Anda di halaman 1dari 3

5 | Topik Utama

is gaming disorder real?

Narasumber : Irwanto Ichlas,dr.,Sp.KJ (K)


Riwayat Pendidikan :
- FK Universitas Brawijaya Malang
(Pendidikan Dokter Umum/1980)
- FK Universitas Padjajaran Bandung
(Psikiater/1993)

Pekerjaan/Jabatan :
1. Kepala.Lab Psikiatri FK UNJANI Cimahi
2. Psikiater (K) di RS Dustira, RS
dr.M.Salamun (AU) Bandung
3. Staf Pengajar (Psikiatri)
- FK UNJANI Cimahi
- FK UNPAD Bandung (PPDS Psikiatri )
- Fakultas Psikologi UKM Bandung
4. Ketua PDSKJI Cabang Bandung dan
sekitarnya (2009-2013 / 2013-2016)

WHO World Health Organization (WHO) baru saja menetapkan gaming disorder atau
kecanduan bermain game sebagai penyakit mental. WHO menetapkan ‘gaming disorder’
sebagai kebiasaan atau pola bermain game yang bersifat berkepanjangan. Menurut badan
kesehatan internasional tersebut, gejala utama dari penyakit ini adalah memprioritaskan
bermain game ketimbang kehidupan nyata dan aktivitas sehari-hari meskipun penderita
mengalami konsekuensi negatifnya. Bagaimana bisa kecanduan bermain game
dikategorikan penyakit mental? Keputusan WHO tersebut didukung oleh kebanyakan dokter
di seluruh dunia. Mereka setuju bahwa kecanduan bermain game adalah penyakit mental.
Salah satunya adalah Kimberly Young, PsyD, Director of the Center for On-Line Addiction.

Kata game sudah tidak asing lagi di berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, mulai dari
anak-anak, remaja, sampai dewasa. Jenis game pun bermacam-macam, baik game online
maupun game offline yang mudah diakses diberbagai media elektronik. Kini perilaku
menyimpang dari bermain game mendapatkan perhatian lebih serius dari berbagai pakar
kesehatan, sehingga Gaming Dissorder telah ditetapkan kedalam revisi ke-11 dari
Internasional Classification of Diseases (ICD-11) yang dipublikasikan oleh World Health
Organization (WHO) pada tahun 2018.
6 | Topik Utama

Menurut salah satu dosen psikiatri Universitas Jenderal Achmad Yani, Irwanto
Ichlas, dr., Sp.KJ-K, yang dimaksud dengan Gaming Dissorder dalam istilah
psikiater disebut dengan Gaming Addiction yang termasuk kedalam kelompok
Behavior Addiction, lebih tepatnya Internet Addiction.

Dalam text book psikiatri, belum ada kriteria khusus untuk mendiagnosis
Gaming Addiction ini. Namun, seseorang dikatakan menderita Gaming
Addiction apabila seseorang tersebut sudah tidak mampu mengontrol
kebiasaan bermain game dan menjadikan game sebagai prioritas sampai
mengganggu aktivitas pokok hariannya, walaupun dampak negatif sudah
dirasakan oleh seseorang tersebut. Dampak yang terjadi dari Gaming
Addiction ini pun cukup serius, diantaranya akan berdampak pada kesehatan
secara fisik sampai berdampak pada ekonomi apabila seseorang tersebut
lebih mementingkan game dibandingkan kewajibannya dalam bekerja.

Tidak semua gamer dapat dikatakan menderita Gaming Addiction, karena hal
tersebut bergantung pada bagaimana seseorang itu bisa mengatur waktu
antara kegiatan pokok keseharian dengan kegiatan bermain game nya.

Penyebab dari Gaming Addiction ini berhubungan dengan pola-pola


kepribadian setiap orang. Ada 3 aspek yang berperan, yaitu organobiologik,
psikoedukatif, dan sosial budaya. Organobiologik berarti adanya peranan dari
kondisi fisik maupun mental seseorang tersebut, psikoedukatif dan
sosialbudaya berarti adanya peranan dari pendidikan, lingkungan keluarga,
dan lingkungan sosial dari seseorang tersebut.

Sebagai dokter, pencegahan yang bisa dilakukan adalah melakukan edukasi.


Sebagai orang yang berisiko menderita Gaming Addiction pencegahan yang
bisa dilakukan yaitu berfikir positif, mengatur waktu dalam kegitan sehari-hari,
membentuk suatu kelompok yang peduli terhadap dampak negatif dari
Gaming Addiction atau Internet Addiction. Peranan kelompok dalam
pencegahan Gaming Addiction ini dapat melatih kebiasaan setiap anggotanya,
misalnya saat berkumpul tidak ada yang memegang smartphone dan hanya
berkomunikasi secara langsung dengan anggota kelompoknya, sehingga
diharapkan seseorang tersebut akan terlatih dan terbiasa dalam mengatur
kegiatan yang seharusnya dilakukan pada saat itu.
7 | Topik Utama

Tahapan penanganan dari Gaming Addiction ini bergantung dari tingkatan


risiko yang dimiliki setiap orang. Tindakan promotif akan dilakukan pada
seseorang yang memiliki risiko rendah-tinggi, tindakan prefentif dilakukan pada
orang berisiko tinggi yang sudah terpapar oleh lingkungan agar tidak menjadi
lebih berat, tindakan kurasi dilakukan bagi penderita Gaming Addiction yang
berat dan rehabilitasi bagi penderita Gaming Addiction yang sangat berat yang
telah mengalami disabilitas sosial seperti tidak mau mandi, tidak mau makan,
tidak mau sekolah, tidak mau bekerja dan lain-lain.

Bagi seseorang yang sudah menderita Gaming Addiction maka harus


dilakukan terapi yaitu konseling yang berdasarkan atas keinginan dari pasien
yang bersangkutan. Obat pun terkadang perlu diberikan tergantung pada
kondisi saat pasien melakukan konseling kepada dokter. Terapi ini
membutuhkan kerjasama dari berbagai instansi, baik medis maupun non-
medis. Salah satu terapi yang dilakukan pada pasien ini yaitu dengan
menurunkan frekuensi atau lamanya bermain game dalam setiap harinya,
dengan dibuatkan time table atau daftar kegitan sehari-hari hingga mencapai
hukum normatif yang berlaku yaitu 8 jam untuk tidur, 8 jam untuk bekerja, dan
8 jam untuk rekreasi.

Prognosis dari Gaming Addiction bisa dikatakan buruk karena adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi kesembuhannya, diantaranya faktor biologik dan
kepribadian dari diri pasien sendiri dan faktor lingkungan khususnya keluarga
pasien yang harus benar-benar memperhatikan dan peduli mengenai Gaming
Addiction ini.

Di Indonesia belum ada undang-undang yang mengatur mengenai game,


sehingga untuk penanganan perilaku menyimpang dari bermain game masih
sangat sulit.

Sebenarnya dengan bermain game ada dampak postif yang akan didapatkan
dengan catatan harus terkendali, namun apabila sudah tidak terkendali maka
akan memberikan dampak negatif sampai seseorang tersebut menderita
Gaming Addiction.

Anda mungkin juga menyukai