DIFFERENCES
KELOMPOK 6 :
Ika Nurkhasanah
Noni Juliana Waney
Lulu Faoziah
Avita
Chika
struktur umum sains telah dijelaskan dalam hal data, teori, dan paradigma.
sejumlah paralel dalam agama diusulkan. sekarang kita bisa mengejar
beberapa perbandingan tambahan. memang ada kesamaan yang mencolok,
tetapi juga perbedaan yang signifikan, dan keduanya membutuhkan diskusi jika
kita ingin merepresentasikan dua bidang kehidupan manusia ini secara adil.
2
I. SEJARAH DI ILMU PENGETAHAN DAN AGAMA
3
1. PENJELASAN SEJARAH
1. Sudut Pandang Interpretatif
Minat dan Komitmen sejarawan mempengaruhi cara mereka memilih dari antara
banyak rincian yang mungkin relevan dengan akun historis.
Carl Becker, ahli sejarah menulis “sejarah peristiwa tidak pernah persis
sama untuk dua orang yang berbeda, dan sudah diketahui bahwa
setiap generasi menulis sejarah yang sama dengan cara baru, dan
menempatkan pada itu sebuah konstruksi baru”
5
2. Niat Agen
kadang-kadang dikatakan bahwa menjelaskan tindakan manusia
berarti mempertanggungjawabkannya dalam hal ide dan pilihan para
aktor. untuk menjawab pertanyaan "Mengapa brutus membunuh
caesar?" kita harus mempelajari pengalaman, disposisi, loyalitas, dan
motif brutus.
6
3. Kekhususan dan Keabsahan
Penjelasan khas dalam sains adalah menunjukkan bahwa keadaan sistem tertentu
dapat disimpulkan dari pengetahuan tentang keadaan sebelumnya, ditambah
serangkaian hukum umum.
Hempel menegaskan bahwa suatu peristiwa dalam sejarah hanya dijelaskan ketika
itu juga dimasukkan di bawah undang-undang yang meliputi: "Undang-undang
umum memiliki fungsi analog yang cukup dalam sejarah dan dalam ilmu alam.
Mengingat persamaan struktural dan penjelasan, dapat dikatakan bahwa penjelasan
tidak lengkap kecuali mungkin berfungsi sebagai prediksi ".
penjelasan ilmiah dan historis, katanya, tidak berbeda secara prinsip, karena hanya
satu jenis prosedur yang jelas. jika sejarawan ditantang, mereka tidak menggunakan
hukum tetapi mengisi rincian tambahan dalam akun narasi mereka.
7
3. Sejarah yang tidak bisa diprediksi
Sumber dari ketidakpastian : Kebebasan dan kreativitas manusia
Kosmologi
Biologi
Evolusioner
Geologi
8
3. Beragam Jenis Penjelasan
Penyelidikan sejarah dan penyelidikan ilmiah bukanlah penyelidikan yang ekslusif
Dalam ilmu alam, peristiwa biasanya masuk dalam ilmu hukum; hukum dijelaskan
dengan mempertimbangkan dalam teori; dan teori dipandang sebagai “ideal tatanan
alam”.
10
Eksponen baru-baru ini teologi naratif mengklaim bahwa kisah-kisah
Alkitab harus dibedakan dari kedua catatan sejarah dan proposisi teologis.
mereka bersikeras bahwa keyakinan Kristen hanya dikomunikasikan oleh
narasi alkitabiah itu sendiri.
11
II. OBJEKTIVITAS DAN RELATIVISME
1. Kontruksi Sosial Ilmu Pengetahuan (The Social Construction of Science)
Sir Karl Raymund Popper
" Popper menjunjung pandangan tradisional sains sebagai perusahaan rasional
otonom mengikuti logika internalnya sendiri dalam menguji hipotesis terhadap
pengamatan yang andal. “ - (hal 144). Gagasan terkenalnya yaitu gagasan dengan
cara uji kesalahan (falsifiable). Gagasan uji kesalahan (falsifiable) digunakan dengan
prinsip falsifikasi, yakni metode yang mengkritisi suatu pengetahuan yang ada,
bahwa pengetahuan tersebut diamati dan di uji dengan menelusuri ada atau
tidaknya kesalahan pada pengetahuan tersebut. Cara kerjanya dengan mencari
fakta yang bertolakbelakang (fakta anomali) untuk kemudian disandingkan dengan
menguji kebenaran teori awal. Contoh nya : untuk mengetahui apakah semua
burung gagak berwarna hitam, maka dengan menggunakan metode falsifikasi, kita
tidak mencari contoh burung gagak yang hitam, untuk membuktikan kebenaran
hipotesis pribadi, tetapi kita akan mencari sampel dengan warna lain, misalnya
berwarna putih
12
Thomas Samuel Kuhn
"Kuhn mencoba untuk melacak beberapa pengaruh eksternal (termasuk asumsi
metafisis budaya yang lebih luas) tetapi ia sebagian besar berhubungan dengan ide-
ide dalam komunitas ilmiah. “ (hal 144). Ia adalah seorang Fisikawan Amerika dan
filsuf yang menulis secara ekstensif tentang sejarah ilmu pengetahuan dan
mengembangkan gagasan beberapa penting dalam sosiologi dan filsafat ilmu. bagi
Kuhn setiap ilmuwan dalam meneliti sesuatu dan menciptakan teori tentu ada
“paradigma” yang mendasari proses dalam penelitiannya, maka seorang ilmuan
mustahil bisa menolak subjektifitas individu karena paradigma dalam dirinya
menentukan arah sebuah penelitian. Dalam sains, paradigm mengandung unsur
asumsi dan prediksi tertentu tentang alam yang dimiliki oleh individu ilmuan.
Karena itu pemahaman seseorang terhadap ilmu pengetahuan tidak pernah bisa
bersikap “objektif”,
13
Jϋrgen Habermas (Teori Kritis)
Dan yang lainnya yang juga telah menulis mengenai pengetahuan sosiologi,
terutama oleh Habermas dan lain-lain yang bersekolah di sekolah Frankfurt, yang
berpendapat bahwa bias ideologis, asumsi intelektual, dan kekuatan politik
berpengaruh pada semua penelitian pengetahuan.” (hal 144).
Jürgen Habermas merupakan seorang filsuf dan teoritisi sosial. Ia dilahirkan di kota
Dusseldorf, Jerman pada tanggal 18 Juni 1927.
Habermas melukiskan Teori Kritis sebagai suatu metodologi yang berdiri di dalam
ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan (sosiologi). Dalam
ketegangan itulah dimaksudkan bahwa Teori Kritis tidak berhenti pada fakta
obyektif seperti dianut teori-teori positivis.
14
“
Teori kritis merupakan sebuah metodologi yang berdiri di dalam
ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Teori kritis
tidak hanya berhenti pada data-data atau fakta-fakta obyektif seperti
yang dianut positifisme, akan tetapi menembus di balik realitas sosial
untuk menemukan kondisi-kondisi yang timpang. Akan tetapi teori
kritis tidak melayang-layang pada metafisika dan meninggalkan data
empiris, tetapi berdialektika antara pengetahuan yang bersifat
transendental dan yang bersifat empiris.
15
2. Kritik Dunia Ketiga (Third World Critiques)
Sejak akhir tahun tujuhpuluhan isu berakhirnya “Dunia ketiga” mulai terdengar. Salah satu
indikasinya adalah berkembangnya proses pembangunan pada 125 negara berkembang yang
pada awalnya menyandang predikat sebagai negara “Dunia Ketiga”. Kelompok negara
tersebut mempunyai perbedaan tingkat pencapaian dan proses pembangunan, problem dan
kepentingan yang semuanya itu mempersulit pembuatan katagorisasi dan konseptualisasi
“Dunia Ketiga”. Demikian pula halnya dalam membentuk keseragaman formulasi
kepentingan, mereka mengalami kesulitan. Kesulitan yang dihadapi ketika negaranegara
tersebut berada dalam posisi perundingan di kancah konferensi Utara-Selatan maupun
dalam organisasi-organisasi Internasional. Heterogenitas dan diferensiasi, ketidak sepakatan
dan ketertutupan mulai menjadi kata kunci dalam perlakuan tentang istilah dan perjalanan
sejarah “Dunia Ketiga”.
16
“Dunia Ketiga” tidak pernah ada dalam arti yang sebenarnya. Terutama sekali
karena tidak ada kesamaan karakteristik, struktur, prasarat pembangunan dan
satu dinamika pembangunan yang dapat menyatukannya. “Dunia Ketiga” dianalisa
dengan katagori yang sama. Fenomena tersebut sering juga dinyatakan sebagai
suatu sebab terjadinya krisis teori pembangunan besar.
17
3. Kritik Feminis (Feminist Critiques)
- Helen Longino (Perspektiv Feminis)
“Helen Longino, a philosopher of science, holds that a feminist perspective can
contribute to objectivity in science by facilitating the critique of auxiliary hyphoteses and
by suggesting alternative ones. “ (148)
- Evelyn Fox Keller (Penjelasan tentang Barbara McClintock’s)
“Evelyn Fox Keller has described Barbara McClintock’s work on genetic transposition,
which waited thirty years for recognition and eventually received a Nobel Price.” (148)
- Sandra Harding ( Postmodernisme Feminis)
“Sandra Harding calls this ‘feminist postmodernism’ describing it as skeptial about the
possibility of value neutrality, rationality, and objectivity.” (149)
- Francis Bacon (Pengeksplotasian wanita)
“Bacon spoke of nature as the mind’s bride; ‘Make her your slave, conquer and subdue
her’.” (149)
18
3. Kritik Feminis (Feminist Critiques)
- Sallie McFague
“Contemporary feminist seek inclusive language, not only for brothers and sisters in the
church, but for a God who is like a mother as well as like a father as we have seen in
Sallie McFague’s writing.’(150)
- Rosemary Ruether (Kritikan terhadap Patriarki)
“The theologian Rosemary Ruether sharply criticizes patriarchal assumptions in the
Catholic traditin, but she believes the church’s essential message can be reformulated in
nonsexiest terms.” (150)
19
3. PLURALISME AGAMA
20
Meskipun pengaruh asumsi budaya pada paradigma ilmiah, ada
kesepakatan substansial antara ilmuwan di seluruh dunia mengenai
teori dan data. Pluralisme agama adalah masalah yang lebih serius
di zaman global. Kesepakatan lebih sulit dipahami dan konsekuensi
perselisihan kadang-kadang lebih membawa malapetaka.
21
1. Interpretasi Pengalaman Religius
Bagaimana seharusnya kita memandang relativisme budaya dalam
interpretasi pengalaman religius? Beberapa orang berpendapat itu bukanlah
masalah yang sangat serius. Menurut Richard Swinburne kita biasanya
menerima laporan orang tentang apa yang mereka anggap memiliki
pengalaman, kecuali ada alasan untuk berpikir bahwa kesaksian mereka
tidak dapat diandalkan atau asumsi mereka tidak masuk akal.
22
Alston pun mengatakan bahwa ada variasi budaya yang lebih besar dala
pengalaman reigius daripada variasi budaya dalam pengalaman indera
yang dilaporkan oleh antropolog.
23
2. Absolutisme
Pada esensinya semua agama yang dianut manusia dalam sejarah
merupakan satu rumpun, sebab agama yang satu dengan lainnya
terdapat suatu keterkaitan bahkan pada hal atau ajaran tertentu
memiliki suatu kesamaan pada tataran tauhid.
Namun pada perkembangannya, agama menampakkan adanya
perbedaan antara satu dengan yang lainnya bahkan cenderung
bermusuhan dan konflik. Yang disebabkan karena agama tidak lagi
dipahami sebagai sebuah pembebasan tetapi agama tidak lebih
dijadikan sebuah ideologi dan pada ujungnya yang terjadi adalah “Truth
Claim” pada setiap agama dengan menganggap bahwa agama nya lah
yang hanya benar. Katolik roma menyatakan secara klasik sebagai
“Salvation By Work” pandangan seperti itu menyebabkan intoleransi.
Masih banyak contoh lagi yang menganggap bahwa suatu agama lah
yang paling benar
24
3. Aproksimasi Kebenaran 4. Identitas Esensi
Dalam pandangan ini agama- Mungkin semua agama pada dasarnya
agama lain diyakini sama, meskipun diekspresikan dalam
memegang unsur-unsur bentuk budaya yang bereda. Agama
kebenaran yang lebih lengkap tidak lahir untuk individu, tetapi
disajikan dalam tradisi bagaimana mengatur masalah individu
sendiri. Seperti yang dalam hubungannya dengan
dikatakan oleh Rahner yaitu masyarakat. Salah satu pesan universal
”ada banyak cara, tetapi satu dilontarkan dari pembawa agama yaitu
norma” pandangan ini pergi “Kasihilah sesamamu (tetanggamu)
jauh kearah mengurangi seperti engkau mengasihi diri sendiri”.
intoleransi. Inilah esensi agama, keteraturan sosial.
25
5. Relativisme Budaya 6. Dialog Pluralistik
Para Antropolog mempelajari budaya Jika kita terbuka dalam berwawasan,
dala totalitas mereka, dan mereka kita dapat belajar dari agama lain dan
memandang agama sebagai ekspresi menghargai aspek serta potensi
suatu budaya. Masing-masing agama kehidupan manusia yang telah
berfungsi dalam peraturan diabaikan. Hal utama disini, penguatan
kebudayaannya tersendiri. Para analis kepercayaan terhadap tuhan adalah
linguistik berpendapat bahwa simbol kesetiaan dan hidup dalam tradisi
dan konsep religius membentuk orang lain.
pengalaman karena budaya dan
bahasan ada keragaman besar dalam
pengalaman religius. Kekuatan besar
analisis linguistik adalah
pengakuannya terhadap berbagai
fungsi agama sebagai cara hidup.
26
KESIMPULAN
27
Agama adalah pedoman hidup. Bentuk khasnya adalah ibadah dan
meditasi. Di atas segalanya, tujuannya adalah untuk mempengaruhi
transformasi dan reorientasi pribadi (keselamatan, pemenuhan,
pembebasan, atau pencerahan). Semua aspek agama ini membutuhkan
keterlibatan pribadi yang lebih total daripada aktivitas ilmiah, yang
mempengaruhi aspek kepribadian yang lebih beragam. Banyak dari
tujuan-tujuan ini dipenuhi terutama melalui pengalaman religius, cerita
dan ritual. (Hal 157-158)
28
Ada empat kriteria bila mempertimbangkan penggunaannya
dalam tradisi agama atau komunitas paradigma.
1. Persetujuan dengan Data
Ciri khas ilmu pengetahuan adalah dari teori yang dapat diprediksi, yang dapat
diuji dalam eksperimen terkontrol. Dalam agama, pengujian intersubjektif
keyakinan terjadi dalam komunitas agama, dan memberikan perlindungan
terhadap kesewenang-wenangan dan subjektivitas individu. (Hal 158)
2. Koherensi
Konsistensi dengan teori diterima dan koherensi internal dicari dalam ilmu
pengetahuan. Keyakinan agama dinilai dari konsistensi mereka dengan tradisi inti
pusat, tetapi di sini intinya berkorelasi dengan cerita dan ritual. Interpretasi cerita
dan ritual melibatkan hipotesis bantu yang dapat dimodifikasi. (Hal 158)
29
Ada empat kriteria bila mempertimbangkan penggunaannya
dalam tradisi agama atau komunitas paradigma.
3. Cakupan
Sebuah teori ilmiah lebih aman jika cakupannya luas dan dapat diperluas, menghubungkan
berbagai jenis fenomena dalam domain yang berbeda dari teori yang pertama kali dikembangkan.
(Hal 159)
4. Kesuburan
Sejalan dengan tujuan ilmu pengetahuan, kesuburan ilmiah mengacu pada kemampuan untuk
mensimulasikan pengembangan teoritis kreatif dan penelitian eksperimental. (Hal 159)
Singkatnya, agama tidak bisa diklaim sebagai ilmiah atau dapat menyesuaikan dengan standar ilmu
pengetahuan. Perbedaan antar agama terlalu besar bagi kita untuk mengadopsi tesis Identitas
Esensi. Aproksimasi Kebenaran tampaknya sulit untuk dipertahankan jika keyakinan dan kriteria
sangat bergantung pada paradigma. Namun, mungkin dipertahankan, dengan mengandalkan
wahyu, yang tidak memiliki paralel dalam sains. Dialog Pluralistik memungkinkan kita untuk
memberikan keunggulan kepada wahyu dan keselamatan di dalam Kristus tanpa menyangkal
kemungkinan wahyu atau keselamatan dalam tradisi-tradisi lain. Tiga kriteria pertama, khususnya,
menunjukkan beberapa kesamaan dengan ilmu pengetahuan, meskipun penerapannya lebih
ambigu dan bergantung pada paradigma. (Hal 159-160)
30
THANKS!
Any questions?
31