala
 Biopsi jaringan nasofaring

DIAGNOSIS KERJA :
 Suspek Karsinoma nasofaring
CONCEPT MAP
DEFINISI
 Karsinoma nasofaring (KNF) adalah karsinoma
yang timbul di mukosa nasofaring yang secara
mikroskopik menunjukkan adanya diferensiasi
skuamosa. Karsinoma nasofaring mencakup
karsinoma sel skuamosa, karsinoma
nonkeratinisasi (differentiated maupun
undifferentiated) dan karsinoma sel skuamosa
basaloid.
BASIC SCIENCE
Anatomi Nasofaring
Mikrobiologi
 Virus Epstein-Barr (VEB)
EPIDEMIOLOGI

 KNF adalah kanker yang berasal dari Asia tenggara.


Sehingga insiden dan mortalitas tertinggi ditemukan di
negara-negara Asia tenggara seperti Malaysia,
Singapura, Indonesia, Vietnam, dan Brunei.
 Didapatkan 48.492 kasus yang terdiri atas 71% laki-laki,
dan 28% adalah perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa
rasio laki-laki dibanding perempuan yang mengidap
penyakit ini adalah 45:2.
ETIOLOGI

 Individu dengan predisposisi genetik memiliki risiko yang


lebih tinggi, sehingga didapatkan variasi insidensi
berdasarkan letak geografis.
 Faktor diet juga penting pada kasus tertuentu. Konsumsi
ikan dan daging yang diawetkan dengan garam diyakini
dapat menyebabkan terhirupnya gas nitrosamin
karsinogenik.
 Infeksi virus Epstein-Barr (EBV) terjadi pada hampir semua
kasus. Sebagian besar individu dengan penyakit ini akan
memiliki beberapa antibodi terhadap EBV.
PATOFISIOLOGI

 KNF merupakan munculnya keganasan berupa


tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang
menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya
tumor akan dimulai pada salah satu dinding
nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi
kelenjar dan jaringan sekitarnya. Lokasi yang
paling sering menjadi awal terbentuknya KNF
adalah pada Fossa Rossenmuller.12
 Gejala terkait massa nasofaring seperti epistaxis,
obstruksi, dan nasal discharge.
 Gejala terkait disfungsi tuba Eustachius seperti
berkurangnya pendengaran dan tinnitus.
 Gejala terkait keterlibatan basis cranii (erosi)
seperti sakit kepala, diplopia, rasa sakit pada
wajah, dan baal/paresthesia.
 Massa pada leher.
PATOFISIOLOGI

Penyebaran ke atas
 Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang
fossa medialis, disebut penjalaran Petrosfenoid,
biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke
sinus kavernosus dan Fossa kranii media dan fossa
kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis
anterior ( n.I – n.VI). Kumpulan gejala yang terjadi
akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat
metastasis tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid.
Penyebaran ke belakang
 Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial
menembus fascia pharyngobasilaris yaitu
sepanjang fossa posterior (termasuk di dalamnya
foramen spinosum, foramen ovale dll) dimana di
dalamnya terdapat nervus kranialais IX – XII;
disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena
adalah grup posterior dari saraf otak yaitu n VII - n
XII beserta nervus simpatikus servikalis.
Gejala yang muncul umumnya antara lain:
a. Trismus
b. Horner Syndrome ( akibat kelumpuhan nervus
simpatikus servikalis)
c. Afonia akibat paralisis pita suara
d. Gangguan menelan
PATOFISIOLOGI

Penyebaran ke kelenjar getah bening


 Penyebaran ke kelenjar getah bening
merupakan salah satu penyebab utama sulitnya
menghentikan proses metastasis suatu karsinoma.
Pada KNF, penyebaran ke kelenjar getah bening
sangat mudah terjadi akibat banyaknya stroma
kelanjar getah bening pada lapisan submukosa
nasofaring. Biasanya penyebaran ke kelenjar
getah bening diawali pada nodus limfatik yang
terletak di lateral retropharyngeal yaitu Nodus
Rouvier.
 Gejala akibat metastase jauh adalah sel-sel
kanker dapat ikut mengalir bersama getah
bening atau darah, mengenai organ tubuh yang
letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah
tulang, hati dari paru. Hal ini merupakan stadium
akhir dan prognosis sangat buruk.
KLASIFIKASI

 Klasifikasi KNF berdasarkan the American Joint


Committee on Cancer Nasopharynx Cancer
Staging System (ACS, 2005). Sebuah sistem bagi
dokter dalam mendiagnosis suatu kanker disebut
sistem TNM. Pada sistem TNM, (T) merupakan
singkatan untuk tumor, (N) untuk nodus, dan (M)
untuk metastasis
TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti primer tumor karsinoma in-situ

T1 Tumor terbatas pada nasofaring

T2 Tumor meluas ke jaringan lunak

T2a Tumor meluas ke orofaring dan / atau rongga hidung tanpa ekstensi
parafaringeal *

T2b Tumor dengan ekstensi parafaringeal *

T3far Tumor menginvasi struktur tulang dan / atau sinus paranasal

T4 Tumor dengan ekstensi intrakranial dan / atau keterlibatan saraf kranial, fossa
infratemporal, hipofaring, orbit, atau ruang mastikator
NX KGB regional tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis KGB regional

N1 metastasis KGB unilateral ***, <6 cm untuk dimensi terbesar, di atas fossa
supraklavikula

N2 Metastasis bilateral pada KGB <6 cm untuk dimensi terbesar, di atas fossa
supraklavikula

N3 Metastasis KGB,> 6 cm dan / atau di fossa supraklavikula

N3a Dimensi >6cm


Apakah kanker telah
bermetastasis ke bagian tubuh
Stage 0 Tis N0 M0

lain (M, metastasis).


Stage I T1 N0 M0

Stage IIA T2a N0 M0

Stage IIB T1 N1 M0
T2a N1 M0
T2b N0, N1 M0

Stage III T1 N2 M0
T2a, T2b N2 M0
T3 N0, N1, N2 M0

Stage IVA T4 N0, N1, N2 M0

Stage IVB Any T N3 M0

Stage IVC Any T Any N M1


Pemeriksaan Penunjang

 Nasofaringoskopi (gambar)
 CT-scan kepala
 Biopsi jaringan nasofaring

Gambar Nasofaringoskopi
KOMPLIKASI

 Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup


xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis dari leher
dengan hilangnya gerak, trismus, kelainan gigi,
dan hipoplasia struktur otot dan tulang.
Komplikasi ini dapat terjadi beberapa hari setelah
dilakukannya radioterapi. Retardasi pertumbuhan
dapat terjadi sekunder akibat radioterapi
terhadap kelenjar hipofisis.
 Kehilangan pendengaran sensorineural mungkin
terjadi dengan penggunaan cisplatin dan
radioterapi. Toksisitas ginjal dapat terjadi pada
pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang
menerima bleomycin beresiko untuk menderita
fibrosis paru. Osteonekrosis dari mandibula
merupakan komplikasi yang jarang pada
radioterapi dan sering dihindari dengan
perawatan gigi yang tepat.14
TATALAKSANA
 Tatalaksana pada awal kanker (stadium I dan II) dapat
dilakukan dengan radioterapi.
 Tatalaksana pada stadium III dan IV menggunakan
kombinasi kemoterapi dan radioterapi.
 Evaluasi respon terapi nasofaring dan leher dapat
dilakukan secara klinis, pemeriksaan endoskopi dan
radiologi. Penilaian akhir dapat dilakukan pada 3 bulan
setelah akhir terapi yang menunjukan remisi total.
PROGNOSIS
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad malam
BIOETIK HUMANIORA PASIEN
Medical indication
 Medical problem : Karsinoma nasofaring
 KDM beneficence : gold standar untuk mendiagnosis adalah
dengan biopsi jaringan nasofaring selain itu melakukan anamnesis ,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain untuk mendiagnosis.
 KDM nonmaleficence: pasien tampak sakit ringan sehingga bukan
kasus emergensi
Patient prefrences
 KDM autonomi : pasien anak termasuk kelompok pasien tidak
kompeten dalam mengambil keputusan dan pemahaman informasi ,
informed concent dilakukan oleh orang tua pasien
Quality of life
 KDM beneficence : Prognosis pasien dubia ad bonam
Contextual features
 KDM justice : - Kewajiban seorang dokter menjelaskan keuntungan dan
kerugian atas setiap tindakan medis.
- Tidak membeda-bedakan pasien atas dasar SARA, status sosial,
ekonomi dll.
DAFTAR PUSTAKA
 Chan JK, Bray F, McCarron P, Foo W, Lee AW, Yip T. Nasopharyngeal carcinoma. International agency for research on cancer.
(available on-line at https://www.iarc.fr/en/publications/pdfs-online/pat-gen/bb9/bb9-chap2.pdf).

 Lin K, Zheng W, Lim CM, Huang Z. Real time in vivo diagnosis of nasopharyngeal carcinoma using rapid fiber optic raman spectroscopy.
Theranostics. 2017; 7: 3517-3526.

 Ballenger, Jacob John. 2010. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Jilid 2 Edisi 22.Jakarta : Binarupa Aksara.

 Young LS, Rickinson AB. Epstein-Barr virus: 40 years on. Nat Rev Cancer 2004; 4(10):757-68.

 Middeldorp JM, Brink AATP, van den Brule AJC, Meijer CJLM. Pathogenic roles for Epstein-Barr virus (VEB) gene products in VEB-
associated proliferative disorders. Crit Rev Oncol Hematol 2003; 45:1-36. 10.

 McAulay KA. Studies on immune regulation of Epstein-Barr virus. PhD Thesis School of Biomedical Science. University of Edinburg 2008.

 Higgins CD, Swerdlow AJ, Macsween KF, Harrison N, Williams H, McAulay K, et al. A study of risk factors for acquisition of Epstein-Barr virus
and its subtypes. Journal of Infectious Diseases 2007; 195:474-82.

 Vang T. Knowledge of nasopharyngeal carcinoma among hmong population in central california. Hmong studies journal. 2007; 7: 1-24.

 Pastor M, Pousa AL, Barco ED, Segura PP, Astorga BG, Castelo B, Bonfill T. SEOM Clinical Guideline In Nasopharynx Cancer. Available on-
line at https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5785612/pdf/12094_2017_A rticle_1777.pdf.2017(Accesed: 19 Mei 2018).

 Mahdavifar N, Ghoncheh M, Hafshejani AM, Khosravi B, Salehiniya H. Epidemiology and inequality in the incidence and mortality of
nasopharynx cancer in asia. Osong public health res perspect. 2016; 7(6): 360-372.

 Titcomb CP. High incidence of nasopharyngeal carcinoma in asia. J insur med. 2001; 33: 235-238.

 Petersson F. Nasopharyngeal carcinoma: A review. Seminars in Diagnostic

 Pathology. 2015; 32:54-73. Doi: 10.1053/j.semdp.2015.02.021.

 Averdi Roezin, Aninda Syafril. 2001. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Efiaty

 A. Soepardi (Ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok.Edisi kelima. Jakarta: FKUI. Hal.146-50.

 Maqbook, M., 2000. Tumours Of Nasopharynx. In:Textbook Of Ear,Nose And Throat Disease.Edition 9,Srinagar:Jay Pee Brothers

Anda mungkin juga menyukai