Anda di halaman 1dari 14

RESPIRATORY DISTRESS

SYNDROME (RDS)

Disusun oleh: Gunawan


Kelompok 9
Afifah Tri
Wahyuni
Audya Pansela
Ayu Anggraini
DEFINISI
• Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline
Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas
yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang
lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).
• Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa
Inggris disebut neonatal respiratory distress syndrome (RDS)
merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per
menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi (expiratory grunting);
dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada
saat inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar
penurunan masukan udara dalam paru.
Etiologi
• RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding
terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya
semakin muda usia kehamilan ibu. Semakin tinggi kejadian
RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia
kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi,
dkk, 2003).
• PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya
kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36
minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan
jarang pada bayi cukup bulan
• Faktor-faktornya antara lain :
1. Faktor ibu
2. Faktor plasenta
3. Faktor janin
4. Faktor persalinan
Patofisiologi
• Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini
merupakan faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru
menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan
atau tidak adanya surfaktan.
• Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kola. Surfaktan juga menyebabkan
ekspansi yang merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan
intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi
sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan
kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat
menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha
yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan
napas (ekspirasi), sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan
tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha
inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi
sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran).
Manifestasi Klinis
• Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh
atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan
memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnea atau hiperpneu,
sianosis karena saturasi O2 yang menurun dan karena pirau
vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi suprasternal,
epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda
gangguan pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya
bradikardia (sering ditemukan pada penderita penyakit
membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting oedema
terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot
yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi
komplikasi (Staf Pengajar IKA, FKUI, 1985).
Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan

Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah
Menunjukkan keadaan bakteriemia

 Menilai derajat hipoksemia


Analisa gas darah
 Menilai keseimbangan asam basa
Menilai keadaan hipoglikemia, karena
Glukosa darah hipoglikemia dapat menyebabkan atau
memperberat takipnea
Rontgen toraks
Mengetahui etiologi distress nafas

 Leukositosis menunjukkan adanya


infeksi
 Neutropenia menunjukkan infeksi
Darah rutin dan hitung jenis
bakteri
 Trombositopenia menunjukkan
adanya sepsis
Menilai hipoksia dan kebutuhan
Pulse oxymetri
tambahan oksigen
Pencegahan
• Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah
pertumbuhan paru yang belum sempurna. Karena itu salah satu
cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah
kelahiran bayi yang maturitas parunya belum sempurna.
Maturasi paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan
fungsi surfaktan telah berlangsung baik (Gluck, 1971)
memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru
dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan sfigomielin
dalam cairan amnion.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan
a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar
tetap dalam batas normal
b. Pemberian oksigen
c. Pemberian cairan dan elektrolit
d. Pemberian antibiotik
2. Penatalaksanaan keperawatan
• Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi
tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5%
• Pantau selalu tanda vital
• Jaga kepatenan jalan nafas
• Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) e. Jika bayi mengalami apneu
• Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan g. Lakukan penilaian lanjut
• Segera periksa kadar gula darah
• Pemberian nutrisi edekuat
• Setelah manajemen umum segera lakukan manajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan
penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas
• Manajemen spesifik dan manajemen lanjut antara lain
ASUHAN KEPERAWATAN
(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME = RDS)

• Pengkajian
• Identitas klien
• Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat,
agama, tanggal pengkajian.
• Riwayat kesehatan
• Riwayat maternal
• Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti
perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau
intrapartus.
• Status infant saat lahir
• Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi
lahir melalui operasi caesar.
• Data dasar pengkajian
• Cardiovaskuler
• Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat
• Murmur sistolik
• Denyut jantung DBN
• Integumen
• Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
• Pitting edema pada tangan dan kaki
• Mottling
• Neurologis
• Immobilitas, kelemahan
• Penurunan suhu tubuh
• Pulmonary
• Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)
• Nafas grunting
• Pernapasan cuping hidung
• Pernapasan dangkal
• Retraksi suprasternal dan substernal
• Sianosis
• Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
• Status behavioral
• Letargi
• Pemeriksaan Diagnostik
• Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan
elevasi diafragma dengan over distensi duktus alveolar
• Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
• Data laboratorium :
• Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan
cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
• Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru
• Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
• Tingkat phospatydylinositol
• AGD : PaO2 < 50 mmHg, PaCO2 > 50 mmHg, saturasi oksigen
92%-94%, pH 7,3-7,45.
• Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release
potassium dari sel alveolar yang rusak
• Diagnosa Keperawatan
• Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolar
• Pola napas tidak efektif berhubungandengan kelelahan otot
pernapasan
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai