Anda di halaman 1dari 19

ASPEK HUKUM

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

Ny. Anna Haroen Atmodirono, SH


Ketua Seksi Medico-Legal

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik


FK Unair – RSU Dr.Soetomo Surabaya
1
PENDAHULUAN

• Ilmu Kedokteran Forensik


adalah salah satu cabang Ilmu Kedokteran yang
memberikan bantuan kepada penyidik untuk
mendapatkan salah satu alat bukti baik untuk
perkara pidana maupun perkara perdata.
• Alat bukti tersebut berupa pemeriksaan
terhadap korban maupun benda yang
hasilnya dituangkan dalam sebuah Visum et
Repertum, atau yang dalam Kitab Undang-
undang Hkum Acara Pidana (KUHAP) disebut
sebagai Keterangan Ahli
2
VISUM ET REPERTUM

Defenisi :
Menurut Staatsblad tahun 1937 nomor 350 :
Visa Reperta (Visum et Repertum) adalah
laporan tertulis untuk Yustisi yang dibuat oleh
dokter berdasarkan sumpah, tentang segala hal
yang dilihat dan ditemukan pada benda yang
diperiksa menurut pengetahuan yang sebaik-
baiknya

3
Dalam KUHAP tidak ada defenisi yang jelas
mengenai Visum et Repertum.
Pada pasal 187 KUHAP disebutkan :
Surat sebagaimana tersebut dalam pasal
184 ayat
(1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan
atau
dikuatkan dengan sumpah yaitu :
c. Surat keterangan dari seorang ahli
yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau
sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi dari padanya. 4
Siapa yang berhak meminta
Visum et Repertum ?

• PENYIDIK, antara lain :


– Penyidik POLRI (pasal 133 ayat (1) KUHAP
– Polisi Militer / POM (Keputusan PANGAB No.
Kep/04/P/II/1984, dan Instruksi KAPOLRI
No.Pol. Ins./E/20/IX/75 butir 10

5
Siapa yang berhak
membuat
Visum et Repertum ?
• Pada prinsipnya setiap dokter mampu membuat
Visum et Repertum sesuai dengan pendidikan
yang diperoleh pada waktu melakukan
kepaniteraan di bagian Ilmu kedokteran Forensik
Fakultas kedokteran.

6
Beberapa peraturan yg harus
diperhatikan :
• Menurut Standar Pelayanan Medis yang
disusun oleh IDI dan diterbitkan oleh Dek-Kes
RI tahun 1993.
 Daerah yg tidak ada dokter SpF --> maka
pemeriksaan oleh dokter umum (minimal di
RS kelas D).
 Daerah yg punya dokter SpF --> maka
pemeriksaan oleh dokter spesialis Forensik
• Undang-undang Nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan : (Pasal 70).

7
Pemeriksaan penunjang
di bidang Ilmu Kedokteran Forensik

• Pemeriksaan Toksikologi
• Pemeriksaan Histopatologi.
• Pemeriksaan Antropologi
• Pemeriksaan/ teknik superimposisi
• Pemeriksaan Laboratorium Forensik
Khusus

8
SANKSI HUKUM

• Sanksi hukum untuk bedah mayat,


diatur dalam pasal 82 UU No. 23 tahun
1992 :
Ayat (1) :
Barangsiapa yang tanpa keahlian dan
kewenangannya dengan sengaja
melakukan bedah mayat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 70 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan atau denda paling banyak
Rp.100.000.000,00,- (seratus juta
rupiah). 9
Pasal 133 ayat (1) KUHAP

“Dalam hal penyidikan untuk kepentingan


peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan maupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwewenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan ahli
lainnya”

10
TATA CARA PERMINTAAN
VISUM ET REPERTUM

1 Pasal 133 ayat (2) KUHAP :


“Permintaan Keterangan ahli sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat atau pemeriksaan
bedah mayat”

11
TATA CARA PERMINTAAN
VISUM ET REPERTUM

2 Surat Permintaan Visum et Repertum (SPVR)


harus dibuat dengan menggunakan format
sesuai dengan jenis kasus yang sedang
ditangani.
3 SPVR harus ditanda tangani oleh penyidik
yang syarat kepangkatan dan
pengangkatannya diatur dalam BAB II pasal 2
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 27 tahun
1983.

12
TATA CARA PERMINTAAN
VISUM ET REPERTUM

4 Korban yang meninggal dunia harus diantar


oleh seorang anggota POLRI dengan
membawa SPVR.
5 Korban yang meninggal dunia harus diberi
label sesuai dengan peraturan yang
tercantum didalam pasal 133 ayat (3) KUHAP
.
6 Sebaiknya penyidik yang meminta Visum et
Repertum mengikuti jalannya pemeriksaan
bedah jenazah. 13
KEWAJIBAN PENYIDIK
(1)DalamTERHADAP
hal sangat KELUARGA
diperlukan dimana
KORBANuntuk
kepentingan
Pasal 134
pembuktian, bedah mayat tidak mungkin lagi
KUHAP
dihindari,
penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu
kepada
keluarga korban.
(2)Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib
menjelaskan sejelas-jelasnya tentang maksud dan
tujuan
perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3)Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan
apapun
dari keluarga atau pihak yang diberitahukan tidak
diketemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan
14
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3)
SANKSI HUKUM BAGI YANG
MENGHALANG-HALANGI PEMERIKSAAN MAYAT

Pasal 222 KUHP :


“Barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan,
dipidana dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

15
SANKSI BAGI DOKTER YANG MENOLAK
PERMINTAAN PENYIDIK

Pasal 216 KUHP :


1 Barangsiapa dengan sengaja tidak menurut perintah
atau permintaan keras, yang dilakukan menurut
peraturan Undang-undang oleh Pegawai Negeri yang
diwajibkan mengawasi atau oleh pegawai negeri
yang diwajibkan atau yang dikuasakan mengusut
atau memeriksa tindak pidana. Demikian juga
barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan suatu
pekerjaan yang diusahakan oleh salah seorang
pegawai negeri itu untuk menjalankan suatu
peraturan undang-undang, dipidana dengan pidana
penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
denda paling banyak sembilan ribu rupiah
16
SANKSI BAGI DOKTER YANG MENOLAK
PERMINTAAN PENYIDIK

Pasal 216 KUHP :


2 Yang disamakan dengan pegawai negeri yang
tersebut dalam bagian pertama ayat diatas ini
ialah semua orang yang menurut peraturan
undang-undang selalu atau sementara
diwajibkan menjalankan suatu jabatan umum
apapun juga.
3 Kalau pada waktu melakukan kejahatan itu
belum lagi dua tahun sesudah pemidanaan
yang dahulu menjadi tetap karena kejahatan
yang sama itu juga, maka pidana itu dapat
ditambah sepertiganya. 17
DAPATKAH VISUM ET REPERTUM
DICABUT ?
Instruksi KAPOLRI No.Pol. : INS/C/20/IX/75.
“Pada dasarnya penarikan/pencabuatan
kembali Visum et Repertum tidak dapat
dibenarkan”.

• Bila terpaksa Visum et Repertum yang sudah


diminta harus diadakan pencabutan/penarikan
kembali, maka hal tersebut hanya dapat
diberikan oleh Komandan-Komandan Kesatuan
paling rendah tingkat KOMRES dan untuk kota
besar hanya oleh DANTABES.
18
19

Anda mungkin juga menyukai