Anda di halaman 1dari 42

MENINGITIS TUBERKULOSIS

patogenesis
 Inhalasi partikel infeksius (bentuk droplet) 
multiplikasi di alveolar/makrofag
 2 – 4 minggu I : respon imun (-), terjadi disseminasi
kuman secara hematogen  organisme ke seluruh tubuh
 Fase lanjut : timbul imunitas seluler terhadap kuman 
organisme mati dalam makrofag  terbentuk tuberkel
(makrofag+limfosit+sel lain)
 Tuberkel dalam SSP = focus Rich and McCordock
 Imunitas terganggu : tuberkel membesar, jaringan kaseosa
mencair, organisme berpoliferasi, lesi bisa ruptur
 Terjadi di SSP  meningitis tuberkulosa
 Fokus di permukaan otak/ependima  ruptur ke dalam
subarahnoid/ventrikuler  meningitis
 Fokus di bagian dalam/parenkim spinal cord  membesar
 tuberkuloma / abses tuberkulous
M.Tuberkulosa
 Terbentuk eksudat kental dalam subarahnoid eksudat
tersebar difus (terutama di basis otak, fossa
interpedincular, chiasma optikus, pons, serebelum,
fissura sylvian). Kadang di dalam ventrikel, eksudat
menutupi pleksus choroids
 Meningitis subakut/kronis  tersering
 Sering pasien dibawa ke RS setelah timbul gejala
komplikasi M.TB : TTIK, hemiparesis dll

 Klasifikasi berdasar British Medical Research Counsil :


 Stadium I : gejala dan tanda meningitis tanpa penurunan
kesadaran atau defisit neurologi yang lain. Gejala tersering
adalah nyeri kepala, fotofobia, kaku kuduk
 Stadium II : ada penurunan kesadaran ringan dan atau defisit
neurologi fokal
 Stadium III : sopor atau koma dengan hemiplegi atau paraplegi
Diagnosis Meningitis TB / M. Serosa

1. perjalanan penyakit lebih lama. Pada pemeriksaan pertama,


sering ditemukan defisit neurologi fokal
2. CT scan/MRI : ada penyengatan meningeal. Kadang disertai
tanda hidroefalus, adanya tuberkuloma atau gambaran infark
3. Gambaran TB paru didapatkan pada 50% pasien meningitis
TB
4. PPD test/tes mantous hasilnya (+) pada 50 – 80 % kasus 
tidak sensitif pada daerah endemis TB seperti Indonesia
5. pasien HIV memiliki resiko mendapat M. TB lebih dari 10
kali dari orang yan gtidak menderita HIV
Pulmonary Miliary Tuberculosis
Subarachnoid enhancement in TBM
Pemeriksaan CSS pada M. TB

 Jumlah leukosit : 100 – 500 /uL, predominan limfosit


 Protein : 100 – 500 mg/dL
 Glukosa < 40 mg/dL atau rasio glukosa CSS:GDS  <
50%
 Diagnosis definitif : ditemukan basil tahan asam (BTA)
 namun hsil positifnya sangat sulit dan kultur
memerlukan waktu yang lama.
 Metode pemeriksaan lain yg canggih : PCR, MODS
Pengobatan meningitis TB

 Diagnosis pasti M. TB sulit  sering pengobatan didasarkan


pada kecurigaan klinis
 Ikuti pola pengobatan TB ekstraparu lainnya
 Perlu obat yg dapat menembus sawar darah otak (BBB) dg
lebih baik, seperti rifampisin , INH
 Kortikosteroid dianjurkan untuk diberikan pada setiap
kecurigaan M. TB , tanpa memperhatikan stadium penyakit
 terbukti menurunkan angka kematian, namun tidak
mengurangi sekuele meningitis jika sudah sempat terjadi
defisit neurologi pada perjalanan klinisnya
Treatment
Like in any other cases of TB, multiple Anti Tuberculosis Drug
treatment is a must.

 Isoniazid
 Rifampicine Primary drugs
 Pyrazinamide

 Ethambuthol
 Streptomycine
Secondary drug
 ethinonamide
 Quinolone

Tertiary drug
prognosis

 Mortalitas 30%, pasien yang datang dengan kondisi


stadium lanjut memiliki resiko kematian lebih besar
 Penyebab kematian : hidrosefalus , herniasi serebri
 Sequele neurologi post meningitis :
hemiparese/hemiplegi (arteritis), paraparese
(arakhnoidits), gangguan kognisis
Brain Infarction & Hydrocephalus
Regimen pengobatan meningitis TB
Nama obat dosis catatan
Isoniazid (H) 2 bulan pertama : 5 mg/kg po Berikan piridoksin 50 mg/hari
(max 450 mg) untuk mencegah neuropati
Plus 7 bulan : 450 mg po perifer
Rifampisisn (R) 2 bulan pertama : 10 mg/kg po Paling sering menyebabkan
(max 600 mg) hepatitis
Plus 7 bulan : 600 mg po
Pirazinamid (Z) 2 bulan pertama : 25 mg/kg po
(max 2 g/hari
Etambutol (E) 2 bulan pertama : 20 mg/kg po
(max 1,2 g/hari )
Streptomisin (S) 20 mg/kg im (max 1 g/hari) Hanya diberikan pada pasien
yang mempunyai riwayat
pengobatan TB sebelumnya
Pemberian deksametason pada meningitis TB

Grade Minggu ke

1 2 3 4 5 6 7 8

I 0,3 0,2 0,1 Total 3 Total 2 Total 1 - -


mg/kgbb/ mg/kgbb/ mg/kgbb/ mg/hari mg/hari mg/hari
hari i.v hari i.v hari p.o p.o p.o p.o

II atau III 0,4 0,3 0,2 0,1 Total 4 Total 3 Total 2 Total 1
mg/kgbb/ mg/kgbb/ mg/kgbb/ mg/kgbb/ mg/hari mg/hari mg/hari mg/hari
hari i.v hari i.v hari i.v hari i.v p.o p.o p.o p.o
MENINGITIS BAKTERIALIS
 Meningitis bakterialis = m. Bakterialis akut = m.
Purulenta
 Disebabkan bakteri banal, terjadi < 3 hari
 >> : Neisseria meningitidis (meningokokus),
streptococcus pneumoniae (pneumokokus), Hemophylus
influenzae
 Kedaruratan neurologi !
patogenesis

Bakteri mencapai meningen melalui salah satu jalur


penyebaran berikut :

 1. hematogen : berasal dari suatu fokus infeksi yang jauh


(nasofaring,paru-paru,kulit,tr.genitourinarius)
 2.penyebaran dari suatu fokus supuratif yg berdekatan dengan
otak (otitis media, sinusitis,mastoiditis)
 3. penyebaran melalui suatu defek kongenital/yang didapat
 40% M.bakterialis didahului riw ISPA  mengganggu mekanisme
pertahanan mukosa  invasi organisme lebih mudah melalui kolonisasi
di mukosa  organisme menyebar secara hematogen  menembus
BBB  migrasi sel PMN ke dalam CSS  keruh
 Bakteri melepas endotoksin  merangsang pelepasan sitokin 
meningkatkan respon peradangan dan kerusakan BBB  peningkatan
CBF  edema vasogenik  peningkatan TTIK
 Reaksi inflamasi terutama di sisterna basalis dan permukaan
konveksitas otak
Gejala klinis

 Diawali ISPA ; demam, keluhan pernafasan


 Gejala SSP : nyeri kepala, kaku kuduk nyata
 Muntah, penurunan kesadaran, kejang, fotofobia
 Sering diawali : gejala tanda septikemia, syok septik
(kulit dingin, sianosis)
 Meningokokus  rash (papula sd ekimosis) di
ekstremitas
Diagnosis mengitis bakterialis

1. klinis : demam, kaku kuduk, penurunan kesadaran


2. pemeriksaan CSS :
 A. Jumlah sel meningkat sekali (pulahan ribu)
 B. Predominan : neutrofil  akut
 monosit  partially treated
 C. Kadar glukosa rendah (< 30%)
 D. Pewarnaan gram, kultur : kuman penyebab +
3. Kultur darah (+) pada 30 – 805
4. CT scan/Mri pada kondisi beresiko
Pengobatan M. bakterialis akut

1. regimen terapi empirik sesuai usia, kondisi klinis, pola


resistensi
2. sesuaikan antibiotika segera setelah hasil kultur
didapatkan
3. deksametason diberikan sebelum atau bersamaan dengan
dosis pertama antibiotika. Dosis L 0,15 mg/kgBB setiap
6 jam selama 2 – 4 hari. Fungsi : anti inflamasi,
menurunkan TTIK/edema serebri
4. pertimbangkan merawat pasien di ruang isolasi
Terapi empirik pada m. bakterialis
Pasien Bekteri penyebab tersering antibiotika
Neonatus Streptokokus grup B, Ampisilin plus sefotaksim
Listeria monocytogenes,
Escherichia coli
2 bulan – 18 tahun Neisseria meningitidis, Seftriakson atau sefotaksim
Streptococcus pneumoniae, Dapat ditambah vankomisin
Hemophilus influenza
18 – 50 tahun S.Pneumoniae Seftriakson, dapat ditambah
N.meningitidis vankomisin
> 50 tahun S.pneumoniae, L.monocytogenes, Vankomisin ditambah
bakteri gram negatif ampisilin, ditambah
seftriakson

Dewasa :
Seftriakson : 2 gram iv q 12h, max 4 gr/hr
Sefotaksim : 2 gram iv / hari q 4 – 6 h. Max 12 gr/hari
Vankomisin : 1 gram iv q 12 h
Ampisilin : 2 gram iv q 4h. Max 12 gr/hari
komplikasi

 Syndrome of Inappropiate Anti Diuretik Hormone (SIADH)


 Edema serebral
 Disseminated Intravascular Coagulation (CID)
 Hidrosefalus
 Subdural empiema
 ventrikulitis
Prognosa M.bakterialis

 Teragantung lecepatan mendiagnosa dan memberi terapi


 Kematian terbanyak pada etiologi S.pneumoniae dan
pasen yg datang dengan penurunan kesadaran
 Deksametason : menurunkan kematian dan gejala sisa
neurologi
 Komplikasi :
 Segera = edema otak, hidrosefalus, vaskulitis, abses/efusi
subdural, gangguan pendengaran
 Lanjut = epilepsi, gangguan tumbuh kemabng pada anak
MENINGITIS VIRAL
 Gejala bisa sangat ringan seperti influenza (nyeri kepala,
demam, menggigil, nyeri otot/sendi)
 Lebih berat seperti m.purulenta ...sulit dibedakan tanpa
pemeriksaan darah/LCS
 Banyak pada anak, bayi
 E/tersering : enterovirus, herpes simpleks
 Gejala spesifik : (-), sering sembuh empurna tanpa
pengobatan
 CSS : jumlah sel meningkat ringan, protein tidak erlalu
tinggi, kuman (-)
 Pasien diduga m. Bakterialis akut  hasil CSS negatif 
m.Viral
Penyebab M.Aseptik dan M.viral dan meningitis dengan
hasil kultur negatif
Viral Bakteri
Herpes virus meningitis bakterial partially
Herpes simplex tipe 2 dan tipe 1 treated
Sitomegalovirus Rocky Mountain spotted fever
Varisela zoster Spirochaeta
Epstein Barr Leptospira
HIV Sifilis
Enterovirus Penyakit Lyme
Echovirus Brucella
Coxsackie Mycoplasma
Polio Chlamydia pneumoniae
Mumps
Arbovirus Penyebab non infeksi
Behcet
Flavivirus : West Nile, St.Louis Sarkoidosis
Virus influenza Vaskulitis
Adenovirus meningitis neiplastik
meningitis karena obat
Diagnosis meningitis viral

1. CSS :
 A. Gambaran lebih ringan daripada m. Purulenta
 B. Predominan : MN, kecuali jika LP dilakukan pada 6 – 24 jam
pertama infeksi virus
 C. Glukosa umumnya normal (2/3 GDS)
 D. Proetin sering normal
 E. Kultur virus , PCR : virus penyebab (+)
2. Kultur : sering harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
serologi
Pengobatan M. viral

 Seringkali sembuh sendiri, pengobatan hanya simtomatik


 Manfaat obat antiviral tidak diketahui pasti
 Kenaikan TTIK yang simtomatik dapat diterapi dengan
tindakan LP (kalau perlu dilakukan berulang)
prognosis

 Sebagian besar M. Viral sembuh sendiri dalam 3 – 5 hari


 Pada fase akut dapat dijumpai kenaikan tekanan
intrakranial
Parameter CSS M.bakterialis Partially treated M. Viral M. TBC
Jumlah sel Bisa ribuan Tinggi, kadang 50 -500
leukosit / uL predominansi MN predominan
> 60% PMN
MN

Glukosa mg/dL < 40 atau kurang < 40 atau kurang > 40


dari 30% GDS dari 30% GDS
Protein mg/dL > 200 > 200 < 100
Hasil (+) pada 80 % 60 % Tidak ada
pewarnaan gram
Hasil positif pada > 90 % 65 % Tidak ada
kultur bakteri
MENINGITIS Kriptokokus
 Berkaitan dengan meningkatnya insidensi HIV/AIDS
 Menyerang pada orang dengan penurunana status
imunologis, lebih sering pada dewasa
 e/ crytococcus neoformans
 Secara klinis : sulit dibedakan dengan M.TB
Diagnosis M.kriptokokus

 Gejala klinis (+) sejak 1-2 minggu SMRS : demam tidak


terlalu tinggi, nyeri kepala, malaise. PF : dapat
ditemukan kaku kuduk, penurunan kesadaran
 Pasien HIV (+) dengan nyeri kepala hebat/terus
menerus  cek antigen kriptokokus dalam darah  jika
(+) , indikasi LP (adakah jamur kriptokokus dalam CSS)
 Pasien HIV + tanda TTIK  CT scan/MRI : adakah
hidrosefalus, penyengatan meningeal, tanda infark
 Lab darah ;
 > 90 % m.kriptokokus terjadi pada pasien HIV dengan
jumlah CD$ < 100/mm3. bila CD4 > 200  kemungkinan
infeksi kriptokokus disingkirkan
 Tes antigen kriptokokus darah : (+)  LP

 Pemeriksaan CSS
 Tekanan pembukaan tinggi
 Jumlah sel : serupa m.TB ( < 500), monosit
 Protein : 50 – 1000 mg/dL
 Kadar glukosa < 40 mg/dL
 Pewarnaan Tinta India : jamur sel tunggal berkapsul besar
 Kultur jamur metode Saburaud
Terapi M. kriptokokus

Terapi antijamur
 Fase induksi : amfoterisin B deoksikolat iv, dosis 0,7 – 1
mg/kgbb/hari + flusitosisn 100 mg/kgbb/hari dibagi dalam
4 dosis po selama 14 hari
 Fase maintenanca : flukonazol 400 mg/hari selama min 8
minggu
 Selanjutnya diberikan flukonazol 200 mg/hari seumur hidup
atau sampai CD4 mencapai anaka > 200 selama 6 bulan
berturut-turut
 Terapi ARV diberikan setelah 2 – 10 minggu pemberian
terapi anti jamur
prognosis

 terapi sesuai  bertahan hidup


 Angka rekurensi penyakit masih tinggi
 Faktor prognosis buruk : penurunan kesadaran saat awal ,
jumlah leukosit rendah di CSS, titer antigen kriptokokus
yang tinggi di CSS

Anda mungkin juga menyukai