Anda di halaman 1dari 28

TRANSKULTURAL DALAM

KEPERAWATAN

Oleh :
Bambang Kamiwarno, S.KeP MH.Kes
Konsep Transkultural
 Transkultural nursing merupakan teori
berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan
 Teori ini menjabarkan konsep keperawatan yang
didasari oleh pemahaman tentang adanya
perbedaan nilai kultural yang melekat pada
masyarakat
 Leineger berkata “sangatlah penting
memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-
nilai dalam penerapan asuhan keperawatan”
 Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan cultural shock
 Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau
bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang
bersifat sosial.
 Budaya yang berupa norma , adat istiadat menjadi
acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain
.
 Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu
tempat , selalu diulangi , membuat manusia terikat dalam
proses yang dijalaninya .
 Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan
proses internalisasi dari suatu nilai – nilai
yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola pikir ,
pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan
mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi
keperawatan (cultural nursing approach ).
 Dalam melaksanakan praktik keperawatan yang bersifat
humanis, perawat perlu memahami landasan teori dan
praktik keperawatan yang berdasarkan budaya.
 Budaya yang telah menjadi kebiasaan tersebut diterapkan
dalam asuhan keperawatan transkultural, melalui 3 strategi
utama intervensi, yaitu mempertahankan, bernegosiasi
dan merestrukturisasi budaya.
 Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik
budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat
(tradisional) .
 Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan
yang berkaitan dengan kesehatan.
 Menurut Dr. Madelini Leininger , studi praktik pelayanan
kesehatan transkultural adalah berfungsi untuk
meningkatkan pemahaman atas tingkah laku
manusia dalam kaitan dengan kesehatannya .
 Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan
individu . Oleh sebab itu , penting bagi perawat mengenal
latar belakang budaya orang yang dirawat ( Pasien ) .
 Misalnya kebiasaanhidup sehari – hari ,
seperti tidur , makan , kebersihan diri ,
pekerjaan , pergaulan social , praktik
kesehatan , pendidikan anak , ekspresi
perasaan , hubungan kekeluargaaan ,
peranan masing – masing orang menurut umur .
 Nilai – nilai budaya Timur , menyebabkan sulitnya
wanita yang hamil mendapat pelayanan dari dokter pria
. Dalam beberapa setting , lebih mudah menerima
pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan
bidan .
 Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental
dengan hal – hal yang dianggap tabu.
 Dalam tahun – tahun terakhir ini , makin ditekankan
pentingnya pengaruh kultur terhadap pelayanan
perawatan .
 Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative baru
; ia berfokus pada studi perbandingan nilai – nilai dan praktik
budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan
perawatannya .
 Leininger ( 2002 ) mengatakan bahwa transcultural nursing
merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan
dengan perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai
budaya ( nilai budaya yang berbeda ras , yang
mempengaruhi pada seseorang perawat saat melakukan
asuhan keperawatan kepada pasien.
PENGERTIAN TRANSKULTRAL
 Leiningeer ( 2002 ) mengatakan bahwa keperawatan
transcultural (transcultural nursing) adalah
suatu area / wilayah keilmuwan budaya pada proses
belajar dan praktik keperawatan yang focus memandang
dan kesamaan budaya dengan menghargai asuhan, sehat
sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan
dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan
asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan
budaya kepada manusia.

 Transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang
berfokus pada analisis dan studi perbandingan tentang
perbedaan budaya (Leininger, 1978).
 Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat yang humanis,
yang difokuskan pada perilaku individu atau kelompok, serta
proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku
sehat atau perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai
latar belakang budaya.
 Pelayanan keperawatan transkultural diberikan kepada klien
sesuai dengan latar belakang budayanya.
TUJUAN KEPERAWATANTRANSKULTURAL
 Untuk mengidentifikasi, menguji,
mengerti dan menggunakan
pemahaman keperawatan transcultural
untuk meningkatkan kebudayaan spesifik
dalam pemberian askep
 Untuk mengembangkan sains dan
pohon keilmuan yang humanis sehingga
tercipta praktik keperawatan pada kultur
yang spesifik dan universal.
 Kultur yang spesifik adalah kultur dengan
nilai-nilai norma spesifik yang tidak dimiliki
oleh kelompok lain, seperti bahasa.
PARADIGMA KEPERAWATAN TRANSKULTURAL
Adalah cara pandang, persepsi, keyakinan, nilai-nilai dan
konsep dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang
sesuai dengan latar belakang budaya terhadap 4
konsep sentral, yaitu :
 Manusia,
 Keperawatan,
 Kesehatan, dan
 Lingkungan (Leininger, 1978).
 MANUSIA
 Manusia adalah individu atau kelompok yang
memiliki nilai dan norma yang diyakini bergua
untuk menetapkan piihan dan melakukan tindakan,
manusia memiliki kecenderungan untuk
mempertahankan budayanya setiap saat dan
dimanapun dia berada.
 Klien yang dirawat di rumah sakit harus belajar
budaya baru, yaitu budaya rumah sakit, selain
membawa budayanya sendiri.
 KESEHATAN
 Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien
dalam mengisi kehidupannya yang terletak pada rentang
sehat sakit (Leininger, 1984) dan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan yang dalam konteks budaya
digunakan untuk mrnjaga dan memelihara keadaaan
seimbang/sehat, yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-
hari.
 Asuhan keperawatan yang diberikan bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan klien untuk memilih
secara aktif budaya yang sesuai dengan status
kesehatannya dan klien harus mempelajari lingkungannya.
 LINGKUNGAN
 Lingkungan adalah keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, keyakinan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang
suatu totalitas kehidupan dan budayanya baik berupa lingkungan fisik,
sosial dan simbolik.
 Lingkungan fisik adalah lingkungan alam yang diciptakan oleh manusia
seperti pegunungan, pemukiman padat, bentuk rumah daerah panas
(banyak lubang), bentuk rumah daerah dingin (eskimo) dll.
 Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang
berhubungan dengan sosialisasi individu atau kelompok ke dalam
masyarakat yang lebih luas seperti keluarga, komunitas dan masjid atau
gereja.
 Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk atau simbol yang
menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu, seperti musik, seni,
riwayat hidup, bahasa, atau atribut yang digunakan (kalung,anting, hiasan
dinding, ikat kepala, baju atau slogan-slogan)
 KEPERAWATAN
 Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau
rangkaian kegiatan dalam praktik keperawatan yang
diberikan kepada klien sesuai dengan latar
belakang budayanya.
 Strategi yang digunakan dalam intervensi dan
implementasi keperawatan keluarga adalah
mempertahankan, menegosiasi, dan
merestrukturisasi budaya klien.
SALAH SATU CONTOH KEPERAWATAN TRANSKULUTURAL SUNDA

1. Sejarah perkembangan keluarga Sunda


 Keluarga dalam masyarakat Sunda sebenarnya memiliki dua pengertian, yaitu keluarga
dengan pengertian sempit dan pengertian luas.
 Keluarga dalam pengertian sempit berarti keluarga inti atau batih, sedangkan
keluarga dalam pengertian luas berarti sanak saudara yang mempunyai ikatan keluarga
karena pertalian darah dan perkawinan.
 Satu keluarga besar disebut sabondoyot atau sakulawedet.
 Sistem kekerabatan orang Sunda bersifat parental atau bilateral yaitu hak dan
kedudukan anggota keluarga dari pihak ayah maupun ibu.
 Menurut penyelidikan Atmamiharja (1958), kata Sunda mempunyai arti sebagai berikut :
Sanskerta : Sunda artinya tenaga, bersinar, nama dewa Wisnu, nama satria buta dalam
cerita ”Upa Sunda dan Ni Sunda”
Kawai : Sunda artinya air, tumpukan, pangkat, waspada
Jawa :Sunda berarti menyusu, berganda, suara, naik, terbang
Sunda : Sunda berarti bagus, indah, unggul, menyenangkan
2. Aspek Demografi
 Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk
yang berusia 10 tahun atau lebih.
 Mereka terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan
kerja.
 Proporsi penduduk yang tergolong angkatan kerja
dikenal sebagai tingkat patisipasi angkatan kerja.
 Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi diukur
dengan porsi penduduk yang masuk dalam pasar kerja
(bekerja atau mencari pekerjaan).
 Kesempatan kerja memberikan gambaran besarnya
tingkat penyerapan pasar kerja sehingga sehingga
angkatan kerja yang tidak terserap disebut
pengangguran.
3. Aspek Psikososial
 Perbedaan kelas sosial dalam keluarga Sunda antara lain
 Beberapa pengelompokan utama pada orang Sunda sebagai
hasil sistem masyarakat didasarkan pada berbagai kriteria
berikut :
 Berdasarkan tempat : Adanya beberapa orang Sunda pada
berbagai tempat / daerah
 Berdasarkan keadaan materi : adanya lapisan masyaakat
Sunda
 Berdasarkan prestise feodalistik : adanya orang Sunda
bangsawan dan rakyat biasa, orang Sunda terpelajar dan
tidak terpelajar
 Berdasarkan profesi mata pencaharian : pegawai negeri,
pengusaha, petani, buruh, dan lain-lain.
4. Bentuk keluarga dalam sistem kekerabatan
 Sistem kekerabatan orang Sunda bersifat parental dan
bilateral yang berarti hak dan kedudukan anggota keluarga
dari pihak ayah dan ibu.
 Kedudukan suami-istri dalam perkawinan sederajat.
 Sistem kekerabatannya meliputi hubungan ke atas-ke bawah
sampai tujuh tingkatan, dan juga ke samping.
 Dalam mencari pasangan hidup, stratifikasi sosial sangat
berpengaruh.
 Umumnya memilih orang sederajat tingkat sosial dan garis
keturunannya.
 Sebelumnya, orang tua lebih berperan dalam memilihkan jodoh
bagi anak mereka dan selanjutnya anaklah yang menentukan
pilihannya.
5. Aspek budaya
 Budaya lebih terlihat pada jenis makanan yang disenangi oleh
masyarakat Sunda seperti lalapan dan ikan yang dipandang
sebagai makanan khas Sunda yang telah dikenal oleh orang-
orang didalam dan luar negeri.
 Minuman khas orang Sunda diantaranya air bening / mineral,
bandrek, bajigur, es cincau, dan tuak.
 Bila kita telaah sajian makanan orang Sunda, kandungan
lemaknya sedikit.
 Oleh karena itu anak-anak Sunda beresiko mengalami
defisiensi vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, K)
6. Praktik kesehatan keluarga
 Dalam praktik kesehatan, anggota keluarga Sunda
menggunakan orang pintar (dukun).
 Hal ini masih mendominasi upaya menolong anggota
keluarganya yang mengalami gangguan kesehatan.
 Selain ke dukun, biasanya ke kyai, selanjutnya apabila
tidak sembuh-sembuh, biasanya mereka baru pergi ke
petugas kesehatan.
 Keluarga Sunda percaya bahwa apabila sakit lebih
memilih membeli obat di warung atau pergi ke dukun
yang dipercayai.
 Hal tersebut dipraktikkan oleh keluarga Sunda
terutama keluarga golongan menengah ke bawah.
7. Implikasi keperawatan keluarga pada Etnik Sunda
 Asuhan keperawatan keluarga pada etnik Sunda sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan pendekatan budaya (transkultural nursing).
 Pendekatan budaya dilakukan karena dipandang lebih sensitif.
 Pendekatan budaya bermakna bahwa asuhan keperawatan keluarga
dimulai dari keinginan keluarga, kebiasan keluarga, sumber
daya keluarga, dan nilai-nilai keluarga.
 Pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga sebaiknya mengimpliasikan
hal-hal berikut :
• Menghargai struktur dan sistem nilai yang dianut keluarga
• Batasan sehat sakit menurut keluarga
• Aktualisasi praktik kesehatan Sunda
• Meningkatkan keterbatasan regimen terapeutik keluarga Sunda
Proses keperawatan transkultural
• Model konseptual yang dikembangkan oleh Leiniger
dalam menjelaskan askep dalam konteks budaya
digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(sunrise model)
• Proses keperawatan digunakan perawat sebagai
landasan berpikir kritis dan memberikan solusi
terhadap masalah klien
• Pengelolaan askep mulai dari tahap pengkajian,
diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi
Pengkajian
• Proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah klien sesuai latar belakang budaya
• Pengkajian dirancang berdasarkan 7 pengkajian
berkomponen pada “sunrise model”
1. Faktor teknologi
2. Faktor agama dan falsafah hidup
3. Faktor Sosial dan keterikatan keluarga
4. Faktor nilai budaya dan gaya hidup
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku
6. Faktor ekonomi
7. Faktor pendidikan
Diganosa keperawatan
• Respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat
dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan
• Terdapat 3 diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan
dalam askep transcultural :
– Gangguan komunikasi verbal b/d perbedaan kultur
– Gangguan interaksi sosial b/d disorientasi sosiokultural
– Ketidakpatuhan dalam pengobatan b/d system nilai yang
diyakini
Perencanaan dan pelaksanaan
• Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat
• Pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan
latar belakang budaya klien
• Ada 3 pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural
yaitu :
– Mempertahankan budaya ( maintenance / cultural care preservation)
bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan
– Mengakomodasi budaya (negotiation / cultural care accommodation)
bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan
– Merubah budaya (reconstruction / cultural care repartening) bila
budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan
EVALUASI
• Evaluasi askep dilakukan terhadap keberhasilan
klien tentang mempertahankan budaya yang
sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya
klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
berdapatasi dengan budaya baru yang mungkin
sangat bertentangan dengan budaya klien

Anda mungkin juga menyukai