Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Oleh:
Lia Andani Putri, S.Ked
04054821719009

Pembimbing:
dr. Edy Novery, SpA, M.Kes
Outline

1. Pendahuluan
2. Status Pasien
3. Tinjauan Pustaka
4. Analisis Kasus
Pendahuluan

Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi


pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari, 38°C)
akibat suatu proses ekstra kranial, biasanya terjadi antara
umur 6 bulan hingga 5 tahun (IDAI, 2016)

Kejang demam mempengaruhi 2-5% anak–anak di dunia.


Pada tahun 2012-2013, angka kejadian kejang demam di
Indonesia sebesar 3-4%

Kejang demam dapat menyebabkan banyak gangguan


seperti gangguan tingkah laku, penurunan intelegensi dan
peningkatan metabolisme tubuh, kerja sel akan terganggu
dan dapat menyebabkan kerusakan neuron serta retardasi
mental
Identifikasi
Nama : An. VL
Usia/tanggal lahir : 1 tahun 9 bulan/ 15 Juli 2016
Jenis kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Tn. M
Nama Ibu : Ny. M
Suku bangsa : Sumatera
Alamat : Muara Enim
MRS : 5 April 2018, pk. 11.00 WIB
Anamnesis
Tanggal : 5 April 2018, pk. 11.30 WIB
Kepada : Ibu kandung pasien
Keluhan utama : Kejang
Keluhan tambahan: Demam, tidak napsu makan
Riwayat Perjalanan Penyakit
2 hari 1 hari 12 jam 3 jam
SMRS SMRS SMRS SMRS
Sejak ± 2 hari SMRS, Sejak ± 1 hari SMRS, Sejak ± 12 jam SMRS, Sejak ± 3 jam SMRS,
penderita mengeluh penderita mengeluh penderita kejang penderita kejang lagi
mencret, frekuensi ± 10 mual dan muntah. ditandai dengan kaku di dengan gambaran kejang
kali, ampas = cair, Muntah tidak kedua tangan dan kaki, yang sama seperti
banyaknya ±1/4 gelas menyemprot, muntah kejang tidak disertai sebelumnya. Kejang ± 5
aqua setiap kali mencret, setiap kali penderita kelojotan, mata menit, disertai demam
tidak disertai lendir dan makan, isi muntah apa penderita mendelik ke yang tidak terlalu tinggi,
darah. Muntah (-), yang dimakan. Frekuensi atas (+). Kejang setelah kejang penderita
demam (+) namun tidak ± 8 kali, banyaknya berlangsung ± 5 menit. sadar. Penderita dibawa
terlalu tinggi, kejang (-), ±1/4 gelas aqua. Demam saat kejang (+), ke IGD RSUD dr. H.M.
sesak napas (-). Mencret (-), demam (+) namun tidak terlalu Rabain Muara Enim
Penderita tampak rewel namun tidak terlalu tinggi. Mencret (-),
dan masih mau minum tinggi, kejang (-), napsu muntah (-). Setelah
namun napsu makan makan berkurang (+). kejang penderita sadar
menurun. Penderita Penderita berobat ke
berobat ke bidan dan dokter umum, mendapat
mendapatkan 2 macam obat antibiotik dan
obat, satu bubuk dan penurun panas.
satu sirup. Setelah Penderita minum obat,
minum obat, penderita muntah berhenti dan
tidak lagi mencret dan keadaan membaik.
keadaan membaik
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kejang demam 1 bulan yang lalu (+),


berobat ke dokter umum
Riwayat kepala terbentur disangkal
Riwayat kontak dengan penderita batuk lama
disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat kejang demam dalam keluarga disangkal


Riwayat epilepsi dalam keluarga disangkal
Pemeriksaan Fisik
Daftar Masalah

Kejang
Demam
Anoreksia
Mencret
Muntah
Diagnosis Banding

 Kejang demam kompleks


 Kejang dengan demam e.c meningitis
 Kejang e.c electrolyte imbalance
Pemeriksaan Lab
 Hemoglobin : 11,6 mg/dL
 RBC : 4,71 x 106/mm3
 Leukosit : 8.700 mm3
 Hematokrit : 35,1 %
 Trombosit : 442 x 103/mm3
 Differential Count
 Basofil : 0%
 Eosinofil : 1%
 Netrofil : 32%
 Limfosit : 56 %
 Monosit : 11 %
 MCV : 74,5 fl
 MCH : 24, 6 pg
 MCHC : 33 g/dl
 Kalsium : 10,1 mg/dl
 Magnesium : 2,3 mg/dl
 Natrium : 137 mEq/L
 Kalium : 4 mEq/L
 Klorida : 105 mmol/L
Daftar Masalah

Kejang
Demam
Anoreksia
Mencret
Muntah
Anemia hipokrom mikrositer
Diagnosis Banding

Kejang demam kompleks + susp


anemia defisiensi besi
Kejang dengan demam e.c
meningitis + susp anemia
defisiensi besi
Diagnosis Kerja

Kejang demam kompleks + susp


Anemia defisiensi besi
Tatalaksana

 IVFD KAEN IB gtt XV makro


 Diazepam supp 5 mg (rectal) jika kejang
 Injeksi ceftriakson 1x1 gr (IV)
 Paracetamol syr 3 x 125 mg (po)
 Diazepam syr 3 x 3 mg (po)  terapi
intermitten (selama 48 jam)
 Diet biasa
 Edukasi
Rencana Pemeriksaan

LCS
CT scan
EEG
Status besi
Prognosis

Dubia ad Bonam
DATE
06-04-2018
Follow up
S : kejang (-), demam (-)
O : Sens: CM
N: 114x/menit RR : 24x/menit T : 36,9 oC
Kulit : pucat (-)
Kepala : konjungtiva anemis (-), napas cuping hidung (-),
typhoid tongue (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : HR = 114x/menit, BJ I dan II normal, murmur (-
), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal, hepar/lien
tidak teraba
Ekstremitas : akral dingin (-)
A : Kejang demam kompleks + susp anemia defisiensi besi
P :
IVFD KAEN IB gtt XV makro
Diazepam supp 5 mg (rectal) jika kejang
Injeksi ceftriakson 1x1 gr (IV)
Paracetamol syr 3 x 125 mg (po)
Diazepam syr 3 x 3 mg

Pasien diperbolehkan pulang


Definisi

IDAI • Kejang demam merupakan kejadian bangkitan kejang yang


terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu tubuh (> 38°C)

(2016)
pada anak usia 6 bulan – 5 tahun yang bukan disebabkan
karena proses intrakranial

ILAE • Bangkitan kejang yang terjadi pada anak berusia diatas 1


tahun, berhubungan dengan demam yang tidak disebabkan
oleh infeksi SSP, tanpa didahului neonatal seizure atau

(1993) kejang tanpa provokasi sebelumnya, dan tidak memenuhi


kriteria kejang akut simptomatis lainnya.

Chung • Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling umum


ditemui pada anak pada usia tertentu dan berhubungan

(2014)
dengan demam (> 38°C), tanpa adanya penyakit penyerta
berupa infeksi SSP atau gangguan metabolik
Etiologi dan Faktor Risiko

Faktor Demam
Faktor Usia
Riwayat Keluarga
Faktor Prenatal
Faktor Perinatal
Faktor Postnatal
Epidemiologi

 WHO memperkirakan pada tahun 2005 terdapat


lebih dari 21,65 juta penderita kejang demam dan
lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. Selain
itu di Kuwait dari 400 anak berusia 1 bulan-13
tahun dengan riwayat kejang, yang mengalami
kejang demam sekitar 77%

 Angka kejadian kejang demam di Indonesia


sendiri mencapai 2-4% tahun 2008 dengan 80%
disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan. Angka
kejadian di wilayah Jawa Tengah sekitar2-5%
pada anak usia 6 bulan-5 tahun disetiap
tahunnya. 25-50% kejang demam akan
mengalami bangkitan kejang demam berulang
Patofisiologi
Klasifikasi
Tatalaksana
Antipiretik
Antikonvulsan
Terapi intermitten
Terapi rumatan
Edukasi
Komplikasi

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang


demam tidak pernah dilaporkan hingga saat ini.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya
tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang
lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal
Prognosis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik.
Kejang demam dapat berulang pada sebagian besar
kasus. Berikut ini merupakan faktor risiko
berulangnya kejang demam:
 Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
 Usia kurang dari 12 bulan
 Suhu tubuh kurang dari 39°C saat kejang
 Interval waktu yang singkat antara onset dengan
terjadinya kejang
 Apabila kejang demam pertama merupakan kejang
demam kompleks.

Bila seluruh faktor tersebut ada, maka kemungkinan


kejang demam berulang adalah 80%, sedangkan
bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya hanya 10-15%. Kemungkinan kejang
demam berulang paling besar pada tahun pertama.
Penderita bernama VL berusia 1 tahun 9 bulan datang ke RS dengan
keluhan kejang disertai demam. Sejak 2 hari SMRS penderita mengeluh
mencret dengan frekuensi ± 10 kali, ampas = cair, banyaknya ±1/4
gelas aqua setiap kali mencret, tidak disertai lendir dan darah.
Sedangkan 1 hari SMRS, penderita mengeluh mual dan muntah.
Frekuensi ± 8 kali, banyaknya ±1/4 gelas aqua. Muntah tidak
menyemprot, muntah setiap kali penderita makan, isi muntah apa yang
dimakan. Penderita sudah berobat ke dokter umum dan keluhan
membaik.

Sejak ± 12 jam SMRS, penderita kejang ditandai dengan kaku di kedua


tangan dan kaki, kejang tidak disertai kelojotan, mata penderita
mendelik ke atas (+). Kejang berlangsung ± 5 menit. Demam saat
kejang (+), namun tidak terlalu tinggi. Setelah kejang penderita sadar.
Sejak ± 3 jam SMRS, penderita kejang lagi dengan gambaran kejang
yang sama seperti sebelumnya. Kejang ± 5 menit, disertai demam yang
tidak terlalu tinggi, setelah kejang penderita sadar. Anak sebelumnya
pernah mengalami keluhan yang sama 1 bulan yang lalu dengan
frekuensi kejang 1 kali. Riwayat kejang pada keluarga disangkal.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan BB/TB dengan status gizi baik, tanda-
tanda vital dalam batas normal, keadaan spesifik dalam batas normal,
dan pemeriksaan neurologis dalam batas normal.
Kejang

Kejang dengan Kejang akibat


Kejang demam demam ec gangguan
meningitis elektrolit
Kejang dengan demam e.c
meningitis

Tanda dan Temuan


Gejala pada pasien

Kejang Kejang

Demam tinggi Demam tidak


mendadak terlalu tinggi

Anak tidak
Anak letargi
letargi

Tanda-tanda Tanda-tanda
peningkatan peningkatan
TIK (+) TIK (-)

GRM (+), GRM (-),


defisit defisit
neurologis (+) neurologis (-)
Kejang e.c gangguan
elektrolit

Tanda dan Temuan


Gejala pada pasien

Kejang Kejang

Tidak demam,
kecuali ada Demam tidak
penyakit penyerta terlalu tinggi
(GE)

Riwayat Riwayat
kehilangan kehilangan
elektrolit (+) elektrolit (+)

Hiponatremia (+) Hiponatremia (-)


Hipomagnesemia Hipomagnesemia
(+) (-)
Kejang demam
• merupakan kejadian bangkitan kejang yang
terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu
tubuh (> 38°C) pada anak usia 6 bulan – 5
tahun yang bukan disebabkan karena proses
intrakranial
Kejang <15
menit

Sederhana Kejang umum

Kejang tidak
berulang
Kejang dalam 24 jam
demam
Kejang > 15
menit

Kompleks Kejang fokal

Kejang
berulang
dalam 24 jam
Anemia Hipokrom Mikrositer

Anemia defisiensi besi

Anemia penyakit kronik

Thalasemia

Anemia sideroblastik
Menurut WHO pada tahun 2011,
kurang lebih 50% dari penderita
anemia di seluruh dunia berkaitan
dengan defisiensi besi (anak: 42%,
wanita tidak hamil 49%, dan
wanita hamil 50%). Oleh karena
itu, pada pasien ini dicurigai
anemia disebabkan oleh defisiensi
besi. Untuk menegakkan diagnosis
pasti anemia defisiensi besi, perlu
dilakukan pemeriksaan status besi.
Pasien diterapi dengan diazepam per rektal pada
saat kejang dengan dosis 5 mg karena berat badan
pasien <12 kg. Pasien mendapatkan terapi
antipiretik paracetamol dengan dosis 3x125 mg.
Pasien juga mendapat terapi intermitten berupa
diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB/kali
sebanyak 3 kali sehari (3x3 mg) selama 48 jam.

Terapi intermitten diberikan karena pasien


memenuhi salah satu kriteria dari: kelainan
neurologis berat, berulang 4 kali dalam setahun,
usia <6 bulan, kejang terjadi pada suhu <39°C,
kejang yang terjadi dengan suhu tubuh yang
meningkat cepat pada episode sebelumnya. Pada
saat demam, suhu tubuh tidak terlalu tinggi
(<39°C) sehingga penderita ini diindikasikan untuk
mendapat terapi intermitten

Anda mungkin juga menyukai