Anda di halaman 1dari 19

PPH PASAL

22
KELOMPOK 4 :
IFA LATIFA
DICKY RACHMAT
AFINA ANGELINA
RAISA SM
M ABBY
AGNA ALIKA
ADITHYA LANANG
AGNES B
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 ( PPH Pasal 22)

Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak


Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau
pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan
berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Mengingat sangat
bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22
relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 atau pun
PPh 23. Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan
barang yang dianggap ‘menguntungkan’, sehingga baik penjual maupun
pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena
itulah, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
PPH PASAL 22
BENDAHARAWAN
PPh Pasal 22 Bendaharawan adalah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh
Bendaharawan Pemerintah (pusat maupun daerah). Dalam konteks ini yang
dimaksud dengan Bendaharawan Pemerintah meliputi:
1. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak
2. Bendahara. pengeluaran yang melakukan pembayaran dengan mekanisme uang
3. KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh
KPA, untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS).
Dengan demikian, subjek yang dikenakan pph pasal 22 adalah vendor atau
rekanan yang menjual barang (atau melakukan pengadaan barang) kepada instansi
atau lembaga pemerintah.
Bendaharawan wajib memotong PPh pasal 22 atas pembayaran tersebut
dengan tarif PPh pasal 22 sebesar 1,5% (satu setengah persen). Sedangkan nilai
yang dijadikan DPP atau Dasar Pengenaan Pajaknya sebesar harga pembelian.
Harga Pembelian adalah harga jual dari rekanan atau vendor yang tidak termasuk
PPN maupun PPnBM (exclude PPN/PPnBM)
Contoh Perhitungan PPh 22 Bendaharawan

Misalnya badan usaha menjual barang (melakukan pengadaan barang)


kepada salah satu instansi pemerintah dengan nilai tagihan Rp. 25.000.
000. karena badan usaha sudah PKP, atas pengadaan barang tersebut
terutang PPN 10% dan asumsikan juga kena PPNBM 20% sehinngga
jumlah tagihan ke instansi pemerintah adalah
= Rp. 25.000.000 + ((10% x Rp. 25.000.000) + (20% x Rp. 25.000.000))
= Rp. 32.500.000
Dari ilustrasi tersebut dapat dihitung jumlah PPh pasal 22 yang
harus dipungut oleh bendaharawan pemerintah sebesar
1,5% x Rp. 25.000.000= Rp. 375.000
jadi uang pembayaran yang akan diterima dari instansi pemerintah
= Rp. 25.000.000-Rp. 375.000= Rp. 24.625.000.
PPH PASAL 22
IMPOR
 Sesuai dengan ketentuan pasal 22 UU PPh dan peraturan mentri keuangan
(PMK) Nomor 154/PMK.03/2010 sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor
224/ PMK.011/2012. Dalam hal ini yang dimaksud dengan impor adalah setiap
kegiatan memasukkan barang dari luar negeri ke dalam negeri, baik yang
dilakukan secara legal ataru tidak. Khusus untuk impor ilegal, kalau tertangkap
pihak berwajib, pengenaan PPh Pasal 22 dilakukan secara khusus.
 Subjek yang dikenakan PPh pasal 22 dalam hal ini adalah importir yang
melakukan impor barang tersebut. Dengan kata lain, importer yang mengimpor
barang tersebut wajib membayar atau melunasi PPh Pasal 22 impor. Sedangkan
subjek pemungutnya adalah bank devisa dan juga DJBC.
 Pengertian subjek pemungut dalam hal ini adalah hanya sebatas collector SSP
atau penerima pembayaran. Sebab PPh Pasal 22 impor ini umumnya disetor s
endiri oleh importir melalui bank devisa.
 Untuk impor yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), Tarif PPh pasal
22 yang dikenakan adalah 2,5%. Tetapi khusus impor kedelai, gandum dan
tepung terigu, dikenakan tarif 0,5%. Sedangkan untuk impor yang tidak
menggunakan API dan impor yang tidak dikuasai dikenakan PPh pasal 22
dengan tarif lebih tinggi, 7,5%.
PT Abunidal suatu badan usaha yang bergerak di bidang industri sepatu dan perlengkapan militer serta kontraktor instalasi
militer, eksportir, importir yang memiliki API. Pada awal tahun 200X mengadakan kontak kerja dengan Departemen Hankam
untuk membuat sepatu sebanyak 750.000 pasang dengan harga per pasang Rp. 50.000,- Untuk memenuhi bahan baku
kulitnya, telah dilakukan pembelian impor maupun pembelian dalam negeri:
pembelian impor
Harga barang US$ 843,750.00
Asuransi 3% dari harga barang
Ongkos angkut US$ 25,312.00
Bea masuk 20% dari CIF
Bea masuk tambahan Rp. 27.843.750,00
Pungutan lain (UU Pabean) 2%
PPN Impor 10%
Kurs Kep Menkeu per 1USS Rp. 6.500,00
Kurs Bank Devisa saat transaksi Rp. 6.750,00 / 1 US$

Pembelian dalam negeri


Bahan baku kulit Rp. 1.026.562.500
Bahan Pewarna Rp. 74.614.500
Ongkos angkut Rp. 25.664.061
Premi asuransi 2% dari harga barang
PPN 10%
Untuk keperluan angkutan barangnya pada tahun yang sama PT. Abunidal membeli 2 buah truk seharga RP.
150.000.000/buah. Selain itu dibeli pula kertas untuk bahan pembungkus seharga Rp 55.600.000 sedangkan untuk
bahan bangunan instalasi militer dibeli besi beton seharga Rp 175.000.000 dan semen Rp 50.000.000.
1. Hitung DPP PPh pasal 22 impor
2. Hitung DPP PPh pasal 22 lokal
3. Hitung PPh pasal 22 yang merupakan kredit pajak bagi PT abunida
Jawaban:
1. DPP PPh pasal 22 impor
Cost US$ 843.750
Insurance 3% x US$ 843.750 US$ 25.312,50
Freight US$ 25.312,00
US$ 894.374,50

CIF = US$ 894.374,50 x Rp 6.500,00/1US$ Rp 5.813.434.250


Bea masuk 20% x Rp 5.813.434.250 Rp 1.162.686.850
Bea masuk tambahan Rp 27.843.750
Pungutan lain 2% x Rp. 5.813.434.250 Rp. 116.268.685
Nilai impor Rp. 7. 120.233.535
d. DPP PPh Pasal 22 Lokal
industry otomotif
(2 buahx Rp. 150.000.000/buah) Rp. 300.000.000
Industry kertas Rp. 55.650.000
Industry baja Rp. 175.000.000
Industry semen Rp. 50.000.000
Bendaharawan Dept Hankam
(750.000 x Rp. 50.000) Rp. 37.500.000.000

e. PPh Pasal 22
impor: 2,5% x Rp. 7.120.233.535 = Rp. 178.005.883,50
industry otomotif 0,45% x Rp. 300.000.000 = Rp. 1.350.000
industry kertas 0.10% xRp. 55.600.000 = Rp. 55.600
industry baja 0,30% x Rp. 175.000.000 = Rp. 525.000
Industry semen 0,25% x Rp. 50.000.000 = Rp. 125.000
Dep. Hankam 1,5% x Rp. 37.500.000.000 = Rp. 562.500.000
PPH PASAL 22
BARANG MEWAH
PPH PASAL 22 BARANG MEWAH

Pengenaan PPh ini mulai diberlakukan sejak tahun 2009 berdasarkan PVMK Nomor
253/ tanggal 4 Februari 2009. Berdasarkan PMK ini, PPh Pasal 22 dikenakan
terhadap penjualan barang yang tergolong sangat mewah berupa:
• Pesawat udara
. pribadi dengan harga jual lebih dari Rp. 20 miliar
• Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp. 10 miliar
• Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp. 10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500 m. Apartemen, kordominium, dan
sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp. 10 miliar.
• Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV),
minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp. 5 miliar dan dengan
kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
Subjek yang wajib melakukan pemungutan, penyetoran
dan pelaporan PPh Pasal 22 dalam hal ini adalah Wajib Pajak badan
yang melakukan penjualan barang-barang mewah tersebut.
Pengertian kata 'badan' dalam hal ini Wajib Pajak badan hukum
orang-orang dan / atau modal yang merupakan serikat baik yang
melakukan usaha atau yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perusahaan, komanditer, perseroan lainnya, badan usaha susu
negara atau badan usaha milik daeralt dengan nana aan dalan
bentuk apa pun. firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa yang berlaku, yaitu org
lain, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak anisasi
sosial politik, atau organisasi. "(Pasal angka 3 UU KUP Nomor 28
Tahun 2007) .
Contoh Perhitungan PPh pasal 22 Barang Mewah
PT.Hidup Tentram adalah perusahaan pengembang properti. Pada tanggal 21 Desember
2017 PT Hidup Tentram menjual satu unit apartemen senilai Rp4.700.000.000,00 (empat
milyar tujuh ratus juta rupiah) kepada Tuan Subandi. Apartemen tersebut mempunyai
luas bangunan 155 m2, harga tersebut tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut adalah : berdasarkan
PMK-90/PMK.03/2015, wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah antara lain apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 150 m2 (empat
ratus meter persegi), wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk
PPN dan PPnBM.
PT Hidup Tentram memungut PPh Pasal 22 atas penjualan apartemen
tersebut sebesar 5% x Rp4.700.000.000,00 = Rp235.000.000,00
Kewajiban PT Hidup Tentram dalam melakukan pemungutan PPh Pasal 22 adalah memungut
PPh Pasal 22 sebesar Rp235.000.000,00 pada saat penjualan yaitu tanggal 21 Desember
2017 dan membuat bukti atas pemungutan PPh Pasal 22.
PPH PASAL 22
INDUSTRI
TERTENTU
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi melalui
Peraturan Menteri Kuangan No. 244/PMK.011/2012 ditetapkan sebagai pemungut Pajak pasal 22 UU PPh.
Pemungutan PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri tertentu tersebut dilakukan pada saat penjualan kepada distributornya
didalam negeri.
Besarnya pungutan PPh pasal 22 tersebut ditetapkan antara lain:
1. Industri semen ; 0,25 % dari DPP PPN penjualan semua jenis semen
2. Industri kertas ; 0,1 % dari DPP PPN penjualan kertas
3. Industri baja ; 0,3% dari DPP PPN penjualan baja
4. Industri otomotif ; 0,45% dari DPP PPN penjualan kendaraan bermotor roda dua atau lebih
5. Industri farmasi ; 0,3% dari DPP PPN penjualan semua jenis obat
Dalam melakukan pemungutan PPh pasal 22, pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh pasal 22 dalam rangkap 3 yang
peruntukannya adalah sebagai berikut;
1. lembar kesatu untuk wajib pajak yang dipungut
2. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan SPT masa PPh 22 ke KPP tempat terdaftarnya pemungut.
3. lembar ketiga untuk arsip wajib pajak pemungut.
Hasil pemungutan PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri tertentu tersebut disetorkan ke Kas negara melalui Bank persepsi yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan atau melaui kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat tanggal 10 masa pajak
berikutnya. Dan melaporkan hasil pungutannya dengan menggunakan SPT masa ke KPP tempat pemungut terdaftar paling lambat tanggal 20
masa pajak berikutnya. Sedangkan bagi distributor dalam negeri yang dipungut dapat memperihungkan sebagai pembayaran pajak
penghasilan dalam tahun berjalan (kredit pajak dalam negeri).
Contoh Perhitungan PPh pasal 22 Industri Tertentu
1. Pada bulan Agustus, PT Semen Sentosa menjual hasil produknya
kepada PT Indah Bahagia senilai Rp825.000.000. harga tersebut
sudah termasuk PPN sebesar 10%.
2. Pada bulan April, PT Gerhana yang bergerak dalam industri kertas
menjual hasil produksinya senilai Rp550.000.000 kepada PT
Halilintar. Harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
3. Pada bulan Juli, PT Baja Perkasa menjual hasil produknya kepada PT
Adi Karya senilai Rp1.100.000.000. Harga tersebut sudah termasuk
PPN sebesar 10%.
4. Pada bulan September, PT Astra yang bergerak dibidang otomotif
menjual kendaraan bermotor senilai Rp2.500.000.000 kepada PT
Oto Multiartha, Harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
5. Pada bulan Desember PT Kimia Farma menjual hasil produksinya
berupa obat-obatan senilai Rp745.000.000 kepada PT Abbot. Harga
tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
JAWABAN :

No PPh Pasal 22 yang Dipungut Nilai (Rp)

1 DPP PPN = (100/110) x Rp825.000.000 Rp750.000.000

0,25% x Rp750.000.000 Rp1.875.000

2 DPP PPN = (100/110) x Rp550.000.000 Rp500.000.000

0,1% x Rp500.000.000 Rp500.000

3 DPP PPN : (100/110) x Rp1.100.000.000 Rp1.000.000.000

0,3% x Rp1.000.000.000 Rp3.000.000

4 DPP PPN : (100/110) x Rp2.500.000.000 Rp227.272.727

0.45% x Rp227.272.727 Rp1.022.727,27

5 DPP PPN : (100/110) x Rp745.000.000 Rp677.272.727

0,3% x Rp677.272.727 Rp2.031.818,18


THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai