Anda di halaman 1dari 34

EPILEPSI

KELOMPOK 5
1

OVERVIEW CASE DAN


DASAR DIAGNOSIS
SKENARIO ANALISIS
- Wanita 18 tahun Insidensi
- KU : Kejang DD : Intrakranial :
Meningitis, ensepalitis, trauma
kranial
Ekstrakranial :
Gangguan metabolik, gangguan
elektrolit
- Kemarin sore kejang-kejang disebelah Gejala parsial kompleks
kanan
- Disertai mulut mengecap-ngecap lalu Automatism
tidak sadar
- Setelahnya pasien menjadi bingung dan Gejala bangkitan parsial kompleks
tidak tahu kejadian sebelumnya
- Kejang berlangsung selama 3 menit Durasi
- Kejang sudah berlangsung hampir Onset, bangkitan berulang
setiap bulan sejak 1 tahun yang lalu
SKENARIO ANALISIS
- Riwayat kejang dalam keluarga (-) Faktor risiko genetic disingkirkan
- Riwayat kejang demam (+) Faktor risiko
- Tanda Vital : DBN
TD : 120/80 mmHg
N : 80x / menit
S : 36,5oC
R : 20x /menit
- Pemeriksaan fisik DBN
- Pemeriksaan neurologi DBN
DD/ : 1. Epilepsi parsial kompleks umum
sekunder
2. Epilepsi umum tonik klonik
DK : Epilepsi parsial kompleks umum sekunder
2 DASAR DIAGNOSIS
Anamnesis :
• Pola/bentuk bangkitan
• Lama bangkitan
• Gejala sebelum, selama dan
pasca bangkitan
• Frekuensi bangkitan
• Faktor pencetus
• Ada atau tidaknya penyakit yang
diderita sekarang
• Riwayat epilepsi sebelumnya
• Riwayat keluarga
• Riwayat kejang demam
DEFINISI DAN KLASIFIKASI
EPILEPSI ADALAH SEBAGAI SUATU GANGGUAN ATAU TERHENTINYA FUNGSI OTAK SECARA PERIODIK YANG
DISEBABKAN OLEH TERJADINYA PELEPASAN MUATAN LISTRIK SECARA BERLEBIHAN DAN TIDAK TERATUR OLEH SEL-
SEL OTAK DENGAN TIBA-TIBA, SEHINGGA PENERIMAAN DAN PENGIRIMAN IMPULS ANTARA BAGIAN OTAK DAN
DARI OTAK KE BAGIAN TUBUH LAIN TERGANGGU.
KLASIFIKASI EPILEPSI (ILAE 1981) TIPE SERANGAN / BANGKITAN EPILEPSI
1. BANGKITAN PARSIAL
A. BANGKITAN PARSIAL SEDERHANA MENGENAI SATU BAGIAN DI SATU SISI TUBUH, TIDAK DISERTAI PENURUNAN
KESADARAN.
• DENGAN GEJALA MOTORIK
• DENGAN GEJALA SENSORIK
• DENGAN GEJALA AUTONOM
• DENGAN GEJALA PSIKIS
B. BANGKITAN PARSIAL KOMPLEKS
- BANGKITAN PARSIAL SEDERHANA DIIKUTI DENGAN GANGGUAN KESADARAN
- BANGKITAN PARSIAL DENGAN GANGGUAN KESADARAN SEJAK AWAL SERANGAN DISERTAI DENGAN AURA DAN
GERAKAN AUTOMATISM
C. SERANGAN UMUM SEKUNDER
- PARSIAL SEDERHANA MENJADI UMUM TONIK KLONIK DISERTAI GANGGUAN KESADARAN
- PARSIAL KOMPLEKS MENJADI TONIK KLONIK
- PARSIAL SEDERHANA MENJADI PARSIAL MENJADI PARSIAL TONIK KLONIK
2. BANGKITAN UMUM
• ABSENCE
• MIOKLONIK
• KLONIK
• TONIK
• TONIK KLONIK
• ATONIK
3. TAK TERGOLONGKAN
3

ILMU KEDOKTERAN
DASAR
ANATOMI
HIPOCAMPUS
• Suatu elevasi substansia
grisea yang melengkung
dan memanjang di
seluruh dasar
inferoventricularis
lateralis.

• Menyebarkan sinyal-
sinyal keluar menuju
anterior hipothalamus
dan bagian sisi limbik
terutama forniks .
ANATOMI SEL
NEURON
• Sel glia
1. Oligodendrosit
(membentuk selubung
mielin
2. Astrosit (berperan
dalam mengendalikan
lingkungan ion dan
kimiawi neuron)
3. Sel ependim
4. Sel schwann
FISIOLOGI
Fisiologi
• Impuls eksitatorik (potensial aksi) yang mencapai akson terminal
menimbulkan depolarisasi pada membran prasinaps, membuka kanal
kalsium voltagedependent. Akibatnya, ion kalsium mengalir ke terminal
bouton dan kemudian berinteraksi denga berbagai protein untuk
menimbulkan fusi vesikel sinaptik dengan membran prasinaps. Molekul
neurotransmiter di dalam vesikel kemudian dilepaskan ke celah sinaps.
• Molekul neurotransmiter berdifusi menyebrangi celah sinaps dan
berikatan dengan reseptor spesifik pada membran pascasinaps.
• Ikatan molekul neurotransmiter dengan reseptor menyebabkan kanal
ion terbuka, menginduksi aliran tegangan ionik yang menyebabkan
depolarisasi atau hiperpolarisasi membran pascasinaps baik excitatory
postsynaptic potential (epsp) atau inhibitory postsynaptic potential
(ipsp). Dengan demikian, transmisi sinaptik menimbulkan eksitasi atau
inhibisi neuron pascasinaps.
Fisiologi
Jenis sinaps
Neurotransmiter eksitatorik yang paling umum di SSP adalah glutamat (na channel
terbuka  na difusi  depolarisasi  potensial aksi  impul saraf diteruskan)
Neurotransmiter inhibitorik tersering adalah asam υ-aminobutirat (GABA).
Neurotransmiter inhibitorik di medula spinalis adalah glisin. (K channel terbuka  ion
K masuk ke intrasel  hiperpolarisasi  potensial aksi tidak terjadi  impuls saraf
tidak diteruskan)

asetilkolin dan neroepineprin adalah neurotransmiter terpenting pada sistem


saraf otonom, tetapi juga ditemukan pada SSP.
BIOKIMIA GLUTAMATE,
GABA
• Pada reseptor GABA :
Terjadi peninggian
permeabilitas membran
untuk Cl– dan K+
(hiperpolarisasi, inhibitor)
• Pada Reseptor glutamat
(NMDA dan AMPA terjadi
peninggian permeabilitas
membran untuk Na+
(depolarisasi, eksitasi)
4

ETIOLOGI, FAKTOR RISIKO,


PATOFISIOLOGI DAN
PATOGENESIS
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
ETIOLOGI
1. Idiopatik
2. Kiptogenik
3. Simptomatik
FAKTOR RESIKO
1. Prenatal
2. Natal
3. Postnatal
Patofisiologi dan patogenesis
Ketidakseimbangan ketidakseimbangan ketidakseimbangan membran
ion neurotransmitter eksirasi dan inhibisi post sinaps

Hipereksitasi neuron dicortex cerebri

Depolarisasi dan potensial pelepasan muatan listrik


Aksi dikorteks
kontraksi otot abnormal
Korteks motoric mencetuskan kedaerah
kejang subkorteks kejang kelonjatan
Dialirkan
membutuhkan O2 >
ARAS (penurunan kesadaran) seluruh korteks
Hipersaliva lidah tergigit motorik metabolisme anaerob

Kejang tonik kronik kestabilan membran sen, neuron terganggu

Edema neuron irreversible

Diganti oleh jaringan sikatrik

Sklorosis hippocampus

Lesi makin bisa menyebar sehingga kejang


berulang
5 KOMPLIKASI
Waktu Serangan :
• Cedera/trauma
• Dislokasi
• Aspirasi Terganggu
• Status epilepsy

Luar Serangan :
• Efek samping obat
• Gangguan belajar (retardasi mental)
6

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan EEG
• Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun tidur dengan
stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai pencetus
bangkitan.
• Indikasi pemeriksaan EEG :
a) Membantu menegakkan diagnosis epilepsi
b) Menentukan prognosis pada kasus
c) Pertimbangan dalam pemberhentian obat epilepsi (OAE)
d) Membantu dalam menentukan letak fokus
2. Pemeriksaan Pencitraan Otak (Brain Imaging)
• Indikasi :
a) Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan
struktual
b) Adanya perubahan bentuk bangkitan
c) Terdapat defisit neurologi fokal
d) Epilepsi dengan bangkitan parsial

3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)


• MRI dapat mendeteksi sklerosis hipokampus, tumor, dan
hemangioma kavernosa
7

PENATALAKSANAAN,
PENCEGAHAN, DAN EDUKASI
Non-Farmakologi Tatalaksana Fase Akut (Kejang)
• Diet ketogenik Tujuan :
• Terapi nutrisi 75-80 kkal/kalori • Mempertahankan oksigenasi otak
• Edukasi • Mengakhiri kejang sesegera mungkin
• Mencegah kejang berulang
• Mencari faktor penyebab
Medikamentosa
Tujuan : untuk membuat penderita terbebas dari serangan
kejang. Pengobatan dikatakan berhasil apabila pasien
terbebas/terkontrol kejang selamanya.
• Carbamazepin
Menginhibisi konduktase voltage dependent sodium
dengan sedikit aksi pada monoamine,NMDA reseptor
• Phenytoin
Mengubah konduktase Na+,K+, Ca2+ potensial membrane
dan konsentrasi asam amino dan neurotransmitter
norepinefrin dan GABA
• Phenobarbital
Penguatan inhibitor dan berkurangnya transmisi eksitatorik.
Menghambat sebagian arus Ca2+ menekan Na+
Rujukan ke spesialis epilepsi perlu dipertimbangkan bila :
• Tidak responsif terhadap 2 AED pertama
• Ditemukan efek samping yang signifikan dengan
terapi
• Berencana untuk hamil
• Dipertimbangkan untuk penghentian terapi
Resep :
dr. Diskel 5
Jl. Terusan Jenderal Achmad Yani
SIP : 321657444

R/ Carbamazepin 200 mg tab No. XIV


ꭍ 2 dd ½ pc
PENGHENTIAN OAE SYARATUMUMPENGHENTIANOAE:
• Dihentikan tanpa kekambuhan pada • Penghentian dapat dilakukan setelah
60% pasien minimal 2 tahun bebas bangkitan
• Pada anak-anak penghentian OAE • Gambaran EEG normal
secara bertahap dapat • Dilakukan secara bertahap, 25% dari
dipertimbangkan setelah 2 tahun dosis semula, setiap bulan dalam
bebas bangkitan, sedangkan dewasa jangka 3-6 bulan
5 tahun
• Penghentian dari 1 OAE yang bukan
utama
EDUKASI
KELUARGA PEKERJAAN
• Keseimbangan antara kebutuhan orang tua, Prinsip pilihan kerja bagi epilepsy :
penyandang epilepsy dan yang lain.  Disesuaikan dengan jenis
• Kebebasan bersosialisasi dan bergaul, tetapi frekuensi waktu bangkitan
harus dikontrol  Resiko kerja yang minimal
 Bekerja dengan pengawasan
OLAHRAGA  Jadwal kerja yang teratur
• Penyandang epilepsy masih diperbolehkan  Lingkungan kerja tahu kondisi
melakukan olahraga pasien
• Dilakukan di lapangan/ dalam Gedung Contoh :
olahraga • Tenaga pengajar
• Olahraga dijalanan atau di ketinggian • Staff administrasi
sebaiknya di hindari • Wiraswasta
• Pengawasan khusus dan alat bantu
diperlukan dalam olahraga
PENCEGAHAN
PRIMER SEKUNDER
• Mencegah trauma kapitis penyakit • Menghindari factor pencetus misalnya stress,
cerebrovascular stroke alkohol, dan api
• Mencegah drug dan alcohol
• Merawat kehamilan TERSIER
• Mengutamakan kebersihan lingkungan • Rehabilitas
• Pembedahan
8 EPIDEMIOLOGI
1. Prevelensi 7/1000
2. Insidensi pada anak 100/100.000
3. 50% lebih pasien epilepsi
mengalami/memiliki kejang
4. Lebih banyak terjadi pada wanita dari pria
(5,3 ; 2,3)
9 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
10 PBHL
a. Beneficence
Menerapkan golden rule principle : melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik & neurologis secara teliti sehingga dapat
menegakkan dk : epilepsi parsial kompleks umun sekunder
B. Non-maleficence
Minimalisir akibat buruk : melakukan penatalaksanaan
sesuai dengan etiologi mampu menilai prognosis pasien
C. Autonomy
Informed consent
D. Justice
Diharapkan dapat memahami keberagaman sosial budaya
serta kepercayaan pasien yang mempengaruhi keputusan
pasien
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai