DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS) • Demam Berdarah sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang tidak spesifik, Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, hingga yang paling berat yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS). Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah kasus tersangka ataupun kasus yang pasti dari dengue dengan kecenderungan perdarahan disertai adanya satu atau lebih dari hal - hal berikut : 1. Tes Tourniquet yang positif. 2. Adanya perdarahan dalam bentuk petekiae, ekimosis atau purpura. 3. Perdarahan selaput lendir mukosa, alat cerna gastrointestinal (Hematemesis atau melena), tempat suntikan atau ditempat lainnya. 4. Trombositopenia ( < 100.000 per mm3) 5. Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan permiabilitas dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan munculnya satu atau lebih dari • Kenaikan nilai 20 % hematokrit atau lebih (tergantung umur dan jenis kelamin • Menurunnya nilai hematokrit dari nilai dasar 20 % atau lebih sesudah pengobatan 6. Tanda - tanda perembesan plasma ( yaitu, efusi pleura, asites, hipoproteinaemia Dengue Syok Sindrom (DSS) Mencakup semua kriteria DBD diatas ditambah lagi dengan munculnya gangguan sirkulasi darah dengan tanda-tanda : • denyut nadi menjadi lemah dan cepat • menyempitnya tekanan nadi atau hipotensi (20 mmHg atau kurang,tergantung umur) • kedinginan • keringat dingin • gelisah • DSS adalah sindrom syok/renjatan yang terjadi pada penderita DBD.
• Sekitar 30-50% penderita akan
mengalami shock dan dapat berujung pada kematian bila tidak ditangani secara dini dan adekuat. • Foto thorak PA tegak dan lateral dekubitus kanan (RLD). • Tujuan melihat adanya efusi pleura terutama pada hemithoraks kanan. • Pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemithoraks. • Asites dan efusi pleura juga dapat dideteksi dengan USG. • Untuk menentukan adanya DSS ditentukan dari jumlah cairan yang ada pada cavum thorax, bila lebih lebih dari 30% maka dinyatakn terjadi DSS (dengue Shock Sindrom) PROYEKSI PA TEGAK • Posisi Pasien : Duduk membelakangi arah sinar • Kaset diletakkan pada dada pasien • MSP pada pertengahan kaset • Batas atas kaset 2 jari diatas bahu • Batas bawah kaset crista iliaka • Arah sinar horizontal tegak lurus kaset • CP : pada thorakal 6 pada pertengahan thorax • Expose dilakukan pasien inspirasi penuh • Posisi Pasien : Miring ke sisi kanan, dengan sisi kanan berada di bawah tubuh • Posisi obyek: letakkan kaset tegak didepan perut atau di belakang punggung pasien • Batas atas kaset : 2 jari diatas bahu • Batas bawah kaset : Krista iliaka • Arah sinar : horizontal pada pertengahan thorax setinggi thorakal IV menuju pertengahan kaset • Ekspose ditunggu kurang lebih 5 menit, hingga batas cairan tampak jelas Atresia ani kelainan tidak adanya lubang pelepasan pada daerah dubur(anus) yang sifatnya bawaan • Menurut Berton. Atresia ani dibagi berdasarkan tinggi rendahnya kelainan: 1. atresia ani letak tinggi: bagian distal rectum berakhir di atas musculus levator ani(>1,5 cm dengan kulit luar) 2. Atresia ani letak rendah: distal rectum melewati musculus levator ani (jarak<1,5 cm dari kulit luar) • Menurut Stephen Atresia ani dibagi berdasarkan garis pubococcygeal. 1. Atresia letak tinggi: bagian distal rectum terletak di atas garis pubococygeal 2. Atresia ani letak rendah: bila bagian distal rectum terletak di bawah garis pubococygeal • Menurut Ladd dan gross 4 type atresia ani: 1. Stenosis ani: anus dan rectum ada tetapi menyempit 2. Imperforatus anus dengan anus berupa membran 3. Imperforatus anus dengan kantong rectum berakhir agak tinggi dari kulit peritoneum 4. Atresia rectum, rectum berakhir buntu dan terpisah dari bagian anal oleh suatu membran atau jaringan, disini lubang anus ada sehingga dari luar anus tampak normal. • Tidak ada persiapan khusus yang harus dilakukan tetapi untuk mendapatkan gambaran yang baik maka sebelum dilakukan pemeriksaan bayi diletakkan dengan posisi kepala berada di bawah dan kaki berada di atas selama ± 5 menit dengan tetap menjaga kenyamanan pasien. • Agar udara dalam kolon dapat mencapai rectum. • Bagian distal anal dipasang marker sehingga pada foto, daerah antara marker dengan bayangan udara yang tertinggi dapat diukur. • Proyeksi pemeriksaan sebagai berikut: • Posisi AP untuk melihat ada tidaknya atresia ani dan untuk melihat beratnya distensi atau peregangan usus. Posisi pasien : Pasien diposisikan dalam keadaan inverse(kepala dibawah) di depan standar kaset yang telah disiapkan. Kedua tungkai difleksikan 90 derajat terhadap badan untuk menghindari superposisi antara trokanter mayor paha dengan ischii. MSP tubuh tegak lurus kaset. • Posisi obyek: obyek diatur sehingga daerah abdomen bagian distal masuk dalam film. Pada daerah anus dipasang marker. • CR: horisontal tegak lurus kaset • CP: pertengahan garis yang menghubungkan kedua trokhanter mayor • FFD: 100 cm • Eksposi dilakukan saat pasien tidak bergerak. • Tujuan untuk melihat ketinggian atresia ani. • PP: Posisi inverse tapi satu sisi tubuh berada di depan standar kaset. Kedua paha ditekuk semaksimal mungkin ke arah perut agar bayangan udara pada radiograf tidak tertutup oleh gambaran paha. MSP sejajar film. • PO: obyek diatur sedemikian sehingga daerah abdomen bagian distal masuk dalam film. Pada daerah anus dipasang marker. • CR: horisontal tegak lurus kaset • CP: pada trokanter mayor • FFD : 90 cm • Eksposi : saat pasien tidak bergerak • Merupakan alternatif pemeriksaan invertogram untuk memperlihatkan bayangan udara di dalam colon mencapai batas maksimal tinggi/naik di daerah rectum bagian distal. • PP: Pasien diposisikan prone • PO: kedua paha ditekuk (hip flexi) angkat punggung bayi sehingga letak pelvis lebih tinggi dari kepala/wajah. Kaset pada salah satu sisi lateral dengan trokhanter mayor pada pertengahan kaset. • CP: pada trokhanter mayor menuju pertengahan kaset. • CR: horisontal tegak lurus film/kaset • FFD: 90 cm • Ekspose saat pasien tidak bergerak. • Posisi lebih mudah • Waktu memposisikan lebih singkat • Pasien lebih tenang dan nyaman • Udara pada rectum tampak naik dan lebih tinggi sehingga posisi ini lebih baik.