Anda di halaman 1dari 16

Nama kelompok 7:

1. Ranti Ersa Mayori (C1C017038)


2. Hedi Devita Sari (C1C017018)
3. Ilham Putra Laksana (C1C017125)

Analisis Investasi dan Portofolio


CAPM
(Capital Assets Pricing Model)
&
APT
(Arbitrage Pricing Theory)
CAPM yang diperkenalkan oleh Sharpe (1964) dan
Lintner (1965) merupakan model untuk menentukan
harga suatu assets pada kondisi equilibrium. Dalam
keadaan equilibrium tingkat keuntungan yang disyaratkan
oleh pemodal untuk suatu saham akan dipengaruhi oleh
risiko saham tersebut (Tandelilin, 2010 : 187).
Stephen A. Ross (1976) mengembangkan model
CAPM dengan memasukkan variabel lain terutama
variable makro seperti tingkat suku bunga, inflasi serta
aktivitas bisnis memiliki dampak yang signifikan terhadap
tingkat perubahan return saham. Model hasil
pengembangan ini disebut Arbitrage Pricing Theory
(APT).
Landasan Teori dan Literature Review

Capital Asset Pricing Model (CAPM) CAPM


adalah bentuk standar dari general equilibrium
relationship bagi return asset yang dikembangkan
secara terpisah oleh Sharpe (1964), Lintner (1965) dan
Mossin (1969), sehingga model ini sering disebut
dengan CAPM bentuk Sharpe‐Lintner‐Mossin
(Jogiyanto 2010 :487). Definisi CAPM (jack Clark
Francis) : “ Teori penilaian resiko dan keuntungan aset
yang didasarkan koeefisien beta (indeks resiko yang
tidak dapat didiversifikasi)” (Kamarudin Ahmad,
2004:134) .
Semakin besar risiko saham (b), semakin tinggi risiko
yang diharapkan dari saham tersebut dan dengan
demikian semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang
diharapkan. Untuk mengestimasi besarnya koefisien beta,
digunakan market model dengan persamaan dapat
dituliskan sebagai berikut: Ri = αi + βi RM + ei
Dimana : Ri = return sekuritas i
RM = return indeks pasar
αi = intersep
βi = slope
εi = random residual error
Arbitrage Price Theory (APT)
Menurut Robert Ang (1997 : 214) APT (Arbritage
Pricing Theory) menggunakan return dari suatu aset
(sekuritas) yang dikaitkan dengan beberapa faktor yang
mempengaruhi pasar. APT ini digunakan untuk
memprediksi harga suatu saham dimasa yang akan
datang. Risiko dalam APT didefinisi sebagai sensitivitas
saham terhadap faktor‐faktor ekonomi makro (bi), dan
besarnya return harapan akan dipengaruhi oleh
sensitivitas tersebut. Pada dasarnya, CAPM merupakan
model APT yang hanya mempertimbangkan satu faktor
risiko yaitu risiko sistematis pasar. Dalam penerapan
model APT, berbagai faktor risiko bisa dimasukkan
sebagai faktor risiko
Risiko
Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara
return aktual yang diterima dengan return yang
diharapkan. Semakin besar kemungkinan perbedaannya,
berarti semakin besar risiko investasi tersebut (Tendelilin
2010 : 102).
Return
Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi
investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas
keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang
dilakukannya (Tendelilin 2010 : 102).
Variabel Makro Ekonom

1. Inflasi adalah kenaikan harga barang-


barang yang bersifat umum dan terus-
menerus (Rahardja & Manurung, 2008).
Inflasi merupakan suatu keadaan dimana
menurunnya nilai mata uang pada suatu
Negara dan naiknya harga barang yang
berlangsung secara sistematis (fahmi, 2015).
Inflasi memiliki pengaruh besar kepada para
investor dalam berinvestasi.
2. Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan
harga atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam nilai
mata uang negara lain. Kurs valuta asing dapat juga
didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan,
yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan, untuk memperoleh
satu unit mata uang asing Sadono & Sukirno (2002).

3. Jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yang


berada di tangan masyarakat (Rahardja & Manurung, 2008).
Sejak peradaban manusia mengenal uang sebagai alat bantu
pembayaran.
Risiko dari suatu saham terhadap risiko pasar
dapat diukur dengan risiko sistematis. Risiko
sistematis suatu saham adalah kuantitatif yang
mengukur sensitifitas keuntungan dari suatu sekuritas
dalam merespon pergerakan keuntungan pasar.
Risiko sistematis bisa didapat dari menghitung beta
(β) masing-masing perusahaan yang digunakan
sebagai sampel dengan menggunakan rumus market
model yang meregresikan antara return saham yang
sesungguhnya (actual return) dan returnpasar (market
return).
Variabel makroekonomi digunakan untuk model APT yang
meliputi 4 (empat) variabel yaitu sebagai berikut:

1. Perubahan tingkat inflasi


2. Perubahan tingkat bunga
3. Perubahan jumlah uang beredar
4. Perubahan kurs
Pengujian Keakuratan CAPM Dan APT

Pengujian keakuratan kedua model menggunakan nilai


mean absolute deviation yang dapat dilihat pada tabel dibawah
ini. MAD CAPM memiliki nilai rata-rata lebih kecil
dibandingkan dengan nilai rata-rata MAD APT yang
menunjukkan model CAPM lebih akurat dalam memprediksi
return saham perusahaan. Akan tetapi selisih nilai MAD kedua
model menandakan bahwa keakuratan kedua model memiliki
perbedaan yang sedikit, hal ini dikarenakan expected risk
premium masing-masing portofolio tersebut proporsional
dengan market beta prtofolio, sesuai dengan teori yang ada
apabila expected risk premium masing-masing portofolio
tersebut proporsional dengan market beta prtofolio, maka APT
dan CAPM akan memberikan hasil yang sama, kalau tidak
maka hasilnyapun berbeda pula (Husnan, 2005).
Model CAPM dan Model APT dalam Memprediksi Expected
Return

Hipotesis pertama dari penelitian ini menyatakan


bahwa model CAPM lebih akurat dibandingkan dengan
model APT dalam memprediksi expected return pada
bank umum swasta nasional devisa. Hal ini dikarenakan
pada penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak yang
menyatakan bahwa model CAPM lebih akurat
dibandingkan dengan model APT. Namun, setelah
dilakukannya penelitian ini, hipotesis tidak dapat terbukti,
karena standar deviasi yang mencerminkan sebaran data
dalam himpunan menunjukan bahwa standar deviasi ERi
model APT lebih kecil daripada standar deviasi ERi model
CAPM.
Secara keseluruhan, temuan empiris yang
diperoleh menunjukkan bahwa beta adalah
relevan sebagai risiko sistematis dan kompensasi
atas risiko tersebut adalah positif. Temuan yang
didapat dengan menggunakan metode Lintner
menunjukkan bahwa:

1. Beta adalah relevan dan terdapat price of


risk positif.
2. Risiko residual tidak relevan, dan
3. Tingkat pengembalian portofolio zerobeta
selama periode pengujian adalah negatif.
CAPM dianggap lebih akurat dibandingkan dengan APT disebabkan
oleh:
1. Ketidaksesuaian atau ketidakcocokan variabel-variabel
pembentuk model APT itu sendiri, tidak semua investor
menggunakan model ARIMA dalam memprediksi variabel-
variabel makro ekonomi dan ketidakmampuan model APT
menjelaskan variasi pendapatan saham yang disebabkan oleh
faktor non-ekonomi dan company action.
2. Ketidakmampuan model ARIMA untuk memprediksi
perubahan tingkat inflasi, perubahan tingkat bunga, perubahan
tingkat bunga, perubahan jumlah uang yang beredar, dan
perubahan kurs karena model ARIMA tersebut terbentuk pada
saat itu perubahan tingkat bunga, perubahan jumlah uang yang
beredar dan perubahan kurs pergerakan sangat berfluktuasi,
sehingga hasil prediksinya pun memiliki pola-pola
ketidakstabilan.
Terima Kasih 

Anda mungkin juga menyukai