Anda di halaman 1dari 41

PENANGANAN KEGAWAT

DARURATAN NEONATAL
ASFIKSIA
• Keadaan dimana bayi baru lahir tidak
dapat bernapas secara spontan dan
teratur
• Penyebab Asfiksia:
• Faktor Ibu
• Faktor Bayi
• Faktor Tali Pusat
GEJALA
• Tidak bernafas atau sulit bernafas (kurang dari
30 X per menit)
• Pernafasan tidak teratur, terdapat dengkuran
atau retraksi dinding dada
• Tangisan lemah atau merintih
• Warna kulit pucat atau biru
• Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai
• Tidak ada denyut jantung atau p
Persiapan Resusitasi BBL

• Persiapan keluarga
• Persiapan tempat resusitasi
• Persiapan alat resusitasi
Bola karet dan penghisap lendir DeLee
Balon dan sungkup
Langkah-langkah Resusitasi
BBL

• Langkah awal

• Ventilasi
Langkah Awal (30 detik)

1. Jaga bayi tetap hangat.


2. Atur posisi bayi.
3. Isap lendir.
4. Keringkan dan Rangsang taktil.
5. Reposisi.
--------------------------------------------------------
6. Penilaian apakah bayi menangis atau
bernapas spontan dan teratur ?
Ventilasi
1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan.
2. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm
air, amati gerakan dada bayi.
3. Bila dada bayi mengembang, lakukan
ventilasi 20 kali dengan tekanan 20
cm air dalam 30 detik.
---------------------------------------------------
4. Penilaian apakah bayi menangis atau
bernapas spontan dan teratur?
Salah Salah Benar
Sungkup terlalu besar Sungkup menutup Sungkup menutup
sehingga tidak mulut saja. mulut dan hidung
menutup rapat mulut Sungkup harus sehingga tidak
dan hidung bayi dan menutup mulut dan ada kemungkinan
ada kemung-kinan hidung. udara bocor.
udara bocor.
 Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit,
mungkin menunjukkan satu atau lebih
tanda tambahan gangguan napas.
 Frekuensi napas bayi kurang 40 kali/menit.
 Bayi dengan sianosis sentral (biru pada
lidah dan bibir).
 Bayi apnea (napas berhenti lebih 20 detik)
Anamnesis
 Waktu timbulnya gangguan napas
 Usia kehamilan
 Pengobatan steroid antenatal
 Faktor predisposisi: KPD (Ketuban Pecah Dini),
Demam pada ibu sebelum persalinan
 Riwayat Asfiksia dan Persalinan dengan tindakan
 Riwayat aspirasi
Pemeriksaan Fisik
 Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit atau
frekuensi napas bayi kurang 40 kali/menit dan
mungkin menunjukkan satu atau lebih tanda
tambahan gangguan napas sebagai berikut :
 Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan
bibir).
 Tarikan dinding dada
 Merintih
 Bayi apnea (napas berhenti lebih 20 detik)
 Lanjutkan pemberian O2 2-3 liter/menit dengan
kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan O2
4-5 liter/menit dengan sungkup
 Bayi jangan diberikan minum
 Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika
(Ampisilin dan Gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis:
◦ Suhu aksiler < 34 °C atau > 39 °C;
◦ Air ketuban bercampur mekonium;
◦ Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau
ketuban pecah dini (> 18 jam).
 Bila suhu aksiler 34-36.5 °C atau 37.5-39 °C
tangani masalah suhu abnormal dan nilai ulang
setelah 2 jam:
◦ Bila suhu masih belum stabil atau gangguan napas belum
ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi
kemungkinan besar sepsis;
◦ Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu
kembali abnormal, ulangi tahapan tersebut diatas.
 Bila tidak ada tanda kearah sepsis, nilai kembali
bayi setelah 2 jam
 Bila bayi tidak menunjukkan perbaikan setelah 2
jam, terapi untuk Kemungkinan besar sepsis,
segera rujuk
 Hipoglikemi adalah keadaan hasil
pengukuran kadar glukose darah kurang
dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L)
Anamnesis
 Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi,
hipertermi, gangguan pernapasan
 Riwayat bayi prematur
 Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
 Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
 Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
 Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
Pemeriksaan klinis
Hipoglikemi sering asimtomatis, pada keadaan ini terapi sudah
harus dilakukan agar prognosis menjadi lebih baik.
Gejala yang sering terlihat adalah:
 tremor ("jitteriness")
 bayi lemah, apatis, letargik, keringat dingin
 sianosis
 kejang
 apne atau nafas lambat, tidak teratur
 tangis melengking atau lemah merintih.
 hipotoni
 masalah minum
 nistagmus gerakan involunter pada mata
 Berikan glukose 10% 2 mL/kg secara IV
bolus pelan dalam lima menit.
 Jika jalur IV tidak dapat dipasang dengan
cepat, berikan larutan glukose melalui pipa
lambung dengan dosis yang sama.
 Infus Glukose 10% sesuai kebutuhan
rumatan, kemudian lakukan rujukan
 Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak
dapat menyusu, berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara
pemberian minum
 Hipotermi adalah suhu tubuh kurang dari
36.5ºC pada pengukuran suhu melalui ketiak
 Hipotermi sering terjadi pada neonatus terutama pada BBLR
karena pusat pengaturan suhu tubuh bayi yang belum
sempurna, permukaan tubuh bayi relatif luas, kemampuan
produksi dan menyimpan panas terbatas.
 Suhu tubuh rendah dapat disebabkan oleh karena terpapar
dengan lingkungan yang dingin (suhu lingkungan rendah,
permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan
basah atau tidak berpakaian.
 Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena dapat
menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang
akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung paru dan
kematian
 Radiasi: dari bayi ke lingkungan dingin
terdekat.
 Konduksi: langsung dari bayi ke sesuatu yang
kontak dg bayi
 Konveksi: kehilangan panas dari bayi ke
udara sekitar
 Evaporasi: penguapan air dari kulit bayi
 Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba
fungsi neurologi, baik motorik maupun
autonomik,karena kelebihan pancaran
listrik pada otak
 Kejang yang berkepanjangan mengakibat-
kan hipoksia otak yang cukup berbahaya
bagi ke langsungan hidup bayi atau meng-
akibatkan gejala sisa di kemudian hari.
 Dapat diakibatkan oleh asfiksia neonato-
rum, hipoglikemia atau merupakan tanda
meningitis atau masalah susunan saraf.
 Kejang adalah salah satu Tanda Bahaya
atau “Danger sign“ pada neonatus
 Dapat diantisipasi dengan melakukan
tindakan promotip atau preventip
 Secara klinik kejang pada bayi
diklasifikasikan tonik, klonik, mioklonik
dan ”subtle seizures”
Kejang:
 Gerakan abnormal pada wajah, mata,
mulut, lidah dan ekstrimitas
 Ekstensi atau fleksi tonik ekstremitas,
gerakan seperti mengayuh sepeda, mata
berkedip, berputar, juling.
 Tangisan melingking dengan nada tinggi,
sukar berhenti.
 Perubahan status kesadaran, apnea, ikterus,
ubun-ubun besar membonjol, suhu tubuh
tidak normal.
Spasme:
 Bayi tetap sadar, menangis kesakitan
 Trismus, kekakuan otot mulut, rahang
kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir
mencucu.
 Opistotonus, kekakuan pada ekstremitas,
perut, kontraksi otot tidak terkendali.
Dipicu oleh kebisingan, cahaya, atau
prosedur diagnostik.
 Infeksi tali pusat.
Medikamentosa
 Fenobarbital 20 mg/kg berat badan intra vena
dalam waktu 5 menit, jika kejang tidak berhenti
dapat diulang dengan dosis 10 mg/kg berat badan
sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit. Jika
tidak tersedia jalur intravena dan atau tidak
tersedia sediaan obat intravena, maka dapat
diberikan intramuskuler
 Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kg
berat badan intravena dalam larutan garam
fisiologis dengan kecepatan 1mg/kgberat badan /
menit.
Pengobatan rumatan
 Fenobarbital 3-5 mg/ kg BB /hari, dosis tunggal
atau terbagi tiap 12 jam secara intravena atau per
oral. Sampai bebas kejang 7 hari.
 Fenitoin 4-8 mg/kg/ hari intravena atau per oral.
dosis terbagi dua atau tiga
 Berikan Diazepam 10mg/kg BB/ hari
dengan drip selama 24 jam atau bolus
IV tiap 3 jam, maksimum 40 mg/
kg/hari
 Bila frekuensi napas kurang 30 kali per
menit, hentikan pemberian obat
meskipun bayi masih mengalami
spasme.
 Bila tali pusat merah dan membengkak,
mengeluarkan pus atau berbau busuk
obati untuk infeksi tali pusat.
 Beri bayi:
◦ Human Tetanus Immunoglobin 500 IU IM, bila
tersedia, atau beri sepadanannya, antitoksin
tetanus 5,000 IU IM
◦ Toksoid Tetanus IM pada tempat yg berbeda dg
tempat pemberian antitoksin
◦ Benzyl Penicillin G 100,000 IU/kg BB IV atau IM
dua kali sehari selama tujuh hari
 Anjurkan ibunya untuk mendapat Toksoid
Tetanus 0.5 ml (untuk melindunginya dan
bayi yg dikandung berikutnya) dan kembali
bulan depan untuk pemberian dosis ke
dua.
 Pada kasus perdarah subdural, trauma SSP
dan hidrosefalus diperlukan tindakan
bedah, dapat dirujuk.

Anda mungkin juga menyukai