Anda di halaman 1dari 21

KISTA INFLAMATORI ODONTOGENIK: TINJAUAN

LITERATUR SINGKAT

Abstrak

Kista inflamatori odontogenik adalah lesi osteolitik jinak yang


asimtomatik, namun tergantung dari ukurannya, mereka dapat menghancurkan
tulang sekitarnya dan membiarkannya terinfeksi. Mereka diklasifikasikan ke
dalam kista radikuler periapikal atau lateral, kista residual dan kista paradental,
yang membutuhkan sumber infeksi untuk berkembang biak. Studi saat ini
terutama bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang jenis kista
inflamatori odontogenik, menggambarkan karakteristik dan aspek utamanya serta
menunjukkan pentingnya diagnosis banding untuk pengobatan lesi ini.
Metodologi yang digunakan terdapat pada tinjauan literatur. Dapat disimpulkan
bahwa deteksi dini dan diagnosis yang akurat sangat penting untuk penanganan
kista inflamatori odontogenik yang tepat. Dengan menghindari adanya lesi
asimtomatik seperti kista residual, struktur dan vitalitas gigi dilestarikan dan
integritas struktur anatomis dipertahankan, dengan kata lain, ia mengembalikan
kesehatan mulut pasien.

KATA KUNCI: Kista inflamatori odontogenik, diagnosis yang akurat,


pengobatan yang tepat. Kesehatan mulut.

1. Pendahuluan

Kista odontogenik adalah lesi osteolitik yang paling sering ditemukan (90%
sampai 97% dari kista-kista yang dilaporkan) di daerah oral. Pertumbuhannya
lambat, berasal dari sisa-sisa epitel odontogenik Malassez. Dengan demikian,
histogenesisnya terkait dengan debris yang terjebak dalam jaringan tulang, enamel
atau gingiva; mereka biasanya berlokasi di intraosseous. Meski kista tersebut
jinak, mereka bisa menjadi destruktif, karena insidensi kista ini sering terjadi dan
merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan tulang pada rahang atas dan
rahang bawah.

Pada tahun 1992, World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan


kista odontogenik sesuai dengan perkembangannya atau sesuai dengan kista
inflamatori. Perkembangan kista: kista gingiva pada masa kanak-kanak, kista
primordial, kista dentigerous (kista folikular), kista erupsi, kista periodontal
lateral, kalsifikasi kista odontogenik, kista odontogenik glandular dan kista
gingiva orang dewasa. Pada kista-kista ini, faktor aktif dalam pembentukan kista
masih belum diketahui, yaitu infeksi tidak merangsang proliferasi epitel
odontogenik. Kista inflamatori adalah lesi yang berasal dari infeksi saluran akar
dari karies atau dari terjadinya trauma yang menghasilkan perubahan pulpa.
Munculnya kista ini terjadi dari pra-eksistensi granuloma periapikal atau dengan
induksi dari dasar epitel Malassez.

Kista inflamatori dapat diklasifikasikan sebagai: kista inflamatori


periapikal (kista radikuler apikal dan kista periodontal lateral atau apikal), kista
residual dan kista paradental. Kista ini memerlukan sumber infeksi pada sisa
epitel selubung akar Hertwig (atau sisa epitel Malassez), yang dirangsang dan lalu
memulai penyebaran infeksi. Beberapa dari kista ini, seperti kista periapikal, kista
akar inflamatori dan kista akar lateral, bergantung pada infeksi endodontik,
sementara kista paradental memerlukan kista periodontal atau infeksi perikoronal;
kista inflamatori odontogenik merupakan sekitar 70,1% sampai 85% dari kista-
kista pada rahang atas.

Karena tingginya insidensi kista inflamatori odontogenik pada rahang atas,


tujuan penelitian ini adalah untuk memperdalam pengetahuan tentang berbagai
jenis kista inflamatori odontogenik, yang menggambarkan karakteristik dan aspek
utamanya dan menampilkan pentingnya diagnosis banding untuk pengobatan lesi
ini.
2. Bahan dan Metode

Database literatur berikut ini diteliti: General Science Index, Medline,


Pubmed, EBSCO host dan CAPES Periodicals. Studi tersebut dipilih jika ruang
lingkupnya terkait langsung dengan artikulator semi-adjustable. Studi yang
diterbitkan dari tahun 1980 sampai 2013 dimasukkan sesuai dengan analisis dari
penulis. Kata kunci penelitian ini digunakan untuk mencari keterangan pada
database.

3. Tinjauan Literatur

Kista didefinisikan sebagai rongga patologis yang dilapisi dengan epitel


yang asalnya dari odontogenik atau non-odontogenik, yang menunjukkan
kandungan cairan atau semi-padat di dalamnya.

Teori yang paling diterima untuk pembentukan kista akan menggabungkan


proses awalnya dengan proliferasi epitel yang masih dibawah pengaruh sitokin
inflamasi dan faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh berbagai sel pada lesi
apikal, yang menyebabkan pembentukan islet atau pulau kecil tanpa pembuluh
darah, yang mendegenerasi daerah tengah lesi. Pulau-pulau kecil ini, yang berada
jauh dari jaringan ikat disekitarnya, akan melepaskan enzim-enzim yang
mendegenerasi protoplasma sel mereka sendiri, mencairkan sel-sel mati, dan
membentuk rongga yang dilapisi epitel skuamosa berlapis.

Dengan demikian, kista odontogenik yang terbentuk dari mekanisme ini,


diklasifikasikan sebagai kista perkembangan atau kista inflamatori. Kista
inflamatori odontogenik memerlukan satu infeksi pada sisa-sisa epitel Malassez
yang berproliferasi dan merupakan persoalan yang dibahas pada tinjauan literatur
singkat ini.
Definisi

Kista inflamatori periapikal adalah kista inflamatori odontogenik sejati


yang dilapisi oleh epitel yang menempel pada daerah periapikal gigi dengan
nekrosis pulpa. Kista radikular lateral adalah contoh kista inflamatori odontogenik
yang melekat pada permukaan lateral akar gigi yang tererupsi dan nekrosis
disebabkan oleh infeksi pada ruang pulpa gigi.

Ada dua kategori atau tipe kista radikular yang berbeda: kista dengan
rongga kistik yang benar-benar diisi oleh lapisan epitel (kista sejati) dan kista
dengan epitel yang melapisi rongga kistiknya terputus karena apeks akar, yang
menembus ke dalam lumen (teluk kista). Lebih dari separuh lesi kista apikal
adalah kista sejati, karena terdiri dari rongga patologis yang dilapisi oleh epitel
yang berasal dari dasar epitel Malassez dan seringkali diisi dengan cairan.

Menurut Neville et al. (2004), kista radikular tidak ikut terangkat setelah
ekstraksi gigi melalui prosedur kuretase alveolar, sehingga tingkat peradangan
dapat berlanjut. Dengan demikian, tidak adanya jaringan kuretase periapikal
selama operasi pengangkatan gigi dapat menyebabkan pembentukan kista
inflamasi yang disebut kista residual. Kista residual adalah sejenis lesi kistik
inflamatori odontogenik, yang menyebabkan kista inflamatori periapikal tetap ada
di dalam tulang setelah ekstraksi gigi yang terkena, atau timbul setelah
pengangkatan kista yang tidak lengkap, yang mendorong persistensi kista
radikular. Dengan demikian, kista residual terjadi di situs ekstraksi yang telah
sembuh.

Kista paradental adalah kista inflamatori odontogenik yang jarang terjadi


yang menempel pada sambungan sementoenamel dari gigi vital dengan invasi
parsial, yang membentang di sepanjang permukaan akar, dan berhubungan dengan
perikoronitis, yaitu peradangan gingiva, yang menyebabkan hiperplasia dan
kemudian pembentukan kista.

Asal Usul
Kista inflamatori periapikal berasal dari epitel granuloma periapikal, yang
umumnya berasal dari sisa selubung epitel Hertwig, namun mungkin juga terkait
dengan epitel krevikular yang melapisi sinus atau lapisan epitel fistula. Telah juga
diakui bahwa kista dapat disebabkan oleh proliferasi epitel, yang berusaha untuk
mengambil rongga abses pada granuloma periapikal, mengingat pemburukan lesi.
Namun, metode pelatihan ini tidak berjalan dengan baik.

Kista akar lateral mirip dengan kista inflamatori periapikal dan


membentang di sepanjang bagian samping akar. Kista ini juga berasal, biasanya,
dari dasar epitel Malassez atau granuloma gigi yang sudah ada sebelumnya.
Sumber peradangan bisa berupa penyakit periodontal atau nekrosis pulpa yang
membentang melalui sisi foramen. Toksin keluar dari foramen dan menginfeksi
jaringan ligamentum periodontal. Respon inflamasi menginduksi terjadinya
proliferasi dasar epitel Malassez atau sisa selubung epitel Hertwig dan
pembentukan lesi kistik.

Kista residual memiliki asal yang sama dengan kista inflamatori


periapikal, yaitu, muncul setelah ekstraksi gigi yang terlibat tanpa kuretase,
dengan proliferasi sisa-sisa epitel selubung Hertwig yang distimulasi oleh infeksi
endodontik.

Kista paradental nampaknya berasal dari epitel krevikular, epitel yang


turun dari organ enamel atau sisa-sisa selubung epitel akar Hertwig di
periodontium; sisa-sisa epitel Malassez. Meskipun asal pastinya masih belum
dipahami, telah diyakini bahwa proses peradangan, seperti periodontitis atau
perikoronitis, akan merangsang pembentukannya dan pengamatan dari ilmuwan
menunjukkan bahwa pembentukan proyeksi enamel pada bifurkasi akar terkait
dengan patogenesis kista paradental.

Etiologi

Kista inflamatori periapikal disebabkan oleh infeksi odontogenik dengan


virulensi yang rendah dan durasi yang panjang pada saluran akar setelah nekrosis
pulpa yang meluas ke jaringan periapikal dan merangsang proliferasi sisa-sisa
selubung epitel Hertwig, atau sisa-sisa epitel Malassez yang mengandung ligamen
periodontal. Infeksi ini disebabkan terutama oleh bakteri anaerob di daerah
periapikal, yang merangsang dan mengaktifkan mekanisme pertahanan bawaan
(innate) dan yang didapat (acquired), sehingga menimbulkan reaksi vaskular dan
seluler yang mendorong pembentukan granuloma gigi dan kista radikular. Kista
radikular lateral dapat berkembang dari granuloma gigi. Faktor etiologi dari
infeksi odontogenik dengan virulensi yang rendah dan durasi yang lama, disisi
saluran akar gigi yang terkena yaitu disebabkan oleh kanal aksesori yang
terbentuk setelah nekrosis pulpa. Infeksi odontogenik ini tampaknya serupa
dengan yang diamati pada kista inflamatori periapikal, yang terutama disebabkan
oleh bakteri anaerob.

Kista residual adalah lesi odontogenik yang sering terjadi pada area
pendukung gigi di rahang. Karena eratnya hubungan kista ini dengan kista
periapikal atau radikular, etiologinya yang juga serupa diantara kedua entitas
tersebut, kista ini hanya dapat dibedakan berdasarkan adanya asosiasi atau tidak,
dengan akar gigi. Etiologi dari kista inflamatori infeksius periapikal atau
radikular, yaitu infeksi dengan virulensi yang rendah dan durasi yang panjang,
terletak di saluran akar dan kista residual yang dihasilkan dari ekstraksi gigi
nonvital tanpa kuretase.

Kista paradental disebabkan oleh infeksi jaringan perikoronal, invasi gigi


atau gigi yang tererupsi sebagian. Infeksi ini memicu terjadinya reaksi inflamasi
pada jaringan ini, yaitu perikoronitis, yang merangsang terjadinya proliferasi
epitel enamel yang turun setelah degenerasi kistik.

Karakteristik Klinis

Kista inflamatori periapikal adalah kista odontogenik yang paling sering


terjadi. Lokasi yang disukai dari kista ini adalah maksila anterior. Terdapat sedikit
kecenderungan untuk terjadi pada laki-laki. Tidak ada kelompok usia dengan
insidensi kista periapikal yang tinggi. Evolusinya lambat karena waktu berbulan-
bulan diperlukan untuk mengamati manifestasi klinisnya. Sebagian besar kista ini
tumbuh secara perlahan dan tidak mencapai ukuran penuh. Penderita kista
inflamatori periapikal tidak memiliki gejala. Kista inflamatori periapikal tidak
menimbulkan rasa sakit, kecuali eksaserbasi inflamasi akut terjadi, karena kista ini
bersifat inflamatoris. Gigi yang terkena telah menjadi normal, sehingga tidak
sensitif terhadap perkusi, mobilitas atau dengan ekstrusi mendadak. Jika kista
mencapai ukuran sedang atau besar (diameter 20-35 mm), atau jika terjadi tanda
dan gejala peradangan akut yang memburuk, seperti sakit gigi, pembengkakan,
peningkatan mobilitas gigi, ekstrusi mendadak, muncul sensitivitas ringan. Hal ini
memungkinkan mobilitas dan perpindahan dari elemen gigi yang berdekatan
terjadi. Intensitas manifestasi klinis ini berbanding lurus dengan tingkat
intensifikasi. Gigi asal tidak memberikan respon pada tes vitalitas. Pulpa yang
diuji dengan tes dingin, tes panas dan tes pulpa memberikan hasil negatif, yaitu,
menunjukkan telah terjadi nekrosis pulpa.

Mayoritas kista radikular (60%) ditemukan di maksila, paling sering


menyerang tulang alveolar rahang atas, terutama di sekitar gigi seri dan gigi
taring, dan memiliki prevalensi yang lebih tinggi pada wanita. Kista jenis ini
biasanya merupakan lesi asimtomatik dan perpindahan gigi yang berdekatan
mungkin merupakan manifestasi klinis pertama yang menunjukkan adanya kista,
yang pertumbuhannya lambat namun agresif, dan mungkin memerlukan ukuran
tertentu yang cukup untuk menghasilkan penghancuran korteks luar tulang dan
menimbulkan pembengkakan keras tanpa rasa sakit. Lesi yang menetap atau
bertambah besar kemungkinan disebabkan oleh infeksi sekunder. Kejadian kista
radikular yang tercatat di dekade ketiga dan keempat kehidupan memiliki
prevalensi tertinggi, dan jarang sekali dikaitkan dengan pertumbuhan gigi primer.

Kista residual jarang ditemukan pada anak-anak. Dapat terjadi pada usia
berapa pun, yang didiagnosis terutama antara usia 40 tahun sampai 60 tahun, lebih
sering pada pasien pria (62,5%) dan di kedua rahang, diusulkan lebih sering
terjadi pada segmen mandibula. Kista ini adalah lesi kistik ketiga atau keempat
yang paling sering terjadi di rahang, mewakili kira-kira 10% dari semua kista
odontogenik. Meskipun kista residual biasanya asimtomatik dan merupakan
temuan radiografi insidental di daerah edentulous, kadang-kadang, kista ini dapat
menyebabkan perluasan pada rahang yang terkena dan menimbulkan nyeri pada
rahang, jika ada infeksi sekunder. Seringkali kista ini terjadi di dalam tulang,
sangat jarang terjadi di daerah ekstraoseus, namun telah diamati dan oleh karena
itu harus disertakan dalam diagnosis banding lesi perifer di mandibula. Biasanya,
kista ini memiliki potensi pertumbuhan yang terbatas, walaupun ekspansi lebih
lanjutnya dapat dilihat, yaitu menyebabkan perpindahan gigi. Menurut Strickland
et al. (2013), di mandibula, kanal mandibular mungkin tergeser ke inferior.
Ekspansi bukal dan/atau lingual dapat terjadi. Perpindahan bagian atas sinus
maksila dapat terjadi saat kista ini berada di rahang.

Kista paradental adalah kista inflamatori odontogenik yang dianggap


jarang, karena prevalensinya berkisar antara 0,9% sampai 5,6% dari kista
inflamatori odontogenik. Tampaknya ada ketidakseimbangan kejadian dalam
kaitannya dengan jenis kelamin, yaitu seperti lebih sering terjadi pada pria
daripada pada wanita dan pada dekade ketiga kehidupan. Kista ini terjadi di dekat
batas servikal permukaan lateral akar, karena proses inflamasinya terjadi pada
kantong periodontal, dan biasanya berhubungan dengan erupsi molar bukal dan
distal, di mana ada kaitannya dengan riwayat perikoronitis. Lebih dari separuh
kasus yang dilaporkan terkait dengan gigi molar tiga bawah, terjadi pada usia
yang lebih tua dibandingkan yang berhubungan dengan molar pertama atau kedua,
dan lebih jarang lagi, dengan gigi anterior dan daerah globulomaksilar. Evolusi
kista paradental lambat karena berkembangnya sisa-sisa epitel dan pembentukan
kistik terjadi dalam waktu yang lama. Hal ini sering terjadi tanpa rasa sakit.
Dalam beberapa kasus, ketidaknyamanan, halitosis, pembengkakan, nyeri akut,
nyeri saat oklusi, erupsi yang tertunda, supurasi dan trismus mungkin ada. Kista
paradental yang terkait dengan erupsi permukaan bukal dan distobukal lain atau
erupsi sebagian dari molar adalah bentuk klinis yang paling sering dan biasanya
terkait dengan proses inflamatori periodontal seperti perikoronitis. Di lokasi ini,
kecuali untuk kasus infeksi akut, tanda klinis jarang terjadi. Rasa sakit mungkin
terkait dengan perikoronitis yang hanya terjadi pada tulang semi-tertutup.
Biasanya kista ini tidak menyebabkan ekspansi tulang. Tidak adanya perluasan
tulang dan tidak menjadi lesi yang terpalpasi, menyebabkan konsistensi kista ini
tidak dapat dirasakan. Gigi yang berkaitan dengan kista paradental memiliki
vitalitas pulpa.

Karakteristik Radiografi

Kista inflamatori periapikal menunjukkan gambaran radiolusen dengan


bentuk melingkar atau oval, yang dibatasi oleh garis radiopak yang tipis, kontinu
dan jelas, yaitu osteogenesis reaktif dan terletak di daerah periapikal (Gambar 1).
Lapisan keras yang dihancurkan terlihat di daerah gambar. Radiografi oklusal,
peradangan kortikal tulang, kista periapikal sedang atau besar, umumnya diperluas
dan dipertahankan, namun dapat dihancurkan pada kista besar dengan ruptur tipe
biasa, sehingga ujungnya menghadap ke posisi depan. Ketika eksaserbasi
inflamasi diderita pada kista periapikal, daerah radiopak yang tipis dari garis
pembatas menunjukkan gambar yang sebagian hancur, serta tulang cancellous
yang berdekatan, sesuai dengan sinar-X.

Radiograf periapikal, dalam kista radikuler lateral menunjukkan gambaran


radiolusen, kecil, dengan bentuk semilunar, dibatasi oleh garis radiopak tipis pada
kista, yang berada di dalam tulang alveolar. Bagian dari kista yang terletak pada
ligamen periodontal bergabung dengan struktur normal ini, yang juga bersifat
radiolusen. Karena itu, gambarnya hanya setengah dari kista. Gambaran kistik
terletak pada permukaan lateral akar gigi antara akar apeks dan leher gigi. Ada
gambaran hilangnya lamina dura di sepanjang akar yang berdekatan dan
gambaran radiolusen bulat yang mengelilingi apeks gigi. Resorpsi akar sering
terjadi. Dengan peningkatan gambaran radiolusen yang merata, seringkali karena
lesi mendekati gigi yang berdekatan. Ada kemungkinan pertumbuhan dan lesi
yang signifikan dapat diamati pada keseluruhan kuadran.
Kista akar lateral muncul sebagai lesi unilokular radiolusen dengan bentuk
bulat atau elips di daerah apikal dan dengan ujung tipis tulang korteks yang
terdefinisi dengan baik di sepanjang sisi bagian akar. Hilangnya lapisan keras dan
sumber jelas peradangan bisa dideteksi tanpa adanya indeks kecurigaan yang
tinggi. Jika kista jenis ini, sebelum melakukan eksplorasi bedah, area radiolusen
diposisikan secara lateral, kami merekomendasikan untuk melakukan evaluasi
penuh terhadap status periodontal dan vitalitas gigi yang berdekatan.

Secara radiografi, kista residual menunjukkan gambaran radiolusen


dengan bentuk lingkaran, oval atau elips, berbatasan dengan garis radiopak tipis
dan terletak di daerah gigi yang diekstraksi. Dalam kasus kista besar, radiograf
oklusal menunjukkan perluasan tulang kortikal yang biasanya dipelihara. Ketika
tulang korteks yang diperluas ditemukan hancur, ada diskontinuitas yang ditandai
oleh ujung yang patah yang dihadapi masing-masing kortikal (Gambar 2), yang
menunjukkan adanya lesi jinak. Dapat menyebabkan perpindahan gigi dan
resorpsi akar dan pertumbuhan maksilaris kortikal dan rahang bawah mungkin
akan terasa. Kista dapat menyerang ke antrum maksila atau bergerak ke saluran
saraf gigi inferior.

Menurut analisis radiografi, kista paradental dapat bervariasi menurut


gambarannya, tergantung pada tumpang tindih struktur anatomis, adanya infeksi,
ukuran dan lokasi lesi. Biasanya gambar lesi didefinisikan dengan baik radiolusen,
kortikal dan bersebelahan dengan gigi dan semi-inklusi, biasanya terletak lateral
(distal paling sering) yang dibatasi oleh garis radiopak tipis dan dihubungkan
dengan molar ketiga mandibula yang sebagian tererupsi (Gambar 3). Lesi
memiliki bentuk semi-lunar, ellipsoid atau bulan sabit dan tidak menyebabkan
ekspansi tulang. Kista paradental ditemukan di daerah bifurkasi akar pada batas
semen amelo-bukal. Di lokasi bukal, kista dari bagian paraditer menunjukkan
gambaran radiolusen, membentang di atas permukaan akar molar dengan garis
radiopak yang tipis yang membatasi lesi. Bentuk melingkar ini diproyeksikan ke
akar dan daerah periapikal, mengubah bentuknya dan membuat diagnosis menjadi
sulit. Ini membutuhkan analisis yang lebih hati-hati untuk melihat ruang ligamen
periodontal dan lamina keras di wilayah yang tumpang tindih dengan gambaran
radiolusen. Dalam kasus kista paradental yang terletak di distal dan mesial,
gambaran radiolusen diperoleh bentuk sabit, yang digariskan dengan garis
radiopak di tepi ke arah tulang.

Diagnosis

Kista adalah lesi inflamasi odontogenik epitel yang ditandai oleh pola
pertumbuhan yang lambat, ekspansif dan tidak infiltratif. Ini adalah bukti nyata
sifat biologis jinak dari lesi ini, yang dapat mencapai ukuran yang cukup besar,
jika tidak didiagnosis pada waktunya dan ditangani dengan tepat.

Diagnosis yang benar sangat penting untuk merencanakan perawatan


kondisi yang membahayakan kompleks maxillomandibular. Mengingat bahwa
jumlah lesi kistik rahang memiliki ciri klinis dan radiografi yang serupa, diagnosis
kista odontogenik, biasanya memerlukan analisis terperinci mengenai temuan
klinis, radiologis dan histopatologis.

Gambaran klinis dan radiologis mendukung diagnosis kista inflamatori


periapikal. Gambaran radiografi (radiolusen, dengan bentuk melingkar atau
berbentuk bulat telur, dibatasi oleh radiopak garis tipis dan tajam yang terus
menerus) menunjukkan kista inflamatori periapikal, bahkan tanpa perluasan
tulang. Namun, jika terjadi perluasan tulang dan perpindahan gigi yang
berdekatan, di luar penampilan radiografi yang dijelaskan di atas, kemungkinan
lesi tersebut adalah kista inflamatori periapikal. Hal ini mungkin membingungkan
secara radiografi dengan granuloma periapikal. Gambaran radiografi seperti
ukuran lesi, kontinuitas dan ketajaman garis radiopak dan intensitas gambar
radiolusen dapat digunakan dalam diagnosis banding. Diagnosis makroskopis lesi
periapikal yang menempel pada cahaya, dalam kasus ekstraksi, dan regresi lesi,
setelah pembentukan dan obturasi saluran akar, juga efektif dalam diagnosis
definitif kista inflamatori periapikal.
Mengingat bahwa kista radikular lateral sering tidak menunjukkan
manifestasi klinis, biasanya, ditemukan dengan pemeriksaan radiografi rutin
maksila atau mandibula. Radiografi menunjukkan gambaran radiolusen dengan
bentuk setengah bulan, terletak di permukaan lateral akar gigi dengan nekrosis
pulpa, yang dibatasi oleh garis radiopak tipis di margin yang bersentuhan dengan
tulang alveolar. Kista ini bisa dikacaukan dengan kista odontogenik lainnya,
terutama dengan kista periodontal lateral dan kista yang bersifat kebalikannya.
Analisis beberapa fitur klinis, seperti uji pulpa dapat menunjukkan diagnosis
klinis kista periodontal lateral dan kista radikular lateral yang paling mungkin
(Gambar 6). Kista radikular lateral di pulpa gigi yang terkena adalah nekrotik;
kista periodontal lateral, tidak ada vitalitas pulpa gigi yang terkena. Diagnosis
banding dapat dipandu oleh faktor-faktor seperti etiologi, waktu operasi
pengangkatan kista dan insidensi di rahang. Diagnosis banding dengan kista vena,
anda harus menggunakan beberapa ciri klinis: uji pulpa, erupsi gigi yang terkena,
daerah kista lendir, kepatuhan dan frekuensi di rahang. Diagnosis klinis harus
dikonfirmasi bahkan tanpa analisis histopatologis, regresi ketika kista radikular
lateral terjadi setelah pembentukan dan obturasi saluran akar gigi yang terkena.
Jika kista radikular lateral tidak hilang setelah terapi endodontik, harus menjalani
pemeriksaan histopatologis setelah pengangkatannya. Secara mikroskopis, kapsul
terdiri dari epitel kistik yang didukung oleh jaringan ikat; jaringan epitel
skuamosa bertingkat dibentuk oleh beberapa lapisan sel; Jaringan tersebut
disusupi sel-sel inflamasi kronis, limfosit, dan sel plasma.

Kista residual biasanya dideteksi dengan pemeriksaan radiografi rutin dari


rahang, karena kadang-kadang menyebabkan perluasan tulang, yaitu menyajikan
manifestasi klinis yang mengarahkan pasien untuk mencari perawatan.
Pemeriksaan ini menunjukkan gambar radiolusen, lingkaran atau ovoid di daerah
gigi yang hilang. Fitur radiografi yang ditambahkan pada luka lambat, tanpa rasa
sakit dan dengan riwayat perkembangan ekstraksi gigi menyebabkan diagnosis
klinis kista residual. Namun, ini bisa dibingungkan dengan kista tulang lainnya,
terutama kista primer dan tumor keratocyst odontogenik. Diagnosis banding
antara kista primer dan kista residual difasilitasi jika pasien dapat
menginformasikan ekstraksi gigi pada daerah radiolusen gambar yang, jika
dilakukan, menganalisa diagnosis kista residual. Diagnosis banding dengan
keratocyst odontogenik, seseorang harus memperhatikan pertumbuhan tulang,
konsistensi dan aspirasi lesi, kejadian kista ini di rahang. Jika ada perluasan tulang
yang luas, konsisten dengan ukuran gambar, konsistensi adalah papyraceous atau
mengambang dalam kekosongan lesi yang cukup cairan sitrus yang dipanen,
diagnosis miring untuk kista residual. Namun, diagnosis definitif ditentukan oleh
histopatologi, setelah dikeluarkannya kista. Kapsul dibentuk oleh epitel kistik dan
jaringan ikat yang mendasarinya. Epitelnya adalah skuamosa bertingkat, memiliki
ketebalan bervariasi dan mungkin mengandung korpuskel Rushton. Jaringan ikat
mengandung sel-sel peradangan kronis, infiltrasi mononuklear dan kadang-kadang
sejumlah besar neutrofil polimorfonuklear.

Pemeriksaan klinis dan radiografi cukup untuk mendiagnosis kista


paradental. Apakah bukti bahwa pasien adalah gangguan molar parsial ketiga,
terimpaksi, dan/atau mukosa dengan perikoronitis: perluasan tulang tidak ada;
radiografi menunjukkan gambaran radiolusen dalam kaitannya dengan erupsi gigi
(impaksi gigi molar 3); lokalisasi terutama di permukaan akar untuk distal atau
distobuccal dan terikat oleh garis radiopak tipis di margin yang bersentuhan
dengan tulang.

Diagnosis definitif kista paradental diperoleh dengan menambahkan data


klinis-bedah, radiologis dan mikroskopik. Kista odontogenik lainnya, seperti
dentigerous, radikular, lateral periodontal, di luar folikel gigi, tumor odontogenik
seperti ameloblastoma dan tumor odontogenik keratocystic, dan kondisi tidak
biasa lainnya, misalnya, histiositosis sel Langerhans, dapat dimasukkan dalam
diferensial diagnosa. Karena klinis dan radiografi serupa dengan kista
odontogenik lainnya, kista bisa menjadi membingungkan menjadi paradental,
terutama dengan kista periodontal lateral dan kista radikular lateral. Diagnosis
definitif mereka ditetapkan oleh histopatologi. Secara histopatologis, kista
paradental selalu dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis stratifikasi non-
keratinisasi, yang tampak hiperplastik, didukung oleh dinding jaringan granulasi
dan jaringan fibrosa yang mengandung infiltrasi inflamasi kronis atau campuran
yang intens. Fokus pigmen hemosiderin dan kristal kolesterol mungkin ada.

Metode Diagnosis Kista Inflamatori Odontogenik

Tes diagnostik, yaitu tes imajinologis, sangat penting untuk diagnosis kista
inflamasi odontogenik yang benar. Radiografi (digital intraoral, panoramik,
periapikal, oklusal dan teleradiografi) sering digunakan untuk penilaian global
terhadap keadaan gigi dan diagnosis berbagai penyakit, seperti periodontitis, lesi
odontogenik dan non-odontogenik maksila dan mandibula, walaupun memiliki
keterbatasan anatomis dan geometris, hubungan dengan visualisasi dan
interpretasi gambar yang didapat. Untuk penetapan diagnosis banding, tersedia
metode profesional kesehatan mulut sebagai tomografi terkomputerisasi
konvensional (CT), magnetic resonance imaging (MRI), ultrasonografi (AS) dan
cone beam computed tomography (CBCT).

Radiografi panoramik dan periapikal kurang presisi dan akurat


dibandingkan dengan cone beam tomography computed (CBCT). CT memiliki
penggunaan terbatas dalam kedokteran gigi, karena walaupun dapat memberikan
banyak rincian di bidang aksial menunjukkan waktu pemaparan kekurangan dan
dosis radiasi tinggi yang menjadi sasaran pasien. CBCT adalah metode
noninvasive yang sesuai untuk pemeriksaan jaringan yang kaku dan tidak efisien
untuk evaluasi jaringan lunak. Gambaran CBCT yang diperoleh terdiri dari voksel
isotropik; mereka sama dalam semua dimensi, menghilangkan tumpang tindih
yang diamati pada gambar radiografi konvensional, yang memungkinkan
visualisasi dini lesi periapikal kecil, bahkan jika berada dalam tulang kenyal, dan
ukuran penuh pada tiga bidang ortogonal. Dengan demikian, teknologi balok
kerucut memberikan kondisi pengukuran profesional, dan ketebalan tulang,
jumlah tulang cancellous dan kortikal, yang memungkinkan analisis lesi pada
tahap awal perkembangan. CBCT adalah metode diagnosis yang serbaguna.
Memfasilitasi diferensiasi dan perencanaan, merampingkan pengobatan dan
tindak lanjut dari lesi periapikal.

Selain menunjukkan adanya lesi inflamasi periapikal, penggunaan CBCT


terbukti efektif untuk diagnosis diferensiasi antara granuloma inflamasi dan kista
periapikal. Ini adalah teknik yang tepat untuk lesi inflamasi periapikal diagnostik
pra operasi, seperti gambaran dengan sedikit warna abu-abu (nilai negatif),
dengan daerah yang lebih gelap homogen; Dengan kerapatan yang lebih rendah
dari daerah sekitarnya, maka area cairan yang kurang padat masuk ke dalam
rongga yang mengandung lesi cystic. Daerah dengan jumlah nuansa abu-abu
tinggi (nilai positif) dengan kerapatan serupa dengan jaringan di sekitarnya,
namun dengan gambaran radiolusen yang lebih tajam menunjukkan adanya
granuloma.

Semua kista odontogenik, kecuali kista inflamatori periapikal dan kista


radikular lateral, harus ditangani dengan intervensi bedah. Lesi kista periapikal
biasanya diobati dengan perawatan endodontik konservatif (periapikal curettage)
atau perawatan bedah (enukleasi, marsupialization dan dekompresi). Pada kista
periapikal radikular dan inflamasi lateral, pembedahan diindikasikan hanya jika
lesi tidak mengalami kemunduran setelah pengangkatan infeksi odontogenik pada
saluran gigi yang terkena. Jika kista residual, operasi adalah satu-satunya pilihan.

Menurut Petterson et al. (2000) kista rahang dapat diobati dengan


pembedahan oleh salah satu teknik dasar berikut: enukleasi, kombinasi
marsupialization dari dua prosedur pada langkah atau enukleasi dengan kuretase.

Penelitian yang dilakukan oleh Silva et al. (2002), untuk membantu ahli
gigi dalam memilih perawatan bedah yang sesuai untuk berbagai jenis kista
menunjukkan bahwa pada kista rahang, perawatannya bersifat murni operasi,
enukleasi terapeutik, marsisasi dan dapat dilakukan dekompresi.
Pengobatan yang direkomendasikan saat ini untuk kista inflamatori
periapikal terdiri dari pembentukan dan obturasi saluran akar tanpa intervensi
bedah segera. Namun, lesi yang luas pada restorasi gigi telah ditangani dengan
sukses oleh perawatan endodontik konservatif bila disertai dengan biopsi dan
marsupialization atau dekompresi fenestrasi. Radiograf kontrol, setiap empat
bulan, harus dilakukan, sebelum mereka melakukan perbaikan total jaringan.
Pembedahan bedah (enutleation cystic) diindikasikan bila lesi periapikal tidak
mengalami kemunduran atau peningkatan ukuran selama periode pengamatan.
Pembedahan tidak boleh terbatas pada pengangkatan kista; Ini akan menahan
apioektomi yang diikat gigi dengan atau tanpa pengisian kembali. Namun, ketika
gigi tersebut melibatkan mahkota prostetik yang luas, atau pin akar, terutama saat
mengeluarkan mahkota atau pin dapat menyebabkan patah tulang pada struktur
gigi yang tersisa, disarankan untuk melakukan operasi paraendodontik.

Kista radikular lateral, pada awalnya, harus diobati dengan terapi


endodontik, yaitu pembentukan dan obturasi saluran akar gigi yang terimpaksi
sehingga dapat menghilangkan infeksi di saluran tersebut. Jika setelah perawatan,
kista tidak mengalami kemunduran, maka akan dikeluarkan dengan operasi.
Semua fokus inflamasi pada area kista radikular lateral harus dieliminasi. Bahan
harus dikirim untuk biopsi dan pemantauan ketat setidaknya satu sampai dua
tahun harus dilakukan.

Pengobatan kista residual biasanya dilakukan dengan teknik yang berbeda,


tergantung ukuran dan lokasi lesi. Kista yang dapat diakses dengan mudah yang
berukuran kecil dan menengah dan tanpa mengorbankan kesehatan pasien, secara
umum pilihan pertama adalah enukleasi kistik. Kista residual berukuran besar dan
ada kemungkinan patah tulang selama enukleasinya, disarankan marsisasieal lesi,
ini mengenalkan drain untuk menguras cairan kistik. Tanpa tekanan kista pada
tulang, pengurangan ukurannya terjadi oleh pembentukan tulang perifer hingga
luka dan tidak ada risiko patah tulang dan kista residual dapat diangkat.

Pengobatan kista paradental bila dikaitkan dengan geraham ketiga adalah


eksisi lesi, bersamaan dengan pengangkatan gigi. Jika kista paradental
mempengaruhi molar pertama atau kedua, pengobatan terdiri dari enukleasi lesi
dengan melestarikan gigi yang terlibat. Tapi, gigi yang terkena biasanya
diekstraksi bersamaan dengan kista, seperti yang sering terimpaksi pada molar
kedua.

Mengenai pengobatan kista dan tumor, Neville et al. (1998) berpendapat


bahwa semua tumor kista dan odontogenik dan non-odontogenik dapat meniru
penampilan kista periapikal residual sehingga menunjukkan bahwa semua kista
dan tumor ini harus dieksisi melalui pembedahan untuk evaluasi lengkap sumber
pengapian.

Namun, setiap prosedur operasi harus dievaluasi dan direncanakan secara


menyeluruh. Setiap teknik bedah memiliki indikasi yang benar. Profesional harus
benar menilai jenis kista, bentuk dan lokasinya, tingkat perluasan dan keterlibatan
dengan struktur dasar, yaitu ukuran lesi, isi rongga sistik dan kondisi umum
pasien. Kita harus selalu mempertimbangkan sejauh mana dan hubungan anatomi
proses kistik, sehingga membimbing teknik bedah dan tindakan pencegahan yang
harus dilakukan. Keberhasilan setiap kasus akan tergantung pada rencana
perawatan, di luar keahlian teknik bedah dan anatomi orofasial.

Di antara tujuan perawatan bedah selain penghentian segera atau yang


tertunda dari kista, bila memungkinkan, seseorang harus melihat ke struktur dan
vitalitas gigi, serta menjaga integritas struktur anatomis: rongga hidung, sinus
maksila, bundelan neurovaskular dan kontinuitas maksila. Untuk meminimalkan
konsekuensi pada daerah yang terkena kista, teknik rekonstruksi dari defek tulang
harus dipertimbangkan.

Prognosis

Beberapa kista inflamatori periapikal reversibel hanya dengan terapi


endodontik. Prognosisnya juga baik, bila kista inflamatori periapikal dikeluarkan
melalui operasi karena perbaikan jaringan periapikal terjadi. Alasan regresi
beberapa kista inflamatori periapikal setelah pemodelan dan pengisian saluran
akar tanpa operasi periapikal tidak diketahui. Prognosis kista radikular lateral
bagus, karena kista ini tidak memiliki kecenderungan untuk kambuh lagi. Regresi
lesi setelah terapi endodontik bisa terjadi. Ini menunjukkan bahwa lesi bukan
granuloma dan kista (regresi granuloma rongga, kista tidak). Ini adalah daerah
perbaikan tulang kistik yang umum setelah operasi pengangkatan jenis kista ini.

Kista residual tidak memiliki kecenderungan untuk kambuh, sehingga


memiliki prognosis yang baik. Setelah eksisi, penyembuhan tulang biasanya
terjadi di daerah kista. Secara luar biasa, epitel dapat menyebabkan karsinoma sel
skuamosa, tumor ganas.

Penulis menunjukkan fakta bahwa epitel enukleasi yang tidak lengkap


dapat mengembangkan kista residual setelah berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun setelah perawatan. Jika kista radikuler asli, kista residual atau tetap tidak
diobati, pertumbuhan lanjutannya dapat menyebabkan kerusakan dan pelebaran
rahang atas atau mandibula yang signifikan. Pada akar dan kista residu yang
dirawat secara adil, secara umum ada perbaikan tulang.

Apapun kasus rekurensi katalitis vaskular tidak umum terjadi. Kista jenis
ini memiliki prognosis yang sangat baik; Tidak ada kecenderungan untuk kambuh
saat lesi benar-benar hilang. Setelah operasi pengangkatan, umum terjadi
perbaikan tulang di daerah kistik. Prognosis dari semua kista inflamasi itu baik.
Kista ini biasanya tidak kambuh setelah pengobatan yang tepat. Jaringan parut
fibrosa bisa terjadi, terutama saat kedua kortikal tersebut pecah. Kasus langka
karsinoma sel skuamosa telah dilaporkan pada kista periapikal. Karsinoma sel
skuamosa kadang-kadang berasal dari lapisan epitel kista radikular atau kista
odontogenik lainnya. Jadi, meski tanpa gejala, perawatan diperlukan untuk semua
perubahan intra-osseous secara terus-menerus.

4. Diskusi

Seperti telah dinyatakan di atas, kista inflamatori odontogenik adalah lesi


yang bergantung pada fokus infeksi endodontik, periodontal atau perikoronal dari
virulensi rendah dan jangka panjang, untuk berkembang biak. Mereka tumbuh
perlahan dari epitel Malassez yang tersisa atau granuloma periapikal yang sudah
ada sebelumnya. Sumber peradangan bisa berupa pulpa nekrotik atau penyakit
periodontal. Mereka sering terjadi di dalam tulang, sangat jarang terjadi di daerah
ekstraoseus, di mana dia diamati dan oleh karena itu harus disertakan dalam
diagnosis banding lesi perifer mandibula. Meski jinak, tergantung ukuran, kista
odontogenik kista bisa menjadi destruktif, karena sering terjadi kejadian dan
merupakan penyebab utama kerusakan tulang pada rahang atas dan rahang bawah.

Secara klinis kista odontogenik secara asimtomatik, merupakan temuan


radiografi insidental. Muncul lebih sering di maksila, tapi sisa kista ditemukan di
kedua rahang, paling sering di segmen rahang. Tunjukkan pola pertumbuhan yang
lambat, ekspansif dan tidak infiltratif, yang secara jelas menunjukkan sifat
biologis dari lesi jinak ini. Jika kista mencapai diameter 20-35 mm, atau jika
terjadi eksaserbasi, tanda dan gejala muncul, seperti penghancuran tulang korteks
luar, sakit gigi, pembengkakan keras, tidak nyeri, peningkatan mobilitas gigi,
ekstrusi mendadak, kepekaan cahaya, Kemungkinan mobilitas dan perpindahan
elemen gigi yang berdekatan juga terjadi. Lesi yang bertahan atau bertambah
besar kemungkinan terinfeksi kedua. Mengenai jenis kelamin, ada kecenderungan
untuk laki-laki tetapi dalam kasus kista radikular, ada prevalensi yang lebih tinggi
pada wanita. Mengenai usia, tidak ada kelompok usia dengan kejadian kista
periapikal inflamasi tertinggi. Terjadinya kista radikular, diamati bahwa dekade
ketiga dan keempat kehidupan telah menyoroti kista prevalensi dan radikular dan
kista residual jarang ditemukan pada anak-anak.

Kista inflamatori odontogenik didiagnosis dengan pencitraan. Radiograf


(digital intraoral, panoramik, periapikal, oklusal dan teleradiografi) sering
digunakan untuk penilaian global tentang keadaan gigi dan diagnosis berbagai
penyakit, namun keterbatasan anatomis dan geometris saat ini berkaitan dengan
visualisasi dan interpretasi gambar yang diperoleh. Pembentukan diagnosis
banding dapat diperoleh dengan CT konvensional, MRI, AS dan CBCT, teknik
diagnosis pra operasi yang tepat dan serbaguna, yang memfasilitasi diferensiasi
dan perencanaan, merampingkan perawatan dan tindak lanjut lesi periapikal.
CBCT, selain menunjukkan adanya periodontitis apikal, telah membuktikan
diagnosis kemanjuran untuk membedakan granuloma dan kista periapikal.

Lesi kista periapikal biasanya diobati dengan perawatan endodontik


konservatif (periapikal curettage) atau perawatan bedah (enukleasi,
marsupialization atau fenestration dan dekompresi). Silva et al. (2002)
menekankan bahwa kista rahang, perawatannya murni bersifat operasi, enukleasi
terapeutik, marsupialization dan dekompresi dapat dilakukan. Untuk Domingues
& Gil (2007) semua kista odontogenik, kecuali kista periapikal inflamasi dan kista
radikular lateral, harus ditangani dengan intervensi bedah. Pada kista periapikal
lateral dan kista inflamasi, pembedahan hanya diindikasikan jika lesi tidak
mengalami kemunduran setelah pengangkatan infeksi odontogenik intrakanal
pada gigi yang terkena. Dalam kasus kista residual atau bedah kista defensif
(enukleasi kistik atau marsupialization) adalah satu-satunya pilihan. Sedangkan
semua kista dan tumor odontogenik dan non-odontogenik dapat meniru
penampilan kista periapikal residual, Neville et al. (1998) menunjukkan bahwa
semua kista dan tumor ini harus dioperasi dengan operasi untuk evaluasi lengkap
sumber pengapian. Mengingat setiap prosedur operasi harus dievaluasi dan
direncanakan secara hati-hati, masing-masing teknik bedah memiliki indikasi
yang benar. Kebutuhan profesional benar mengevaluasi kista sesuai dengan: tipe,
bentuk, lokasi, tingkat ekspansi dan keterlibatannya dengan struktur dasar.
Dengan demikian, ukuran lesi, isi rongga kistik dan kondisi umum pasien,
menyebabkan pengangkatan kista segera dan tertunda, dan konservasi struktur dan
vitalitas gigi serta kelestarian integritas. Struktur anatomi dalam pengobatan kista
inflamasi odontogenik harus dipertimbangkan.

5. Kesimpulan

Kista inflamatori odontogenik adalah lesi interoseus yang mempengaruhi


daerah rahang atas dan rahang bawah. Meskipun asimtomatik dan jinak, karena
terus meningkat, lesi ini bisa menjadi destruktif, karena mempengaruhi dan
menginfeksi tulang yang berdekatan dan karenanya harus ditangani dengan tepat.
Dalam hal ini, sangat penting untuk perencanaan diagnosis dan perawatan
biasanya memerlukan analisis terperinci tentang pemeriksaan klinis, radiologis
dan histopatologis.

Dalam kedokteran gigi, deteksi dini dan diagnosis yang akurat mengenai
lesi inflamasi, neoplastik atau cystic, kain odontogenik sangat penting untuk
pengobatan yang berhasil. Oleh karena itu, dokter gigi harus memiliki
pengetahuan tentang perilaku histologis dan biologis kista odontogenik dan
frekuensi mereka untuk memastikan deteksi dini, diagnosis yang akurat dan
perawatan yang tepat.

Pengobatan kista inflamatori periapikal lateral atau menyiratkan


endodontik konvensional atau kuretase alveolar, pasca ekstraksi tidak digunakan
saat regresi lesi post endodontik atau apakah itu kista paradental. Dengan ini, kita
menghindari keabadian lesi odontogenik, yang bisa menjadi kista residual, yang
dapat menimbulkan potensi eksplosif dan destruktif, jika tidak diangkat dengan
benar melalui pembedahan.

Anda mungkin juga menyukai