Rita furida
Sindi patikasari agustin
Definisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot
(spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan
disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak
eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan
neuro muscular (neuro muscular jungtion) dan saraf autonom.
(Smarmo 2002)
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium
tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksisimal dan
diikuti oleh kekakuan otot seluruh badan, khususnya otot-otot
massester dan otot rangka.
Klasifikasi
Klasifikasi beratnya tetanus oleh albert (Sudoyo Aru,
2009):
1. Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah)
ringan sampai sedang, spasitas general, tanpa gangguan
pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia
2. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak
jelas, spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan
pernapasan sedang RR ≥ 30x/ menit, disfagia ringan.
3. Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generaisata,
spasme reflek berkepanjangan, RR ≥ 40x/ menit, serangan
apnea, disfagia berat, takikardia ≥ 120.
4. Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan otomik berat
melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipotensi berat dan
takikardia terjadi perselingan dengan hipotensi dan
bradikardia, salah satunya dapat menetap.
Etiologi
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk
batang seperti penabuh genderang berspora,
golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini
mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik
(tetanus spasmin), yang mula-mula akan
menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat.
Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium
tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam
dengan perawatan yang salah.
Tanda dan gejala
Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran
membuka mulut (trismus)
• Otot leher
Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
• Otot dada
• Merambat ke otot perut
• Otot lengan dan paha
• Otot punggung, seringnya epistotonus
Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
Iritabilitas
Demam
Gejala penyerta lainnya:
• Keringat berlebihan
• Sakit menelan
• Spasme tangan dan kaki
• Produksi air liur
• BAB dan BAK tidak terkontrol
• Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang
Adalah suatu sikap tubuh
epistotonus abnormal ketika posisi tubuh
mengalami kaku dan
melengkung kebelakang
kemudian dengan kepala
terlempar kebelakang
Pathway
Pemeriksaan penunjang
EKG: interval CT memanjang karena segment
ST. Bentuk takikardi ventrikuler (Torsaderde
pointters)
Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5
mmol/L atau lebih rendah kadar fosfat dalam serum
meningkat.
Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto
Rontgen pada jaringan subkutan atau basas ganglia
otak menunjukkan klasifikasi.
A. Umum
Penatalaksanaan
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan
perawatan harus segera diberikan :
1. Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus
disekitar luka (tidak boleh diberikan IV)
2. Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4%
IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV
atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde (panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-
6 jam.
3. Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4
jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg
BB/24 jam untuk dewasa.
4. Beta-adrenergik bolcker; propanolol (inderal) 0,2 mg aliquots, untuk
total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik,
digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
5. Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang,
kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemberian obat
penenang.
6. Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi)
dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk
membunuh klostirida vegetatif.
7. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Diit TKTP melalui oral/ sounde/parenteral
9. Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai
dengan kondisi klien.
10. Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
11. Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk
fasilitas kembali fungsi optot dan ambulasi selama
penyembuhan.
B. Pembedahan
1. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan
beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi
untuk bantuan nafas.
2. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak
terdeteksi.
Komplikasi
1. Hipertensi
2. Kelelahan
3. Asfiksia
4. Aspirasi pneumonia
5. Fraktur dan robekan otot
Pencegahan
Pengkajian
Pengkajian Umum