H (4111151141)
Aisyah Vashtirahma P (4111161014)
Tri yusuf Andika (4111161016)
Dina nursayyidah H. (4111161022)
Syaima Nurul R. (4111161038)
Savira Gita N. ( 4111161058)
Elisa Hasanah (4111161065)
Irvan gusmawan (4111161095)
Dinda dwi lazuardi (4111161106)
Hartinissa Vania H. (4111161133)
Thia Indriana Koswara (4111161149)
Nia Pradnya Dewanti (4111161160)
Muhamad Arif Rizki (4111161176)
Dede Apriyanto (4111161181)
PENDAHULUAN
Kasus stunting di Indonesia sangat banyak,
menurut World Health Organization (WHO)
Indonesia menempati urutan ke lima untuk
kejadian stunting. Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi
balita stunting di Indonesia mencapai 37% (18%
sangat pendek dan 19,2% pendek) artinya
sekitar 8 juta anak di Indonesia mengalami
stunting. Menurut Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Barat, pada tahun 2017 angka stunting
mencapai 29,2 % di Jawa Barat.
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan
tinggi badan atau panjang badan seorang anak
dimana pertumbuhan tinggi badan tersebut
tidak sesuai seiring dengan bertambahnya
usia. Stunting pada anak merupakan hasil
jangka panjang konsumsi yang bersifat kronis
diet berkualitas rendah yang dikombinasikan
dengan morbiditas, penyakit infeksi, dan
masalah lingkungan.
Stunting merupahkan kondisi pada anak usia
0-59 bulan dengan tinggi badan/umur di
bawah minus. Jika defisiensi gigi pada balita
terjadi, maka tubuh akan mengalami
penurunan sistem imunitas karena tidak ada
bahan pembentuk sistem imun. Stunting pada
anak merupahkan dampak yang bersifat
kronis, salah satu infeksi yang disebabkan oleh
parasit adalah cacing. Spesies terbanyak yang
menyebabkan infeksi salah satunya ialah
cacing tambang Ancylostoma duodenale.
Kecacingan dapat menyebabkan anemia
(kurang darah), berat bayi lahir rendah,
gangguan ibu bersalin, lemas, mengantuk,
malas belajar, IQ menurun, prestasi dan
produktivitas menurun.
1. Bagaimana angka kejadian stunting di Kota
Cimahi?
2. Bagaimana angka kejadian infeksi oleh
Ancylostoma duodenale di Kota Cimahi?
3. Bagaimana hubungan angka kejadian
Ancylostoma duodenale dengan stunting di
Kota Cimahi?
Untuk mengetahui bagaimana hubungan
riwayat penyakit infeksi dengan kejadian
stunting pada balita di Kota Cimahi.
Untuk mengetahui bagaimana hubungan
riwayat penyakit infeksi Ancylostoma
duodenale dengan kejadian stunting pada
balita usia 2-5 tahun di Kota Cimahi.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
tambahan data berkaitan dengan gambaran
hubungan riwayat penyakit infeksi
Ancylostoma duodenale dengan kejadian
stunting pada balita usia 2-5 tahun di
lingkungan Kota Cimahi.
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran akan pentingnya penanganan yang
tepat sehingga dapat mencegah stunting pada
balita usia 2-5 tahun.
TINJAUAN PUSTAKA
Soil transmitted helminth adalah cacing
golongan nematoda yang memerlukan tanah
untuk perkembangan bentuk infektif. Infeksi
STH ditemukan tersering di daerah iklim
hangat dan lembab yang memiliki sanitasi dan
hygiene buruk. STH hidup di usus dan telurnya
akan keluar melalui tinja hospes. Jika hospes
defekasi di luar (taman, lapangan) atau jika
tinja mengandung telur dubuahi maka telur
tersebut akan tersimpan dalam tanah. Telur
menjadi infeksius jika telur matang.
Di Indonesia golongan cacing ini yang amat
penting dan menyebabkan masalah kesehatan
pada masyarakat adalah cacing gelang (Ascaris
lumbricoides) penyakitnya disebut Ascariasis,
cacing cambuk (Trichuris trichiura) penyakitnya
disebut Trichuriasis, Strongyloide stercoralis
penyakitnya disebut Strongiloidiasis atau
cacing tambang, (Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus) penyakitnya disebut
Ancylostomiasis dan Nekatoriasis.
1. Hygene individu
2. Hygene lingkungan
3. Pendidikan dan kebiasaan
4. Kontak dengan cacing
5. Asuhan orang tua
1. Ancylostomiasis dan Nekatoriasis
Ankilostomiasis dan nekatoriasis adalah
infeksi parasit yang disebabkan oleh cacing
Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus. Kedua parasit ini diberi nama
“cacing tambang” karena pada zaman dahulu
cacing ini ditemukan di Eropa pada pekerja
pertambangan yang belum mempunyai fasilitas
sanitasi yang memadai. Hospes parasit ini
adalah manusia
Penyebaran cacing ini di seluruh daerah
khatulistiwa dan di tempat lain dengan
keadaan yang sesuai, misalnya di daerah
pertambangan dan perkebunan. Prevalensi di
Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan
sekitar 40%.
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan
mulut yang besar melekat pada mukosa dinding
usus. Cacing betina N.americanus setiap hari
mengeluarkan telur 5000-10000 butir, sedangkan
A.duodenale kira-kira 10.000-25000 butir. Cacing
betina berukuran panjang kira-kira 1 cm, cacing
jantan 0,8 cm. Bentuk N.americanus menyerupai
huruf S, sedangkan A.duodenale menyerupai huruf
C. Rongga mulut kedua cacing ini besar.
N.americanus mempunyai benda kitin, sedangkan
A.duodenale ada dua pasang gigi.
Daur hidupnya yaitu dari telur menjadi larva
rabditiform kemudian menjadi larva filariform
dimana dalam bentuk ini cacing dapat
menginfeksi hospesnya dengan menembus
kulit dan juga dapat terjadi dengan menelan
larva filariform. Setelah menembus kulit akan
masuk ke kapiler darah kemudian menuju
jantung kanan dan paru dari paru akan naik ke
bronkus lalu trakea dan laring yang kemudian
dapat terjadi penyebaran ke usus halus.
1. Stadium larva
2. Stadium dewasa
Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan
oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari
makanan dengan kebutuhan zat gizi yang
diperlukan untuk metabolisme tubuh. Setiap
individu membutuhkan asupan zat gizi yang
berbeda antar individu, hal ini tergantung pada
usia orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas
tubuh dalam sehari, berat badan, dan lainnya.
Tabel 2.4 Klasifikasi Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator BB/U
Indeks Status gizi Ambang Batas
Gemuk >2,0 SD
Stunting merupakan suatu retardasi pertumbuhan linier
yang berkaitan dengan adanya proses perubahan
patologis. Pertumbuhan fisik berhubungan dengan
faktor lingkungan, perilaku, dan genetik. Kondisi sosial
ekonomi, pemberian ASI, dan kejadian BBLR merupakan
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting. Status gizi buruk berdampak terhadap
menurunnya produksi zat antibodi dalam tubuh.
Penurunan zat antibodi ini mengakibatkan mudahnya
bibit penyakit masuk ke dalam dinding usus dan
mengganggu produksi beberapa enzim pencernaan
makanan dan selanjutnya dapat mengganggu
penyerapan zat-zat gizi yang penting menjadi
terganggu. Keadaan ini dapat memperburuk status gizi
anak.
Klasifikasi Kriteria