Anda di halaman 1dari 39

Asma Pada

Anak
Pembimbing:
dr. Nieken Susanti, Sp.A

Silvia Aruma Lestari


Global Initiative Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai suatu
penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan inflamasi kronik saluran
respiratori. Inflamasi kronik ini ditandai dengan riwayat gejala-gejala pada
saluran respiratori seperti wheezing (mengi), sesak napas, dan batuk yang
bervariasi dalam waktu maupun intensitas, disertai dengan limitasi aliran
udara ekspiratori

UKK Respirologi IDAI mendefinisikan, asma adalah penyakit saluran


respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang mengakibatkan
obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat
bervariasi

Definisi
1. Faktor Presdisposisi
Genetik : Bakat alergi yang diturunkan hingga hipersensitifitas saluran nafas
2. Faktor Presipitasi
a) Alergi
– Inhalan
– Ingestan
– Kontaktan

b) Perubahan cuaca
– Atmosfir yang mendadak dingin
– Berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga

c) Stress
⁻ Selain dapat mencetuskan asma, stress juga dapat memperberat gejala yang sudah timbul

d) Olahraga / aktifitas jasmani yang berat

Faktor Resiko
Terdapat 334 juta orang pasien Asma di dunia.
WHO
Terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya.

Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti karena penelitian hanya
dilakukan di beberapa daerah.
Usia 6-7 th: Bandung 3% dan Palembang 8%
Indonesia
Usia 13-14th: Bandung 2,6% Jakarta 12,5% dan Subang 24,4%
80-90% gejala timbul pertama kali pada usia < 5tahun.
Pada anak – anak, penderita laki – laki > perempuan.

Epidemiologi
1. Obstruksi saluran respiratori
2. Hiperaktivitas saluran respiratori
3. Otot polos saluran respiratori
4. Hipersekresi mucus
5. Keterbatasan aliran udara reversibel
6. Eksaserbasi
7. Asma nokturnal
8. Abnormalitas gas darah

Patofisiologi
Histamin

Triptase
Kontraksi otot Penyempitan
Sel Inflamasi
Prostaglandin polos bronkial Saluran Nafas
D2
Leukotrien C4

Patofisiologi : Obstruksi saluran respiratori


• Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika
pada pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi
kurang 8µg didapatkan penurunan Forced Expiration Volume (FEV1)
20% yang merupakan kharakteristik asma
• Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel
lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan
mediatornya.

Patofisiologi : Hiperaktivitas saluran respiratori


• Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot
bronkus.
• Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui
melalui hipotesis pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa
otot polos saluran nafas mengalami kekakuan bila dalam waktu
yang lama tidak direnggangkan sampai pada tahap akhir, yang
merupakan fase terlambat, dan menyebabkan penyempitan
saluran nafas yang menetap atau persisten. Kekakuan dari daya
kontraksi, yang timbul sekunder terhadap inflamasi saluran nafas,
kemudian menyebabkan timbulnya edema adventsial dan lepasnya
ikatan dari tekanan rekoil elastis.

Patofisiologi : Otot polos saluran respiratori


• Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali
ditemukan pada saluran nafas pasien asma
• Degranulasi sel Goblet yang dicetuskan oleh stimulus lingkungan,
diperkirakan terjadi karena adanya pelepasan neuropeptidase lokal
atau aktivitas jalur refleks kolinergik
• Degranulasi yang diprovokasi oleh mediator inflamasi, dengan
aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil elastase, kimase sel
mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease

Patofisiologi : Hipersekresi mukus


• Penebalan saluran nafas, yang merupakan karakteristik asma,
terjadi pada bagian kartilago dan membranosa dari saluran nafas
• Juga terjadi perubahan pada elastik dan hilangnya hubungan
antara saluran nafas dengan parenkim di sekitarnya, penebalan
dinding saluran nafas, ini menjelaskan mekanisme timbulnya
penyempitan saluran nafas yang gagal untuk kembali normal dan
terjadi terus menerus.
• Kekakuan otot polos menyebabkan aliran udara pernafasan
terhambat hingga menjadi ireversibel.

Patofisiologi : Keterbatasan aliran udara ireversibel


• Saat dilakukan biopsi transbronkial, membuktikan adanya
akumulasi eosinofil dan makrofag di alveolus dan jaringan
peribronkial pada malam hari

Patofisiologi : Asma nokturnal


• Penebalan saluran nafas, yang merupakan karakteristik asma,
terjadi pada bagian kartilago dan membranosa dari saluran nafas
• Juga terjadi perubahan pada elastik dan hilangnya hubungan
antara saluran nafas dengan parenkim di sekitarnya, penebalan
dinding saluran nafas, ini menjelaskan mekanisme timbulnya
penyempitan saluran nafas yang gagal untuk kembali normal dan
terjadi terus menerus.
• Kekakuan otot polos menyebabkan aliran udara pernafasan
terhambat hingga menjadi ireversibel.

Patofisiologi : Asma nokturnal


• Udara dingin
• Kabut
• Olahraga
• Alergen
• Virus saluran nafas

Patofisiologi : Eksaserbasi
Dari anamnesis bisa didapatkan :

Gejala asma yang dapat diketahui dari anamnesis berupa keluhan batuk, sesak napas, rasa dada tertekan, dan produksi sputum. Gejala
dengan karakteristik yang khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis asma.

Karakteristik yang mengarah ke asma adalah :

• Gejala timbul secara episodik atau berulang

• Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan dalam 24 jam. Biasanya gejalanya lebih berat pada malam
hari (nokturnal)

• Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan pemberian obat pereda asma.

• Timbul bila ada faktor pencetus, berupa:


– Iritan: asap rokok, asap obat nyamuk, suhu dingin, udara kering, makanan atau minuman, penyedap rasa
– Alergen: debu, serbuk sari, tungau debu rumah
– Infeksi respiratori akut akibat virus
– Aktivitas fisik: berlari, berteriak, menangis, atau tertawa berlebihan

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :

• Riwayat alergi / atopi atau pada keluarga

• Penyakit lain yang memberatkan

Diagnosis
Kriteria diagnosis
asma

Diagnosis
• Berdasakan alur diagnosis asma anak,
setiap anak yang menunjukkan gejala
batuk dan / atau wheezing maka
diagnosis akhirnya dapat berupa :
1. Asma
2. Bukan asma

Diagnosis
• Pemeriksaan Fisik

– Inspeksi
• Retraksi dinding pernafasan
• Nafas cuping hidung
• Nafas dalam dan cepat
• Penggunaan otot – otot pernafasan
• Sianosis (biru) pada ujung – ujung ekstremitas
– Auskultasi
• Mengi/wheezing
– Berat (terdengar tanpa auskultasi)
– Ringan (baru dapat didengar dengan auskultasi saat ekspirasi maksimal)
– Tidak terdengar (curiga sumbatan pernafasan total)  biasanya diikuti sianosis

Diagnosis
• Pemeriksaan Faal Paru
– Spirometri
Hal yang perlu diukur adalah volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1) dan kapasitas vital
paksa (FVC) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Rasio
dari kedua pengukuran ini juga perlu dilakukan (FEV1/FVC) Pemeriksaan itu sangat bergantung
kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan
kooeperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3
nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
FEV1/FVC<90% atau FEV1<80% nilai prediksi.
– Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih
sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat
murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan
kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah
digunakan/dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di
rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan
ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas

Diagnosis
• Infeksi dan kelainan imunologis • Obstruksi mekanis
– Rinitis, rinosinusitis – Benda asing di saluran pernafasan
– Infeksi respiratori berulang – Laringotrakeomalasia
– Bronkiolitis – Hipertrofi timus
– Aspirasi berulang
• Patologi bronkus
– Tuberkulosis
– Displasia bronkopulmonal
– Cystic fibrosis
• Kelainan sistem organ lain – Bronkiektasis
– GERD
– Penyakit jantung bawaan

Diagnosis Banding
Klasifikasi
• GINA membagi tata laksana serangan asma menjadi dua, yaitu tata laksana di rumah dan di fasilitas
pelayanan kesehatan/ IGD RS
• .Tata laksana di rumah dapat dilakukan oleh orangtua pasien sendiri di rumah. Hali ini dapat dilakukan oleh
keluarga pasien yng mempunyai pendidikan yang cukup dan sebelumnya telah menjalano terapi dengan
teratur.
• Pada beberapa keadaan pasien harus segera dibawa ke fasyankes tanpa terlebih dahulu diberikan tata
laksana di rumah.

• Tatalaksana di rumah yang dapat


dilakukan oleh orang tua pasien adalah
dengan pemberian inhalasi β2 agonis
jangka pendek via nebulizer atau dengan
MDI+spacer.
• Bila setelah dua kali pemberian dengan
jarak 30 menit tidak ada perbaikan
gejala, segera ke fasyankes

Tatalaksana
Tatalaksana *
Tatalaksana
Tujuan Tatalaksana Saat Terjadinya Serangan

- Mengatasi penyempitan saluran respiratori secepat

mungkin

- Mengurangi hipoksemia

- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya

- Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk

mencegah kekambuhan.

Tatalaksana
Obat pengendali (Controller)
Obat pereda (Reliever) :
1. Inhalasi glukokortikosteroid
1. Bronkodilator
2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)
2. Anticholingergic
3. Long acting β2 Agonist (LABA)
3. Kortikosteroid
4. Teofilin lepas lambat

Tatalaksana Medikamentosa
Short-acting β2 agonist : terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.
• Epinefrin/adrenalin : Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada
β2 agonis selektif. menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi,
takiaritmia, tremor, dan hipertensi. Serta durasinya singkat
• β2 agonis selektif : salbutamol, terbutalin, fenoterol.
 Dosis salbutamol oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
 Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
 Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
 Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum
5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam).
 Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.

Onset Efek Puncak Durasi


Oral 30 menit 2-4 jam Hingga 5 jam
Inhalasi 1 menit 10 menit 4-6 jam

Obat Pereda (Reliever) : Bronkodilator


Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam.
Serangan berat : MDI 10 semprotan.

 Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat


Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1
mcg/kgBB setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.
Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10
menit, dilanjutkan dengan 0,1 – 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse
kontinu.
Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit
kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi.

Obat Pereda (Reliever) : Bronkodilator


Methyl xanthine
• Efek bronkodilatasi = β2 agonist inhalasi
efek sampingnya >>
batas keamanannya sempit

• obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi β2 agonist dan
anticholinergic.

• Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral.


• Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat
yang lama.

• Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :


1 – 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam
6 – 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam
1 – 9 tahun : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam
> 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam

• Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang
lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia. 14

Obat Pereda (Reliever) : Bronkodilator


Anticholinergics
• Ipratropium Bromida.

• Kombinasi dengan nebulisasi β2 agonist menghasilkan efek


bronkodilatasi yang lebih baik.

• Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam.

• Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis :
 >6 tahun 8 – 20 tetes
 < 6 tahun 4 – 10 tetes.

• Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut.


Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka
panjang pada anak

Obat Pereda (Reliever) : Anticholinergic


• Memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai
Terutama diberikan pada keadaan :
perbaikan klinis
• Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal
• Peak Effect 12 – 24 jam.
mencapai perbaikan yang cukup lama.
• Preparat oral:
 prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan
• Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah
dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali sehari
menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai
selama 3 – 5 kali sehari. 14
kontroler.

• Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan


berat sebelumnya.

Obat Pereda (Reliever) : Kortikosteroid


• Tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator.

• Obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin


dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid,
menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit
lain di jaringan paru dan menurunkan permeabilitas
vascular.

• Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena


kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti
inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal.

• Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah :


 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam.
• Dosis Hidrokortison IV
 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam.
• Dosis dexamethasone bolus IV
 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8
jam. 14

Obat Pereda (Reliever) : Kortikosteroid


• obat pengontrol yang paling efektif dan direkomendasikan • Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan
untuk penderita asma semua umur lamina retikularis, mencegah terjadinya
neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi
• Intervensi awal dengan penggunaan inhalasi budesonide terjadinya down regulation receptor β2 agonist.
berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma
dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. • Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari
(respire anak).
• Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini
mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi • Efek samping berupa gangguan pertumbuhan,
frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan
rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan pada gigi dan mulut
hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi
yang diinduksi latihan.

Obat Pengendali (Controller) : Inhalasi glukokortikosteroid


• Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan Ada 2 preparat LTRA :
mungkin hasilnya lebih baik. • Montelukast
 belum ada di Indonesia dan mahal.
• Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut : Dosis per oral 1 kali sehari. (respiro
 LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan anak) Dosis pada anak usia 2-5
cystenil leukotriane; tahun adalah 4 mg qhs. (gina)
 Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap • Zafirlukast
bronkokonstriktor;  Preparat ini terdapat di Indonesia,
 Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction digunakan untuk anak usia > 7 tahun
 Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.
sekali per hari., penggunaannya aman, dan tidak mengganggu
fungsi hati; sayangnya preparat montelukast ini belum ada di Leukotrin memberikan manfaat klinis yang
Indonesia; baik pada berbagai tingkat keparahan asma
 Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan menekan produksi cystenil
dengan meningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan leukotrine. Efek samping obat dapat
menekan transforming growth factor (TGF)  mengendalikan mengganggu fungsi hati (meningkatkan
terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta transaminase) sehingga perlu pemantauan
diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ fungsi hati.
pro-inflamator.
Obat Pengendali (Controller) : Leukotriene Receptor Antagonist
(LTRA)
• Preparat inhalasi yang digunakan adalah
 Salmeterol
 Formoterol

• Pemberian ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1
pagi dan sore, penggunaan steroid oral, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.

• Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi
 fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide)  MDI
 budesonide dan formoterol (Symbicort)  DPI

Obat Pengendali (Controller) : Long acting β2 Agonist (LABA)


• Efektif sebagai monoterapi

• Efektif diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid.

• Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.

• Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan SSP,
palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang perdarahan lambung.

• Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari

• Oleh karena itu terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap
diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.

Obat Pengendali (Controller) : Teofilin lepas lambat


a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara
umum dan pola penyakit asma sendiri)
b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan
asma sendiri/asma mandiri)
c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan
mengontrol asma.

Edukasi
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma

Pencegahan
• Beberapa studi kohort menemukan bahwa banyak bayi dengan
wheezing tidak berlanjut menjadi asma pada masa anak dan remajanya.
• Proporsi kelompok tersebut berkisar antara 45 hingga 85%, tergantung
besarnya sampel studi, tipe studi kohort, dan lamanya pemantauan.
• Adanya asma pada orang tua dan dermatitis atopik pada anak dengan
wheezing merupakan salah satu indikator penting untuk terjadinya asma
dikemudian hari.
• Apabila terdapat kedua hal tersebut maka kemungkinan menjadi asma
lebih besar atau terdapat salah satu di atas disertai dengan 2 dari 3
keadaan berikut yaitu eosinofia, rinitis alergika, dan wheezing yang
menetap pada keadaan bukan flu

Prognosis
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai