Anda di halaman 1dari 47

PEMERIKSAAN

PENDENGARAN+AUDIOMETRI
Anggita Pupitasari
201810401011090
Kelompok J-30
Bunyi  kesan yang timbul apabila getaran longitudinal molekul
di lingkungan eksternal, yaitu fase pemadatan dan pelonggaran
molekul yang terjadi selang-seling, sampai di membran timpani.

Kerasnya bunyi  amplitudo gelombang bunyi

Semakin besar amplitudo semakin keras bunyi

Nada  berkaitan dengan frekuensi

Semakin tinggi frekuensi semakin tinggi nada


 Gelombang bunyi yang mempunyai pola berulang  irama
 Getaran aperiodik yang tidak berulang bising
 Salah satu skala relatif = skala desibel
 Desibel = logaritma perbandingan intensitas suatu bunyi
terhadap bunyi standar
 1 desibel (dB) = 0,1 bel
 dB = 10 log intensitas bunyi
intensitas bunyi standar
 intensitas bunyi ~ kuadrat tekanan bunyi
sehingga:
Db = 20 log tekanan bunyi
tekanan bunyi standar
 Accoustical Society of America
 Tingkat bunyi standar yang dijadikan patokan =
0 desibel ~ 0,000204 dyne/cm2 ambang pendengaran
rata2 manusia
Skala desibel untuk bunyi yang sering didengar

 160 Pesawat jet dengan afterburner

 120 Kereta api bawah tanah


Konser musik rock

 80 Lalu lintas padat

 40 Percakapan biasa

 0 Berbisik (ambang pendengaran (0,0002 dyne/cm2))


Bunyi dan Noise (bising)

Bunyi  frekuensi 20-20.000 siklus per detik (cps,Hertz)


frekuensi nada murni yang dapat ditangkap oleh telinga normal

Ambang kepekaan manusia beragam, namun paling


sensitif = 1000-4000 Hz

Nada bunyi percakapan rata-rata: Pria = 120 Hz,


Wanita = 250 Hz

Nada murni hanya satu frekuensi : garputala, piano

Bising (noise) dibedakan antara:


• Beberapa frekuensi tapi spektrum terbatas (Narrow band)
• Terdiri dari banyak frekuensi (white noise)
Gejala Gangguan Pendengaran

o Sulit mengikuti pembicaraan pada saat dua orang atau lebih bicara pada saat yang
sama
o Mengalami masalah melakukan pembicaraan di telepon
o Anda harus berkonsentrasi penuh untuk mengikuti dengan baik pembicaraan yang
sedang berlangsung
o Sulit mendengar saat berada dalam lingkungan yang bising
o Orang mengeluh pada Anda karena suara televisi/radio yang terlalu keraskan.
o Anda merasa bahwa banyak lawan bicara Anda kelihatannya berbicara tidak
jelas atau hanya bergumam
o Sering meminta lawan bicara Anda untuk mengulang ucapan yang dikatakannya
o Sering salah menjawab atau salah paham atas lawan bicara Anda
o Sering mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan dengan wanita dan
anak-anak, karena mereka berbicara dengan frekuensi yang lebih tinggi.
 The National Institute on Deafness and Other
Communications Disorders (2010) : kemungkinan
mengalami gangguan pendengaran, bila ditemukan
tiga atau lebih dari gejala-gejala di atas.
Pemeriksaan Pendengaran
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
2. Tes Berbisik
3. Tes garpu tala (garpu tala)
a. Tes Rinne
b. Tes Weber
c. Tes Schwabach
d. Tes Bing
4. Audiometri
5. Timpanometri
1. Anamnesis & Pemeriksaan Fisik
 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik : otoskop
2. Tes Berbisik
 Merupakan tes semikuantitatif
 Tujuan : menentukan derajat ketulian secara kasar
 Orang normal daat mendengar bisikan dari jarak 6-10 meter
 Cara pemeriksaam:
 Ruangan cukup tenang, dengan panjang 6 meter
 Berbisik pada akhir ekspirasi
 Dimulai dari jarak 1 meter dan makin lama makin menjauh, mundur tiap
satu meter sampai dapat mengulangi tiap kata dengan benar
 Telinga yang tidak diperiksa ditutup, orang yang diperiksa tidak boleh
melihat pemeriksa (pemeriksa berdiri di sisi telinga yang diperiksa)
 Interpretasi :
 Normal : 5/6 sampai 6/6

 Tuli ringan bila suara bisik 4 meter

 Tuli sedang bila suara bisik antara 2 - 3 meter

 Tuli berat bila suara bisik antara 0 - 1 meter


3. Tes Garpu Tala
 Dasar fisiologi pemeriksaan:
 Telinga dalam (koklea) terletak pada kavitas bertulang di dalam os
temporalis (labyrinth tulang)  getaran di seluruh tulang tengkorak
dapat menyebabkan getaran pada cairan koklea
 Masking phenomenon adanya bunyi akan menurunkan
kemampuan seseorang mendengar bunyi lain  masa refrakter
relatif dan absolut reseptor dan serat n.auditorik  berkaitan
dengan nada
a. Tes Rinne
 Merupakan tes kualitatif
 Tujuan: membandingkan hantaran melalui tulang
dan hantaran melalui udara
 Cara pemeriksaan:
 Garpu tala 512 Hz digetarkan lalu letakan pada
planum mastoid (posterior dari MAE) sampai penderita
tidak mendengar, kemudian segera pindahkan ke
depan MAE penderita.
 Interpretasi :
 Rinne (+) : Telinga normal atau tuli sensorik
 Rinne (-) :  Tuli Konduktif
b. Tes Weber
 Tujuan : membandingkan hantaran tulang telinga
kiri dengan telinga kanan
 Cara pemeriksaan:
 Garpu tala 512Hz digetarkan
 Dasar garpu tala diletakkan pada garis tengah kepala
: ubun-ubun, glabella, dagu, pertengahan gigi seri
paling sensitif)
 Interpretasi :
 Tak ada lateralisasi  normal
 Lateralisasi ke telinga yang sakit  tuli konduktif

 Lateralisasi ke telinga yang sehat  tuli sensorik


c. Tes Schwabach
 Tujuan : membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal
 Cara pemeriksaan :
 Garpu tala 512Hz digetarkan
 Dasarnya diletakkan ada prosesus mastoideus pemeriksa
 Bila sudah tidak didengar lagi, garpu tala dipindahkan pada
proc.mastoideus pasien
 Bila masih terdengar kesan: swabach memanjang
 Ulangi tes kembali.
 garpu tala digetarkan kembali dan diletakkan di proc.mastoideus
pasien terlebih dahulu, bila sudah tidak terdengar lagi pindahkan pada
pemeriksa
 Interpretasi :
 Normal apabila pasien = pemeriksa
 Bila Schwabach memendek  tuli sensorik

 Bila Schwabach memanjang  tuli konduktif


Kesimpulan Tes garpu tala
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Interpretasi

Positif Lateralisasi tidak ada Sama dengan Normal


pemeriksa

Negatif Lateralisasi ke telinga Memanjang Tuli Konduktif


yang sakit

Positif Lateralisasi ke telinga Memendek Tuli sensorineural


yang sehat
d. Tes Bing (Tes Oklusi)
 Cara pemeriksaan :
 Tragus telinga yang diperiksa ditekan (ditutup) sehingga
terdapat tuli konduktif kira-kira 30 Db.
 Garpu tala digetarkan, diletakkan di tengah kepala seperti
pada tes weber
 Interpretasi:
 Lateralisasi ke telinga yang ditutup  telinga normal atau
tuli sensorik
 Tidak ada lateralisasi ke telinga yang ditutup (yang
diperiksa)  telinga tersebut tuli konduktif
4. Audiometri
 Tujuan : untuk menentukan sifat kelainan pendengaran
 Merupakan earphone sederhana yang dihubungkan dengan
ossilator elektronik yang mampu memancarkan suara murni dengan
kisaran frekuensi rendahtinggi
 Tingkat intensitas nol pada masing-masing frekuensi adalah
kekerasan yang hampir tidak bisa didengar oleh telinga normal.
 Volume dapat ditingkatkan, bila harus ditingkatkan hingga 30
desibel dari normal org tsb dikatakan kehilangan pendengaran
30 dB untuk frekuensi tertentu
 Pada tiap pemeriksaan  digunakan 8-10
frekuensi yang mencakup spektrum pendengaran
 Hasil  audiogram
Audiogram pada tuli sensorik
Keterangan gambar
 Tuli sensorik sebagian
 Pada frekuensi tinggi
 Kerusakan biasanya pada basis koklea
 Biasa terjadi pada orang tua
Audiogram pada tuli konduksi
Tuli konduksi
 Paling sering : fibrosis telinga tengah akibat infeksi
berulang atau penyakit herediter (otosklerosis)
 Pada beberapa kasus  terankilosis pada bidang
depan stapes  pertumbuhan tulang stapes
berlebihan ke tepi fenestra ovalis  tuli total 
koreksi bedah
Audiometri
Ambang Dengar
5. Timpanometri
 Definisi : pengukuran tekanan telinga yang
berhubungan dengan tuba saluran eustachius pada
membran timpani
 deteksi kehilangan pendengaran
 instrumen diagnostik
 Tujuan, mengetahui:
 Compliance/mobilitas membrana timpani
 Tekanan pada telinga tengah
 Volume canalis auditorius eksterna
 Hasil  timpanogram
 Berguna untuk diagnosis dan follow-up penyakit pada
telinga tengah (paling sering : otitis media pd anak-
anak)
 Cara pemeriksaan: menggunakan probe dengan
frekuensi 226 Hz
 Interpretasi :
 Compliance membrana tympani (normal volume: 0.2 to
2.0 mL),
 normal tekanan pada telinga tengah = +100 mm
H2O s/d -150 mm H2O
 Volume canalis auditorius eksternal = 0.2 s/d 2.0 mL).
1. Tipe A: gambaran spt grafik di samping,
menunjukkan tekanan udara di telinga tengah
normal. Tipe A ini terbagi menjadi 3 sub grup
yaitu :
A : bentuk grafik normal
Ad : puncak lebih tinggi biasanya menunjukkan
tekanan yang berlebih di telinga tengah
muncul pada dislokasi tulang pendengaran,
kekakuan membrana timpani
As : Puncak lebih pendek dari normal
menunjukkan kekakuan, seperti pada
otosklerosis
Tipe B :Tidak didapatkan puncak/ flat,
biasanya disebabkan karena adanya cairan di
telinga tengah atau adanya perforasi
membrana timpano,
atau adanya serumen.
Tipe C : ada puncaknya namun bergeser ke
kiri menunjukkan adanya tekanan negatif
biasanya disebabkan karen disfungsi tuba.
Kesimpulan
 Bunyi : amplitudo, frekuensi
 Gangguan: infeksi, trauma, kongenital, tumor
 Tuli : konduksi, sensorineural
 Normal : hantaran udara > hantaran tulang
 Pemeriksaan : otoskop, berbisik, garpu tala (rinne,
weber, schwabach), audiometri, timpanometri
 Interpretasi masing-masing pemeriksaan
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai