Anda di halaman 1dari 7

ILUSTRASI CASE MANAGER RS

Daniel Budi Wibowo


Medan, 14 September 2017
KASUS

• Tn X pasien dengan stroke lama, kesadaran menurun , masuk di RS Y pada


tanggal 1 September 2017.
• Pasien dirawat di kelas 1 sesuai hak BPJS nya, dengan DPJP Dr. H SpS.
• Karena sesuatu hal, Dr H, SpS dari tanggal 2 September 2017 visite pasien
pk. 05.00, mengambil status pasien dari nurse station, tanpa memanggil
pendamping perawat (karena semua perawat memandikan pasien), dan
menulis di CPPT.
• Karena keluarga pasien ingin konsultasi dengan DPJP, maka keluarga
tanggal 4 September menghubungi perawat dinas malam untuk minta
dibuatkan perjanjian dengan dokter.
• Lewat telepon diberi waktu konsultasi pada tanggal 5 September pk. 07.00
saat Dr H. praktik di klinik rawat jalan.
KASUS (LANJUTAN)

• Pada tanggal 5 pk. 06.45 keluarga pasien menunggu dokter, tanpa memberi
tahu perawat.
• Perawat malam yang membuat janji tidak menuliskan di rekam medis, atau
memberi tahu perawat jaga pagi, dan dokter H juga lupa akan
perjanjiannya.
• Setelah menunggu sampai pk. 08.00, keluarga baru bertanya pada pasien,
tetapi Dr. H. sudah meninggalkan rumah sakit. Gagal lah kesempatan
untuk konsultasi.
• Keluarga pasien marah, dan mengeluarkan kata-kata kasar mengecam
dokter, perawat dan rumah sakit.
• Koordinator ruang memanggil dokter jaga untuk melihat kondisi pasien,
dan secara spontan dokter jaga memutuskan untuk masuk ICU.
KASUS (LANJUTAN)

• Kemarahan keluarga makin meningkat, dan berprasangka bahwa kondisi


ayah / suaminya harus masuk ICU karena dokter dan perawat tidak
memberi perhatian penuh. Suasana bertambah panas, dan keluar kata-kata
yang sangat tidak etis dari keluarga pasien.
• Perawat dan dokter terpancing dalam konflik dan menyatakan tidak mau
merawat pasien itu lagi.
• Dilakukan penggantian DPJP dan pasca ICU pasien dipindahkan ke
ruangan lain. Kondisi pasien stabil, kesadaran tetap menurun, dan
ditemukan pneumonia oleh dokter spesialis penyakit dalam.
• Setelah dirawat 10 hari pasien dinyatakan boleh pulang dengan pesan untuk
melanjutkan perawatan di rumah sakit lain.
MASALAH

1. DPJP visit tanpa didampingi perawat.


2. Kurang komunikasi antara PPA (dokter, perawat, dan lainnya), hanya lewat CPPT.
3. Kurang komunikasi antara dokter dengan keluarga pasien.
4. Perawat lalai tidak melakukan komunikasi pesan pasien pada perawat shift berikutnya.
5. Karakter keluarga pasien yang berperilaku tidak etis.
6. DPJP pertama tidak melihat kasus secara holistik.
7. Dokter jaga tidak mempelajari kasus sejak awal, memutuskan hanya dari assesmen
sepintas.
8. Konflik antara keluarga pasien dengan para PPA.
9. Karena “sakit hati” pasien di “black list” sebagai pasien rumah sakit  tindakan tidak
profesional dan tidak etis.
10. Biaya yang dikeluarkan rumah sakit jauh lebih besar dari hasil klaim ke BPJS
Kesehatan.
ANDAIKAN ADA “CASE MANAGER”
UNTUK KASUS ITU

• Case manager akan mempelajari riwayat kasus stroke Tn X.


• Case manager akan mengenali keluarga pasien, menilai karakternya ,
mengetahui harapan keluarga, dan merencanakan strategi komunikasi.
• Case manager akan menjelaskan pada keluarga alasan mengapa Dr. H visite
pagi sekali, melihat catatan dokter dan akan mengatur perawat untuk
mendampingi saat visite pasien.
• Case manager akan membaca hasil assesmen PPA dan mengusulkan pertemuan
koordinasi antar PPA.
• Case manager akan memastikan asuhan diberikan sesuai rencana, dan
mengusulkan upaya efisiensi biaya yang memungkinkan.
• Case manager akan membuatkan janji konsultasi antara keluarga dan DPJP /
PPA lain, dan memastikan hal itu terlaksana.
• Case manager akan memastikan saat pasien pulang, semua kebutuhan sudah
direncanakan (discharge planning).
KESIMPULAN

Bila kasus ini sejak awal ditangani case manager, maka tidak akan terjadi :
• miskomunikasi antara keluarga dan PPA.
• Pasien ditangani secara holistik  mutu layanan dianggap baik.
• Biaya terkendali.
• Reputasi PPA dan rumah sakit tetap terjaga.
• Loyalitas pasien meningkat.
• Keluarga pasien akan merekomendasikan rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai